Home AD

Wednesday, July 11, 2012

Melihat Ideologi Frame dari Ideologi Media (2)


          Ideologi media yang bersifat umum, yang idealnya menjadi pegangan atu siap pers di mana pun, jadi sifatnya universal, yang oleh Bill Kovach dan Tom Rosentiel disebut sebagai “elemen-elemen jurnalisme”. Dalam hal ini, tidak ada ideologi individual, kelompok individu, atau organisasi media yang memengaruhi kebijakan pemberitaan. Semua (idealnya) berbasis sikap yang bermuatan nilai-nilai universal itu, yakni:
  1. Menjunjung tinggi kebenaran. Media harus mencari kebenaran fungsional, bukan kebenaran filosofis yang tak perlu lagi diganggu gugat. Kebenaran filosofis itu, misalnya: sehari jumlah kewajiban shalat adalah lima waktu; ada musim panas dan musim penghujan. Sedangkan kebenaran fungsional adalah sesuatu yang masih terus berproses, dan bisa berubah karena satu dan lain hal.
  2. Menjaga loyalitas. Kepada siapa media menempatkan loyalitasnya: perusahaan, pembaca, atau masyarakat? Orientasi akhir adalah kepada kemaslahatan masyarakat.
  3. Membudayakan verifikasi. Verifikasi membedakan jurnalisme dari hiburan, propaganda, fiksi, dan seni. Verfisikasi ini dilakukan dengan menanamkan sikap cover many-sides, mencari “kebenaran” dengan sebanyak mungkin mengumpulkan bahan penguat.
  4. Menjaga independensi. Pengelola media harus menghindari opini, kecuali dalam penulisan tajuk rencana, features, dan analisis pakar.
  5. Penyambung lidah rakyat. Bukan keterlibatan, tetapi memainkan fungsi control, dan sebagai jembatan publik untuk mengawal suatu persoalan.
  6. Menjadi forum publik. Terutama di era jurnalisme sosial/ jurnalisme maya, media mutlak harus menyediakan ruang yang cukup untuk forum publik, misalnya rubrik-rubrik interaktif yang secara langsung melibatkan publik dalam pandangan atau pemecahan suatu persoalan.
  7. Menjaga daya pikat. Sensasi, konon merupakan bagian tak terpisahkan dari media massa, tetapi sensasi tidak harus selalu diartikan sebagai rumor, melainkan lebih pada makna substansial sebagai berita yang mampu memikat publik karena lucu, unik, mengejutkan, menghibur, menyentuh perasaan, dll.
  8. Menjaga relevansi.
  9. Proporsional, komprehensif.
  10. Menjaga etika. Inilah filosofi moral yang memandu insan media untuk menentukan apa yang benar dilakukan, sehingga tidak kehilangan orientasi, bisa membedakan yang hakiki dan apa saja yang boleh berubah. Filosofi inilah yang harus terus menerus diasah agar kita bisa berorientasi, berpihak kepada sebesar mungkin kepentingan masyarakat.(Amir Machmud NS)

Mengelola Isu


Mengelola isu di media dilakukan dengan memerhatikan sejumlah jurus atau langkah, sebagai berikut:
  1. Membaca realitas publik: topik apa yang sedang menjadi bahan diskusi publik? Topik itu boleh sangat menonjol, menonjol, atau tidak terlalu menonjol.
  2. Memastikan realitas media: bagaimana positioning visi media terhadap topik tersebut? Penting, cukup penting, atau tidak pentingkah menurut kebijakan redaksional media kita?
  3. Kebijakan pemberitaan: bagaimana proporsi topik tersebut, kita jadikan sebagai jadi isu utama pemberitaan, isu kedua, atau prioritas kesekian?
  4. Manajemen redaksional: apa saja yang harus kita siapkan untuk mengelola topik tersebut? Rancangan konsep, membentuk tim, merumuskan arah, menghitung biaya, dan sebagainya.
  5. Menentukan arah liputan: merancang outline, memilih narasumber, hingga detail pembagian materi tulisan.(Amir Machmud NS)

Siaran Pers Juga Berita


Siaran pers atau press release sesungguhnya juga berita, khususnya hardnews. Perbedaan mendasar antara siaran pers dengan berita yang dituliskan wartawan yang bekerja pada institusi media, adalah kepentingan yang melatar-belakangi laporan atau tulisan itu. Berita yang dibuat wartawan umumnya berangkat dari fakta dan untuk kepentingan memberikan informasi yang sesungguhnya terjadi kepada masyarakat. Tak ada kepentingan pembentukan citra institusi tempatnya bekerja, maupun narasumber berita itu.
Sebaliknya, siaran pers yang biasanya dikeluarkan Bagian Hubungan Masyarakat (Humas) atau Public Relation suatu institusi mempunyai tujuan untuk membentuk citra institusi itu, selain memberikan informasi kepada masyarakat terkait dengan persoalan tertentu. Bahkan, tidak jarang sebuah siaran pers dikeluarkan untuk membela kepentingan citra dari institusi itu. Biasanya, siaran pers seperti ini dikeluarkan, kalau institusi itu, bisa juga perusahaan atau lembaga pemerintah, sedang mendapatkan sorotan atau menghadapi suatu persoalan.
Oleh karena secara prinsip siaran pers tidak berbeda dengan berita, tentu saja siaran pers juga harus mengikuti kaidah penulisan sebuah berita, terutama penting dan menarik. Artinya, siaran pers bisa dikeluarkan, kalau memang dianggap sebagai sesuatu informasi yang penting dan menarik untuk disampaikan kepada publik. Ini memang subyektif, karena kembali tergantung pada kepentingan institusi mengeluarkan siaran pers itu.
Siaran pers juga semestinya dituliskan dalam bahasa yang sederhana. Ini terkait dengan pemahaman, bahwa kalangan media massa yang menerima siaran pers itu belum tentu mengetahui secara detail persoalan yang disiaran-perskan itu. Seringkali humas dari sebuah lembaga terjebak dengan mengandaikan semua orang mengetahui persoalan atau informasi yang ingin disebarkannya, sehingga membuat siaran pers yang sangat teknis, terutama dalam penggunaan istilahnya, tanpa memberikan penjelasan atau keterangan lain terkait istilah itu secara umum. Sekali lagi harus diingat, media massa adalah melayani kepentingan umum, bukan spesifik kalangan tertentu, meskipun ada media yang spesifik.
Oleh karena siaran pers adalah juga berita, tentu saja sebuah siaran pers harus memuat unsur dalam penulisan berita, yang dikenal dengan 5W+1 H (who, what, where, when, why, dan how). Ini adalah unsur sebuah informasi yang minimal. Jika sebuah siaran pers tidak mencantumkan unsur berita ini, tentu menjadi kesulitan bagi kalangan media massa untuk menurunkannya menjadi berita, karena unsurnya tidak lengkap. Sebuah berita yang unsurnya tidak lengkap, bukan lagi sebuah berita.
Dan, yang tidak boleh dilupakan dalam setiap penulisan siaran pers, adalah kontak person dan nomor kontaknya. Ini akan sangat membantu kalangan media massa untuk memuat dan mengembangkan siaran pers itu.(Tri Agung Kristanto, wartawan Harian Kompas)