Home AD

Friday, January 06, 2017

PEMERINTAH LAKUKAN REFORMASI SUBSIDI LISTRIK SUPAYA TEPAT SASARAN

Jakarta, 6 Januari 2017
Pemerintah melakukan reformasi dalam sistem subsidi listrik, sehingga subsidi listrik yang  ditanggung  oleh  negara  melalui  APBN,  dapat  dijalankan  secara  tepat  sasaran. Selama ini, subsidi listrik diberikan oleh PLN berdasarkan besaran daya listrik pengguna di tingkat rumah tangga.  Dengan melakukan reformasi sistem subsidi ini, para penduduk atau rumah tangga miskin  yang  menggunakan  daya  listrik  sebesar  450  VA  tetap  mendapatkan  subsidi penuh, sedangkan rumah tangga dengan daya sebesar 900 VA diperiksa ulang dengan Berbasis Data Terpadu (BDT). Melalui cara ini, dapat diketahui mana pelanggan RT 900 VA yang berkategori miskin dan layak mendapatkan subsidi, dan mana pelanggan yang tidak lagi layak mendapatkan subsidi.  
Reformasi Sistem Subsidi
Terhadap para pelanggan RT 900 VA yang tidak lagi mendapatkan subsidi, kenaikan tarif menuju keekonomian akan dilakukan secara bertahap setiap dua bulan supaya tidak  membebani  konsumen  dan  membuat  keterkejutan,  yang  dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No.28/2016 tentang Tarif Tenaga Listrik. Dalam Permen tersebut dinyatakan, terhadap rumah tangga mampu 900 VA, tarif listriknya disesuaikan menuju tarif keekonomian secara bertahap setiap dua bulan.  
Permen  ESDM  No  28/2016  secara  tegas  menyatakan  bahwa  rumah  tangga  miskin dengan daya listrik terpasang 450 VA tetap mendapatkan subsidi listrik. Demikian juga terhadap rumah tangga dengan daya listrik terpasang 900 VA yang berkategori tidak mampu/miskin. Menteri ESDM juga telah mengeluarkan Permen No.29/2016 yang mengatur  tentang  Mekanisme  Pemberian  Subsidi  Tarif  Tenaga  Listrik  Untuk  Rumah Tangga. 
Persetujuan DPR-RI
Berdasarkan UU No.30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, Pemerintah sesuai dengan kewenangannya menetapkan tarif tenaga listrik untuk konsumen DENGAN PERSETUJUAN Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI).  Berdasarkan UU tersebut, pada tanggal 17 September 2015 diadakan rapat kerja dengan antara Pemerintah dengan Komisi VII DPR-RI, yang menyepakati subsidi sebesar 24,7 juta  rumah  tangga  miskin  dan  rentan  miskin  sesuai  dengan  data  dari  TNP2K  (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan). 
Setelah itu, dalam Sidang Kabinet Terbatas 4 November 2015, Pemerintah mengeluarkan keputusan bahwa seluruh rumah tangga berdaya listrik 450 VA tetap mendapat subsidi tarif tenaga listrik, sedangkan rumah tangga 900 VA yang mampu dicabut subsidinya. 
Penentuan rumah tangga mampu dan tidak yang memiliki daya listrik terpasang 900 VA dilakukan dengan merekonsiliasi dan menyinkronkan data yang dimiliki oleh TNP2K dan data pelanggan yang dimiliki oleh PLN.  Keputusan itu kemudian dibawa dalam rapat kerja (raker) antara Pemerintah dengan Komisi  VII  DPR  pada  14  Juni  2016.  Dalam  raker  tersebut,  usulan  untuk  mencabut subsidi listrik untuk rumah tangga mampu per 1 Juli 2016 tidak disetujui oleh DPR. Keputusan tersebut kemudian dibahas kembali dalam rapat kerja antara Pemerintah dengan DPR dalam penyampaian Nota Keuangan dan RAPBN 2017.  Dalam  rapat  kerja  lanjutan  antara  Pemerintah  dan  Komisi  VII  DPR  pada  22  September 2016, DPR menyetujui rencana Pemerintah untuk melakukan pencabutan subsidi bagi RT mampu 900 VA, yang dilaksanakan mulai 1 Januari 2017.
Subsidi Tepat Sasaran
Dalam Nota Keuangan tahun 2017 tentang Subsidi Listrik, kebutuhan subsidi listrik dengan  penerapan  kebijakan subsidi listrik tepat sasaran adalah sebesar Rp.48,56 Triliun. Apabila subsidi listrik dijalankan tanpa memperhatikan sinkronisasi dan rekonsiliasi data pelanggan listrik miskin/tidak mampu dengan  sistem Basis Data Terpadu (BDT), maka kebutuhan subsidi listrik adalah sebesar Rp.70,63 Triliun.  Dengan  demikian, SUBSIDI TEPAT SASARAN akan menghasilkan efisiensi subsidi listrik sebesar Rp.22,07 Triliun. 
Dalam Nota Keuangan 2017 yang telah disetujui oleh Komisi VII DPR-RI, persentase pelanggan Rumah Tangga yang mendapatkan subsidi adalah sebesar 46%. Angka ini menurun dibandingkan tahun 2016 yang besarnya adalah 79%. Penerapan rekonsiliasi data pelanggan PLN dengan data penduduk miskin menggunakan Basis Data Terpadu (BDT)  telah  memastikan  bahwa  subsidi  listrik  yang  dijalankan  per  1  Januari  2017 adalah tepat sasaran.  Berdasarkan  pemadanan  data  pelanggan  PT  PLN  dengan  data  penduduk miskin yang ada pada TNP2K, terdapat kurang lebih 4,1 juta rumah tangga miskin yang memiliki listrik terpasang sebesar 900 VA, sehingga berhak mendapatkan subsidi listrik. Dari jumlah tersebut, sebanyak 3,9 juta RT sudah ditemukan dan diverifikasi, sedangkan 196 ribu sisanya memerlukan validasi. Proses validasi dapat dilakukan melalui penyampaian pengaduan kepada Pos Pengaduan Masyarakat. 
Dengan demikian, dari jumlah pelanggan listrik RT 900 VA sebanyak 23,09 juta rumah, terdapat 4,1 juta RT yang tetap mendapatkan subsidi listrik berdasarkan amanat UU Ketenagalistrikan, sedangkan sisanya akan dicabut subsidi listriknya dan diberlakukan tarif listrik normal, yang penyesuaian tarifnya dilakukan secara bertahap. 

Sumber : Kantor Staf Presiden Republik Indonesia 

KEBENARAN KENAIKAN PAJAK KENDARAAN

Jakarta 6 Januari 2017
Informasi yang menyebutkan bahwa pajak kendaraan bermotor dinaikkan adalah tidak benar. Yang BENAR adalah kenaikan biaya administrasi, yang pada umumnya berlaku untuk  pengurusan surat-surat kendaraan berjangka waktu lima tahun sekali. Kenaikan biaya tersebut akan dikembalikan lagi kepada masyarakat untuk meningkatkan pelayanan publik yang berkaitan dengan pengurusan surat kendaraan bermotor, termasuk memperbaiki  kualitas  surat  kendaraan,  serta  meningkatkan  keamanan  dan  kenyamanan berkendaraan di jalan raya. 
Ada beberapa alasan yang mendasari perubahan tarif ini. Pertama perlu adanya peningkatan fitur  keamanan  dan  material  STNK  sebagai  dokumen  berharga  pada  layanan  Samsat  tiap daerah hingga seluruh Indonesia.   Kedua,  perlu  peningkatan  dukungan  anggaran  untuk  melaksanakan  peningkatan  pelayanan STNK di Samsat. Ketiga, meningkatnya biaya perawatan peralatan Samsat dan dukungan biaya jaringan agar dapat online seluruh Polres, Polda se Indonesia ke Korlantas Polri (NTMC Polri). Keempat perlu adanya modernisasi peralatan komputerisasi Samsat seluruh  Indonesia untuk mewujudkan standar pelayanan. Kelima, perlu dukungan anggaran untuk  pembangunan sarana dan prasarana kantor Samsat seluruh Indonesia agar berstandar nasional. 
Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2016 Tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) meliputi: a. Pengujian untuk penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM) baru; b. Penerbitan perpanjangan SIM; c. Penerbitan Surat Keterangan uji Keterampilan Pengemudi; d. Penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) Bermotor; e. Pengesahan surat   Tanda   Nomor Kendaraan Bermotor; f. Penerbitan Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor; g. Penerbitan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor; h. Penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB); i. Penerbitan surat Mutasi Kendaraan Bermotor ke Luar Daerah; j.  Penerbitan  surat  Tanda  Nomor  Kendaraan  Bermotor  Lintas  Batas  Negara;  k. Penerbitan Tanda  Nomor  Kendaraan  Bermotor  Lintas  Batas  Negara;  l.  Penerbitan  Nomor  Registrasi Kendaraan Bermotor Pilihan.
PP No. 60 tahun 2016 tersebut ditandatangani oleh Presiden pada 2 Desember 2016, diundangkan pada 6 Desember 2016 oleh Menkumham, dan mulai berlaku 6 Januari 2017. PP ini tidak muncul tiba-tiba. FGD sudah dimulai sejak dua tahun lalu. Usulannya kemudian  disampaikan  Kapolri  sejak  tahun  2015 kepada Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan. Setelah itu dilakukan harmonisasi pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan didiskusikan dengan Kemenko Polhukam. 
Melalui  rangkaian  tahapan  tersebut,  PP  No.  60  tahun  2016  resmi  diberlakukan  pada  6  Januari  2017. ini, jenis PNBP yang berlaku pada Polri di antaranya meliputi penerimaan dari: Penyesuaian tarif PNBP terkait STNK dan BPKB ini dilakukan karena tarif dasarnya sudah tidak tepat (berdasarkan kondisi tahun 2010). Tarif dasar tahun 2010 ini kemudian dinaikkan pada tahun 2016 agar pelayanan dapat ditingkatkan secara online dan cepat disertai jaminan kepastian tarif yang lebih transparan dan akuntabel. 
Seperti diketahui PNBP adalah salah satu sumber pendapatan yang diperoleh negara dari masyarakat selain pajak. PNBP ini bersifat earmarking, artinya ketika sudah disetor masuk ke negara akan dikembalikan ke masyarakat untuk mendanai kegiatan yang berhubungan dengan sumber PNBP tersebut. Misalnya tarif PNBP untuk pengurusan STNK hanya boleh digunakan untuk kegiatan yang berhubungan dengan pengurusan STNK.  Konsekuensi  kenaikan  PNBP  untuk  mendorong  reformasi  pelayanan  publik  yang  lebih  efisien transparan dan akuntabel. 


Sumber : Kantor Staf Presiden Republik Indonesia 

Monday, October 10, 2016

FUNGSI DAN PERAN HUMAS PERGURUAN TINGGI

Humas pada prinsipnya sebagai suatu fungsi manajemen, komunikasi dua arah antara organisasi dengan publik secara timbal balik dalam menumbuhkan good will (kemauan baik), understanding (saling pengertian), simpati, dukungan, dan kerjasama baik internal maupun eksternal dari lembaga. Edwin Emery (Rahmadi, 1994) menyebut fungsi humas sebagai upaya terencana dan terorganisasi dari sebuah lembaga untuk menciptakan hubungan–hubungan yang saling bermanfaat dengan berbagai publiknya.
Sedangkan yang menjadi sasaran akhir humas adalah: pertama, untuk memperoleh dan menumbuhkan good will (kemauan baik), understanding (saling pengertian), simpati dan dukungan terhadap organisasi yang diwakilinya; kedua, menetralisasikan sikap dan pendapat yang tidak menguntungkan organisasi.
Fungsi humas tidak dapat dipisahkan dari kegiatan manajemen lembaga perguruan tinggi karena secara struktural humas merupakan bagian dari perguruan tinggi. Fungsi humas perguruan tinggi harus mampu mengidentifikasi dan memetakan sasaran dan stakeholder pendidikan, meliputi mahasiswa, dosen, staf administrasi, alumni, masyarakat, pemerintah, media pers, dan orang tua mahasiswa.


Disamping itu, menurut Nasution (2006 : 29) fungsi penting lainnya yang harus dilakukan humas perguruan tinggi ada dua hal, yakni :
1. Fungsi membangun (konstruktif), dalam hal ini perguruan tinggi dapat membagi pada aspek keilmuan sebagai alat memecahkan masalah yang dapat diterima masyarakat, dan kebijakan perguruan tinggi bisa diterima segenap civitas akademika.
2.    Fungsi korektif, dimana humas harus mampu menetralisir setiap opini negatif yang berkembang di masyarakat internal maupun eksternal. Fungsi korektif ini berusaha agar perguruan tinggi tidak melakukan sesuatu yang bisa merugikan organisasi. Selain itu juga memberikan input yang diperlukan dalam mengambil kebijakan.
Dozier dan Broom (dalam Ruslan, 2008), menyebutkan empat kategori peran humas, yaitu :
1.    Penasehat ahli (expert prescriber)
Seorang praktisi humas yang berpengalaman dan memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dapat membantu mencarikan solusi dari masalah hubungan dengan publiknya (public relationship).
2.    Fasilitator komunikasi (communication facilitator)
Dalam hal ini, praktisi humas bertindak sebagai komunikator atau mediator untuk membantu pihak manajemen dalam hal untuk mendengar apa yang diinginkan dan diharapkan oleh publiknya. Dipihak lain, dia juga dituntut mampu menjelaskan kembali keinginan, kebijakan dan harapan organisasi kepada publiknya, sehingga dengan komunikasi timbal balik tersebut dapat tercipta saling pengertian, mempercayai, menghargai, mendukung dan toleransi yang baik dari kedua belah pihak.
3.   Fasilitator pemecahan masalah (problem solving proses facilitator)
Peranan praktisi humas dalam proses pemecahan persoalan sebagai bagian dari tim manajemen. Hal ini dimaksudkan untuk membantu pimpinan lembaga sebagai penasehat (adviser) hingga mengambil tindakan eksekusi (keputusan) dalam mengatasi persoalan atau krisis yang dihadapi secara rasional dan profesional.
4.   Teknisi komunikasi (communication technician)
Sistem komunikasi dalam organisasi tergantung dari masing-masing bagian atau tingkatan (level), yaitu secara teknis komunikasi baik arus maupun media komunikasi yang dipergunakan ditingkat pimpinan dengan bawahan akan berbeda dari bawahan ke tingkat atasan.
Menurut Nasution (2006 : 30), ada tiga alasan yang mendasari pentingnya peran humas di perguruan tinggi:
1. Pengelolaan perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi negeri, pada masa sekarang dan mendatang semakin otonom, sehingga pimpinan sering menghasilkan kebijakan yang terkait dengan perguruan tingginya. Karena itu, dibutuhkan suatu bagian dalam hal ini bagian humas yang secara terus-menerus dan terencana mensosialisasikan, memberikan informasi kebijakan tersebut kepada masyarakat di dalam perguruan tinggi (mahasiswa, dosen, Staf Humas) dan masyarakat di luar perguruan tinggi (orang tua mahasiswa, alumni, lembaga/instansi lain).
2. Persaingan yang sehat dan dinamis antar sesama perguruan tinggi di dalam negeri dan internasional dalam merebut minat calon mahasiswa, orang tua calom mahasiswa, dan masyarakat luas, membuat pimpinan perguruan tinggi dituntut menyiapkan suatu bagian dalam hal ini humas untuk mengelola informasi yang jelas dan memberikan kesan citra positif.
3. Perkembangan media massa cetak dan elektronik di daerah semakin meningkat, misalnya surat kabar, radio swasta, dan televisi lokal di daerah, yang sudah pasti selalu mencari informasi yang aktual di perguruan tinggi. Oleh sebab itu dibutuhkan bagian dalam hal ini bagian humas untuk membina hubungan yang harmonis dengan pihak pers tersebut. Tujuannya agar informasi atau berita-berita yang positif dan membangun tentang perguruan tingginya selalu menjadi bahan informasi pers tersebut.
Sedangkan menurut Djanaid (2005 : 13) peran humas perguruan tinggi merupakan kunci bagi suatu lembaga perguruan tinggi, yaitu :
1.  Humas membantu mencari solusi terhadap masalah antara perguruan tinggi dengan masyarakat.
2. Humas bertindak sebagai mediator untuk membantu pimpinan perguruan tinggi mendengarkan saran, kritikan, dan harapan masyarakat. Dan sebaliknya humas juga harus mampu menjelaskan informasi dan kebijakan dari pimpinan perguruan tinggi.
3.  Humas membantu mengatasi permasalahan yang terjadi pada perguruan tinggi dengan memberikan masukan pada pimpinan.