Home AD

Wednesday, January 11, 2017

MENYATUPADUKAN HIGH IMPACT PRACTICES DI PENDIDIKAN TINGGI

Sistem pembelajaran dan cara belajar yang disebut sebagai High Impact Pratices (HIP) atau High Impact Educational Practices (HIEP) telah terbukti membawa dampak atau hasil yang positif bagi mahasiswa yang berasal dari berbagai latar belakang di perguruan tinggi. Dalam sistem pembelajaran HIP, mahasiswa terlibat langsung dan aktif dalam proses belajar, mereka bukan hanya belajar di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas dan mereka dilatih dan diharapkan untuk melihat keterkaitan antara apa yang mereka pelajari atau kerjakan dengan pengalaman pribadi maupun pengalaman hidup mereka. Mereka dilatih untuk berpikir kritis dan bisa memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam pekerjaan, magang maupun di kelas. Mahasiswa juga dilatih untuk bekerja sama dalam kelompok, berkomunikasi dan berinteraksi langsung dengan masyarakat dan menerapkan apa yang mereka pelajari dari buku, kelas, dosen maupun temannya dalam situasi yang mereka hadapi. Faktor lain yang penting dalam HIP adalah proses refleksi. 
Dalam proses refleksi, mahasiswa mengkritisi pandangan atau perspektif mereka dan menghubungkannya dengan teori maupun pengalaman langsung yang mereka alami baik di kelas, dalam melakukan internship atau magang, maupun kegiatan sosial, pengabdian dan kegiatan belajar yang lain. Mereka menilai secara kritis asumsi dasar mereka, sehingga mereka bisa mengenal diri mereka sendiri dengan lebih baik dan melihat bagaimana hubungan mereka dengan orang lain maupun masyarakat secara umum. Dalam proses refleksi ini mereka juga dilatih untuk mengenal kelemahan pandangan mereka agar bisa memperbaikinya di kemudian hari. Proses refleksi ini bisa dilakukan secara tertulis maupun lisan dan secara individual maupun bekelompok.
Secara singkat ada enam karakteristik yang membedakan HIP dari sistem pembelajaran yang lain (AAC&U, 2008; https://www.aacu.org/leap/hips). Keenam karakteristik tersebut adalah:
  1. HIP memerlukan komitmen penuh dari mahasiswa. Oleh karena HIP mensyaratkan keterlibatan mahasiswa langsung dalam proses pendidikan mereka, HIP menuntut komitmen dan keterlibatan mahasiswa yang tinggi. Hal ini berarti mahasiswa juga harus meluangkan waktu dan usaha yang intensif dalam proses pendidikan mereka. Mahasiswa melakukan active-learning atau proses belajar yang aktif.
  2. HIP menekankan interaksi yang mendalam dan intensif secara teratur dan berlangsung beberapa lama. Interaksi ini meliputi interaksi dengan dosen, sesama mahasiswa, maupun dengan anggota masyarakat. Melalui hubungan sosial yang intensif ini terjalin pemahaman maupun proses belajar yang berkelanjutan. Proses ini juga mendorong mahasiswa untuk mengevaluasi apa yang mereka pelajari maupun evaluasi terhadap diri dan anggapan dasar mereka.
  3. Mahasiswa mendapatkan masukan atau feedback secara berkala dan mendalam baik dari pengajar, supervisor (apabila melakukan magang) maupun dari anggota masyarakat (apabila mereka melakukan kegiatan pengabdian). Dari masukan ini, mahasiswa bisa secara terus-menerus mengevaluasi apa yang mereka lakukan.
  4. Mahasiswa mendapatkan kesempatan untuk menerapkan dan menguji apa yang mereka pelajari dalam berbagai konteks dan beragam situasi sehingga mereka bisa melihat hasilnya langsung dan bisa memperbaiki apa yang mereka lakukan berdasar hasil yang mereka dapatkan.
  5. HIP membuka peluang bagi mahasiswa untuk melakukan refleksi tentang siapa dirinya, bagaimana nilai-nilai sosial yang mereka miliki dan dampak sosial dari apa yang mereka lakukan. Dengan melakukan refleksi, mereka bisa menilai apa yang mereka lakukan dan bisa memahami dirinya sendiri dan hubungan antara diri mereka dengan masyarakat secara luas sehingga mereka bias melakukan tindakan maupun langkah-langkah intelektual untuk memperbaiki kondisi masyarakat yang bisa dipertanggung jawabkan secara moral.
  6. Melalui HIP, mahasiswa belajar tentang berbagai perspektif dan ide, terutama perspektif yang berbeda dari perspektif maupun pengalaman mereka. Hal ini diperoleh melalui interaksi langsung dan kerja sama dengan kelompok masyarakat yang berbeda dari mereka. Berdasarkan pengalaman ini mahasiswa kemudian secara aktif mendiskusikan ide dan perspektif yang mereka dapatkan dengan dosen, sesama mahasiswa, maupun anggota masyarakat. Dari hasil diskusi, mereka diharapkan bisa mensintesakan teori dan praktik yang mereka pelajari maupun mereka alami secara langsung. Oleh karena sifatnya yang intensif, HIP juga disebut sebagai sistem pembelajaran yang menggunakan pendekatan yang mendalam dan menghasilkan dampak positif bagi mahasiswa.
Sumber : Siti Kusujiarti (Department of Sociology, Warren Wilson Collage, NC)

Friday, January 06, 2017

PEMERINTAH LAKUKAN REFORMASI SUBSIDI LISTRIK SUPAYA TEPAT SASARAN

Jakarta, 6 Januari 2017
Pemerintah melakukan reformasi dalam sistem subsidi listrik, sehingga subsidi listrik yang  ditanggung  oleh  negara  melalui  APBN,  dapat  dijalankan  secara  tepat  sasaran. Selama ini, subsidi listrik diberikan oleh PLN berdasarkan besaran daya listrik pengguna di tingkat rumah tangga.  Dengan melakukan reformasi sistem subsidi ini, para penduduk atau rumah tangga miskin  yang  menggunakan  daya  listrik  sebesar  450  VA  tetap  mendapatkan  subsidi penuh, sedangkan rumah tangga dengan daya sebesar 900 VA diperiksa ulang dengan Berbasis Data Terpadu (BDT). Melalui cara ini, dapat diketahui mana pelanggan RT 900 VA yang berkategori miskin dan layak mendapatkan subsidi, dan mana pelanggan yang tidak lagi layak mendapatkan subsidi.  
Reformasi Sistem Subsidi
Terhadap para pelanggan RT 900 VA yang tidak lagi mendapatkan subsidi, kenaikan tarif menuju keekonomian akan dilakukan secara bertahap setiap dua bulan supaya tidak  membebani  konsumen  dan  membuat  keterkejutan,  yang  dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No.28/2016 tentang Tarif Tenaga Listrik. Dalam Permen tersebut dinyatakan, terhadap rumah tangga mampu 900 VA, tarif listriknya disesuaikan menuju tarif keekonomian secara bertahap setiap dua bulan.  
Permen  ESDM  No  28/2016  secara  tegas  menyatakan  bahwa  rumah  tangga  miskin dengan daya listrik terpasang 450 VA tetap mendapatkan subsidi listrik. Demikian juga terhadap rumah tangga dengan daya listrik terpasang 900 VA yang berkategori tidak mampu/miskin. Menteri ESDM juga telah mengeluarkan Permen No.29/2016 yang mengatur  tentang  Mekanisme  Pemberian  Subsidi  Tarif  Tenaga  Listrik  Untuk  Rumah Tangga. 
Persetujuan DPR-RI
Berdasarkan UU No.30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, Pemerintah sesuai dengan kewenangannya menetapkan tarif tenaga listrik untuk konsumen DENGAN PERSETUJUAN Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI).  Berdasarkan UU tersebut, pada tanggal 17 September 2015 diadakan rapat kerja dengan antara Pemerintah dengan Komisi VII DPR-RI, yang menyepakati subsidi sebesar 24,7 juta  rumah  tangga  miskin  dan  rentan  miskin  sesuai  dengan  data  dari  TNP2K  (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan). 
Setelah itu, dalam Sidang Kabinet Terbatas 4 November 2015, Pemerintah mengeluarkan keputusan bahwa seluruh rumah tangga berdaya listrik 450 VA tetap mendapat subsidi tarif tenaga listrik, sedangkan rumah tangga 900 VA yang mampu dicabut subsidinya. 
Penentuan rumah tangga mampu dan tidak yang memiliki daya listrik terpasang 900 VA dilakukan dengan merekonsiliasi dan menyinkronkan data yang dimiliki oleh TNP2K dan data pelanggan yang dimiliki oleh PLN.  Keputusan itu kemudian dibawa dalam rapat kerja (raker) antara Pemerintah dengan Komisi  VII  DPR  pada  14  Juni  2016.  Dalam  raker  tersebut,  usulan  untuk  mencabut subsidi listrik untuk rumah tangga mampu per 1 Juli 2016 tidak disetujui oleh DPR. Keputusan tersebut kemudian dibahas kembali dalam rapat kerja antara Pemerintah dengan DPR dalam penyampaian Nota Keuangan dan RAPBN 2017.  Dalam  rapat  kerja  lanjutan  antara  Pemerintah  dan  Komisi  VII  DPR  pada  22  September 2016, DPR menyetujui rencana Pemerintah untuk melakukan pencabutan subsidi bagi RT mampu 900 VA, yang dilaksanakan mulai 1 Januari 2017.
Subsidi Tepat Sasaran
Dalam Nota Keuangan tahun 2017 tentang Subsidi Listrik, kebutuhan subsidi listrik dengan  penerapan  kebijakan subsidi listrik tepat sasaran adalah sebesar Rp.48,56 Triliun. Apabila subsidi listrik dijalankan tanpa memperhatikan sinkronisasi dan rekonsiliasi data pelanggan listrik miskin/tidak mampu dengan  sistem Basis Data Terpadu (BDT), maka kebutuhan subsidi listrik adalah sebesar Rp.70,63 Triliun.  Dengan  demikian, SUBSIDI TEPAT SASARAN akan menghasilkan efisiensi subsidi listrik sebesar Rp.22,07 Triliun. 
Dalam Nota Keuangan 2017 yang telah disetujui oleh Komisi VII DPR-RI, persentase pelanggan Rumah Tangga yang mendapatkan subsidi adalah sebesar 46%. Angka ini menurun dibandingkan tahun 2016 yang besarnya adalah 79%. Penerapan rekonsiliasi data pelanggan PLN dengan data penduduk miskin menggunakan Basis Data Terpadu (BDT)  telah  memastikan  bahwa  subsidi  listrik  yang  dijalankan  per  1  Januari  2017 adalah tepat sasaran.  Berdasarkan  pemadanan  data  pelanggan  PT  PLN  dengan  data  penduduk miskin yang ada pada TNP2K, terdapat kurang lebih 4,1 juta rumah tangga miskin yang memiliki listrik terpasang sebesar 900 VA, sehingga berhak mendapatkan subsidi listrik. Dari jumlah tersebut, sebanyak 3,9 juta RT sudah ditemukan dan diverifikasi, sedangkan 196 ribu sisanya memerlukan validasi. Proses validasi dapat dilakukan melalui penyampaian pengaduan kepada Pos Pengaduan Masyarakat. 
Dengan demikian, dari jumlah pelanggan listrik RT 900 VA sebanyak 23,09 juta rumah, terdapat 4,1 juta RT yang tetap mendapatkan subsidi listrik berdasarkan amanat UU Ketenagalistrikan, sedangkan sisanya akan dicabut subsidi listriknya dan diberlakukan tarif listrik normal, yang penyesuaian tarifnya dilakukan secara bertahap. 

Sumber : Kantor Staf Presiden Republik Indonesia 

KEBENARAN KENAIKAN PAJAK KENDARAAN

Jakarta 6 Januari 2017
Informasi yang menyebutkan bahwa pajak kendaraan bermotor dinaikkan adalah tidak benar. Yang BENAR adalah kenaikan biaya administrasi, yang pada umumnya berlaku untuk  pengurusan surat-surat kendaraan berjangka waktu lima tahun sekali. Kenaikan biaya tersebut akan dikembalikan lagi kepada masyarakat untuk meningkatkan pelayanan publik yang berkaitan dengan pengurusan surat kendaraan bermotor, termasuk memperbaiki  kualitas  surat  kendaraan,  serta  meningkatkan  keamanan  dan  kenyamanan berkendaraan di jalan raya. 
Ada beberapa alasan yang mendasari perubahan tarif ini. Pertama perlu adanya peningkatan fitur  keamanan  dan  material  STNK  sebagai  dokumen  berharga  pada  layanan  Samsat  tiap daerah hingga seluruh Indonesia.   Kedua,  perlu  peningkatan  dukungan  anggaran  untuk  melaksanakan  peningkatan  pelayanan STNK di Samsat. Ketiga, meningkatnya biaya perawatan peralatan Samsat dan dukungan biaya jaringan agar dapat online seluruh Polres, Polda se Indonesia ke Korlantas Polri (NTMC Polri). Keempat perlu adanya modernisasi peralatan komputerisasi Samsat seluruh  Indonesia untuk mewujudkan standar pelayanan. Kelima, perlu dukungan anggaran untuk  pembangunan sarana dan prasarana kantor Samsat seluruh Indonesia agar berstandar nasional. 
Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2016 Tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) meliputi: a. Pengujian untuk penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM) baru; b. Penerbitan perpanjangan SIM; c. Penerbitan Surat Keterangan uji Keterampilan Pengemudi; d. Penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) Bermotor; e. Pengesahan surat   Tanda   Nomor Kendaraan Bermotor; f. Penerbitan Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor; g. Penerbitan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor; h. Penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB); i. Penerbitan surat Mutasi Kendaraan Bermotor ke Luar Daerah; j.  Penerbitan  surat  Tanda  Nomor  Kendaraan  Bermotor  Lintas  Batas  Negara;  k. Penerbitan Tanda  Nomor  Kendaraan  Bermotor  Lintas  Batas  Negara;  l.  Penerbitan  Nomor  Registrasi Kendaraan Bermotor Pilihan.
PP No. 60 tahun 2016 tersebut ditandatangani oleh Presiden pada 2 Desember 2016, diundangkan pada 6 Desember 2016 oleh Menkumham, dan mulai berlaku 6 Januari 2017. PP ini tidak muncul tiba-tiba. FGD sudah dimulai sejak dua tahun lalu. Usulannya kemudian  disampaikan  Kapolri  sejak  tahun  2015 kepada Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan. Setelah itu dilakukan harmonisasi pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan didiskusikan dengan Kemenko Polhukam. 
Melalui  rangkaian  tahapan  tersebut,  PP  No.  60  tahun  2016  resmi  diberlakukan  pada  6  Januari  2017. ini, jenis PNBP yang berlaku pada Polri di antaranya meliputi penerimaan dari: Penyesuaian tarif PNBP terkait STNK dan BPKB ini dilakukan karena tarif dasarnya sudah tidak tepat (berdasarkan kondisi tahun 2010). Tarif dasar tahun 2010 ini kemudian dinaikkan pada tahun 2016 agar pelayanan dapat ditingkatkan secara online dan cepat disertai jaminan kepastian tarif yang lebih transparan dan akuntabel. 
Seperti diketahui PNBP adalah salah satu sumber pendapatan yang diperoleh negara dari masyarakat selain pajak. PNBP ini bersifat earmarking, artinya ketika sudah disetor masuk ke negara akan dikembalikan ke masyarakat untuk mendanai kegiatan yang berhubungan dengan sumber PNBP tersebut. Misalnya tarif PNBP untuk pengurusan STNK hanya boleh digunakan untuk kegiatan yang berhubungan dengan pengurusan STNK.  Konsekuensi  kenaikan  PNBP  untuk  mendorong  reformasi  pelayanan  publik  yang  lebih  efisien transparan dan akuntabel. 


Sumber : Kantor Staf Presiden Republik Indonesia