Home AD

Sunday, February 21, 2010

PERMASALAHAN DALAM PENERAPAN SISTEM PENGENDALIAN HAMA TERPADU UNTUK PENGELOLAAN PENYAKIT TUMBUHAN DI INDONESIA


Pendahuluan
Indonesia dinilai berhasil dalam menerapkan dan mensosialisasikan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) melalui Proyek Nasional PHT.  Negara ini juga termasuk pelopor dalam pelaksanaan PHT sebab telah lama mempunyai undang-undang yang menyebutkan secara eksplisit bahwa sistem PHT merupakan satu-satunya sistem untuk pengendalian hama dan penyakit tumbuhan, dan undang-undang ini telah 13 tahun umurnya.  Apakah dalam penerapan sistem PHT di tingkat petani, khususnya tentang pengelolaan penyakit tumbuhan terdapat permasalahan ? kalau memang adapermasalahan, bagaimana solusinya ? 
Ilmu Penyakit Tumbuhan
Seperti halnya manusia dan hewan, tumbuhan dapat terkena penyakit. Ilmu yang mempelajari penyakit pada tumbuhan disebut sebagai Ilmu Penyakit Tumbuhan atau Fitopatologi.
Pada dasarnya, tidak ada satupun tumbuhan di alam ini yang bebas dari gangguan penyakit.  Gejala penyakit pada tumbuhan dapat berupa bercak, hawar (seperti tersiram air panas), gosong, mengeriting, bengkak, bahkan beberapa penyakit dapat menyebabkan kematian pada tumbuhan, misalnya busuk akar,  busuk pangkal batang, rebah kecambah, dan layu. 
Diagnosis penyakit tumbuhan ada yang mudah, karena gejalanya khas, tetapi lebih banyak yang sulit ditentukan penyebabnya karena gejalanya banyak yang mirip satu sama lain. Apalagi penyebabnya kebanyakan adalah jasad renik yang sukar dilihat dengan mata telanjang.
Kerugian Akibat Penyakit Tumbuhan
Kehilangan hasil akibat serangan penyakit pada tanaman padi rata-rata mencapai 15,1 % dari potensi hasilnya, dengan kerugian di seluruh dunia mencapai 33 milyar USD selama 1988-1990. Kehilangan hasil akibat penyakit tumbuhan rata-rata mencapai 11.8% dan karena hama mencapai 12,2 % pada berbagai tanaman penting di seluruh dunia.
Kerugian di tingkat petani karena hama dan penyakit tumbuhan pada delapan tanaman hortikultura unggulan tahun 2005 diperkirakan lebih dari Rp. 734 milyar (Direktorat Perlindungan Hortikultura, 2005).  Perkiraan kerugian pada lima tanaman perkebunan (kelapa, karet, kopi, kakao dan cengkeh) selama triwulan 1 tahun 2005 akibat gangguan hama dan penyakit tumbuhan mencapai Rp. 195 milyar lebih (Direktorat Perlindungan Perkebunan, 2005a).  Luas serangan penyakit blast dan tungro pada tanaman padi di Indonesia tahun 2004 mencapai 12.370 Ha dengan puso mencapai 322 Ha (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2005).
Pengendalian Penyakit Tumbuhan
Secara umum, tindakan pengendalian dapat dikelompokkan menjadi enam cara, yaitu sistem perundang-undangan atau peraturan agar dapat dicegah terjadinya wabah, cara fisik dengan dibakar dan dijemur, cara mekanik, cara kultur teknis yaitu cara-cara bercocok tanam, cara biologi dengan memanfaatkan musuh alami hama dan patogen, dan cara kimia menggunakan pestisida. 
Walaupun demikian, ternyata cara kimia atau pestisidalah yang paling sering digunakan petani di lapangan.  Bahkan biasanya, diaplikasikan secara berjadwal.  Penggunaan pestisida hampir menjadi satu-satunya cara pengendalian karena pestisida bekerja sangat efektif, praktis serta cepat membunuh patogen dan hama.
Dampak Penggunaan Pestisida
Namun, ternyata penggunaan pestisida mengakibatkan dampak yang sebelumnya tidak diperhitungkan. Pestisida dapat menyebabkan terjadinya resistensi pada patogen tumbuhan dan hama, populasi hama dapat meningkat setelah disemprot pestisida berkali-kali, bahkan dapat terjadi ledakan hama yang dulunya dianggap tidak penting. Dan yang lebih penting lagi adalah dampak negatif pestisida terhadap kesehatan manusia dan pelestarian lingkungan.
Aspek Legal PHT di Indonesia
Karena ternyata permasalahan hama dan penyakit pada tumbuhan tetap tinggi setelah kebijakan subsidi pestisida, dan kekhawatiran pencemaran lingkungan meningkat karena penggunaan pestisida, pemerintah Indonesia kemudian mengambil keputusan untuk menerapkan konsep PHT dengan dikeluarkannya Inpres no. 3 pada tahun 1986. Berikutnya, subsidi pestisida dicabut secara bertahap, sampai tahun 1989. Kemudian dikeluarkan Undang-undang no. 12 tahun 1992 tentang budidaya tanaman yang menyebutkan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu.
PHT sebagai Solusi Mengurangi dampak Pestisida
PHT secara konsep adalah suatu cara pendekatan atau cara berfikir tentang pengen­dalian hama dan penyakit tumbuhan yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan.
Sasaran PHT adalah : 1) produktivitas pertanian yang mantap dan tinggi, 2) penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat, 3) populasi hama dan patogen tumbuhan dan kerusakan tanaman karena serangannya tetap berada pa­da aras yang secara ekonomis tidak merugikan, dan 4) pengurangan risiko pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida. Dalam PHT, penggunaan pestisida masih diperbolehkan, tetapi aplikasinya menjadi alternatif terakhir bila cara-cara pengendalian lainnya tidak mampu mengatasi wabah hama atau penyakit.  Pestisida yang dipilihpun harus yang efektif dan telah diizinkan.
Keberhasilan PHT di Indonesia
Program PHT nasional di Indonesia dinilai berhasil.  Lembaga internasional seperti FAO telah mengakui hal ini. Bahkan Indonesia kemudian dijadikan contoh pelaksanaan PHT bagi negara-negara sedang berkembang di Asia dan Afrika. Keberhasilan pelaksanaan PHT pada tanaman terlihat nyata pada dua hal yaitu menurunnya penggunaan pestisida dan meningkatnya rata-rata hasil panen.
Pemasyarakatan PHT melalui Sekolah Lapang bagi Petani
PHT kemudian disebarluaskan ke petani dengan pola Sekolah Lapang PHT (SLPHT). Sebagai catatan, ternyata Program Nasional PHT dari tahun 1989-1999 telah berhasil melatih lebih dari  satu juta petani padi melalui penerapan SLPHT.  Komoditi yang dicakup pada kegiatan PHT yaitu padi, kedelai, kubis, kentang, cabe, dan bawang merah. PHT di bidang perkebunan telah berhasil melatih  106.000 petani pada komoditas kopi, kakao, dll.
Empat Prinsip bagi Petani untuk menerapkan PHT
Ada empat prinsip penerapan PHT pada tingkat petani. Empat prinsip tersebut yaitu 1) budidaya tanaman sehat, 2) pelestarian dan pendayagunaan musuh alami, 3) pengamatan mingguan secara teratur, dan 4) petani sehagai ahli PHT.
Permasalahan Penerapan PHT di Tingkat Petani
1.        Kurang meratanya informasi mengenai ketahanan tanaman terhadap penyakit pada berbagai komoditas tanaman.  Apalagi masih banyak petani yang menggunakan benih tidak bersertifikat yang ketahanannya tidak diketahui.
2.        Penelitian tentang ras patogen juga kurang di Indonesia padahal ras selalu berkaitan dengan ketahanan tanaman.  Tanaman yang tahan terhadap ras tertentu dapat menjadi sangat rentan terhadap ras lainnya. 
3.        Aspek budidaya, mulai perencanaan tanam, persiapan tanam, pengolahan tanah, pemupukan, penyiangan, dan pemeliharaan lain belum disengaja agar tingkat penyakit tertekan.  Selama ini,  aspek budidaya masih lebih ditujukan agar tanaman tumbuh subur, dan berproduksi tinggi, bukan menjadi lebih tahan.
4.        Musuh alami yang dimaksud dalam prinsip PHT kurang berkaitan dengan musuh alami patogen tumbuhan. Permasalahannya adalah bahwa patogen yang renik juga mempunyai musuh alami yang renik pula, sehingga tidak mudah dipahami petani.  Demikian juga, ternyata belum banyak penelitian yang mengungkap tentang bahaya pestisida terhadap kelestarian musuh alami patogen tumbuhan. 
5.        Masalah lainnya adalah bahwa pengamatan mingguan tidak mudah diterapkan untuk penyakit tertentu yang menyebabkan kerusakan secara cepat dan keberadaannya sangat tergantung cuaca, seperti hawar daun kentang dll.  Untuk kasus demikian justru yang diperlukan adalah pengamatan terhadap cuaca untuk meramalkan kapan datangnya penyakit. Ternyata,  teknologi peramalan penyakit tumbuhan masih sangat minim dikembangkan di Indonesia.  Nampaknya teknologi peramalan nasib justru lebih berkembang di negara kita.
6.        Untuk menjadikan petani sebagai ahli PHT dengan metode SLPHT ternyata terbentur pada kurangnya materi tentang aspek patogen, penyakit dan pengendaliannya terutama untuk komoditas tertentu.
Usulan Berdasar Permasalahan
      Untuk itu, saya mengusulkan beberapa hal untuk penyempurnaan penerapan PHT dari aspek penyakit tumbuhan sebagai berikut:
1.      Perlu diperbanyak dan digali informasi ketahanan berbagai macam komoditas pertanian, terutama terhadap penyakit tumbuhan agar dapat digunakan petani dalam melaksanakan PHT. Penelitian juga perlu digalakkan untuk mengembangkan varietas tahan penyakit.
2.      Perlu dikembangkan teknologi sederhana untuk deteksi dini dan peramalan penyakit, dan menggali lebih banyak teknologi setempat untuk pengendalian penyakit yang aman bagi lingkungan.  Selain itu, perlu digalakkan penelitian tentang dampak aplikasi pestisida tertentu terhadap keberadaan musuh alami patogen.
3.      Perlu lebih banyak ahli penyakit yang menekuni bidang PHT dan terjun ke lapang bersama petani untuk lebih tahu permasalahan yang dihadapi petani, sehingga dapat disusun buku sederhana teknologi PHT untuk pengendalian penyakit yang dapat dipahami oleh petani pada umumnya.
4.      Pada dasarnya PHT merupakan konsep menyeluruh dalam aspek kesehatan tanaman, pelestarian lingkungan, serta aspek ekonomi. Untuk mencetak sarjana yang memahami PHT, menurut pendapat saya, diperlukan pengetahuan yang cukup bukan hanya tentang masalah hama dan penyakit tumbuhan, tetapi juga tentang biologi tanaman, agronomi, ekologi, serta sosial ekonomi pertanian dalam porsi yang seimbang. Bukan dipecah-pecah menjadi keahlian yang terspesialisasi seperti sekarang ini, misalnya sarjana keahlian hama dan penyakit, tetapi kurang paham tentang agronomi, tanah dan sosial ekonomi pertanian.  Dengan kata lain, diperlukan pemahaman menyeluruh tentang tanaman dan lingkungan sehat seperti layaknya seorang dokter yang tidak hanya paham tentang penyakit dan orang sakit, tetapi terlebih lagi harus sangat paham tentang orang yang sehat dan normal. 
Penutup
Dengan demikian, masih banyak yang perlu dikerjakan, khususnya di bidang Pengelolaan Penyakit Tumbuhan apabila kita menginginkan Undang-undang no. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, khususnya tentang perlindungan tanaman yang dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu dapat dimengerti dan dilaksanakan oleh petani secara lebih luas.  Sistem PHT apabila dilaksanakan akan dapat membantu melestarikan lingkungan, meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi resiko dampak pestisida pertanian terhadap kesehatan.

Sumber : Abdul Latief Abadi (Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Penyakit Tumbuhan pada Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya)