Humas
pada prinsipnya sebagai suatu fungsi manajemen, komunikasi dua arah antara
organisasi dengan publik secara timbal balik dalam menumbuhkan good will
(kemauan baik), understanding (saling pengertian), simpati, dukungan,
dan kerjasama baik internal maupun eksternal dari lembaga. Edwin Emery
(Rahmadi, 1994) menyebut fungsi humas sebagai upaya terencana dan terorganisasi
dari sebuah lembaga untuk menciptakan hubungan–hubungan yang saling bermanfaat
dengan berbagai publiknya.
Sedangkan
yang menjadi sasaran akhir humas adalah: pertama, untuk memperoleh dan
menumbuhkan good will (kemauan baik), understanding (saling
pengertian), simpati dan dukungan terhadap organisasi yang diwakilinya; kedua,
menetralisasikan sikap dan pendapat yang tidak menguntungkan organisasi.
Fungsi
humas tidak dapat dipisahkan dari kegiatan manajemen lembaga perguruan tinggi
karena secara struktural humas merupakan bagian dari perguruan tinggi. Fungsi
humas perguruan tinggi harus mampu mengidentifikasi dan memetakan sasaran dan stakeholder pendidikan, meliputi mahasiswa, dosen, staf administrasi,
alumni, masyarakat, pemerintah, media pers, dan orang tua mahasiswa.
Disamping
itu, menurut Nasution (2006 : 29) fungsi penting lainnya yang harus dilakukan
humas perguruan tinggi ada dua hal, yakni :
1. Fungsi membangun (konstruktif), dalam hal ini
perguruan tinggi dapat membagi pada aspek keilmuan sebagai alat memecahkan
masalah yang dapat diterima masyarakat, dan kebijakan perguruan tinggi bisa
diterima segenap civitas akademika.
2.
Fungsi korektif, dimana humas harus
mampu menetralisir setiap opini negatif yang berkembang di masyarakat internal
maupun eksternal. Fungsi korektif ini berusaha agar perguruan tinggi tidak
melakukan sesuatu yang bisa merugikan organisasi. Selain itu juga memberikan
input yang diperlukan dalam mengambil kebijakan.
Dozier dan Broom (dalam Ruslan, 2008), menyebutkan empat
kategori peran humas, yaitu :
1.
Penasehat ahli (expert
prescriber)
Seorang
praktisi humas yang berpengalaman dan memiliki tingkat kemampuan yang tinggi
dapat membantu mencarikan solusi dari masalah hubungan dengan publiknya (public relationship).
2.
Fasilitator komunikasi (communication facilitator)
Dalam hal
ini, praktisi humas bertindak sebagai komunikator atau mediator untuk membantu
pihak manajemen dalam hal untuk mendengar apa yang diinginkan dan diharapkan
oleh publiknya. Dipihak lain, dia juga dituntut mampu menjelaskan kembali
keinginan, kebijakan dan harapan organisasi kepada publiknya, sehingga dengan
komunikasi timbal balik tersebut dapat tercipta saling pengertian, mempercayai,
menghargai, mendukung dan toleransi yang baik dari kedua belah pihak.
Peranan praktisi humas dalam proses pemecahan persoalan
sebagai bagian dari tim manajemen. Hal ini dimaksudkan untuk membantu pimpinan
lembaga sebagai penasehat (adviser)
hingga mengambil tindakan eksekusi (keputusan) dalam mengatasi persoalan atau
krisis yang dihadapi secara rasional dan profesional.
4. Teknisi komunikasi (communication
technician)
Sistem komunikasi dalam organisasi tergantung dari
masing-masing bagian atau tingkatan (level),
yaitu secara teknis komunikasi baik arus maupun media komunikasi yang
dipergunakan ditingkat pimpinan dengan bawahan akan berbeda dari bawahan ke
tingkat atasan.
Menurut Nasution (2006 : 30), ada tiga alasan yang mendasari
pentingnya peran humas di perguruan tinggi:
1. Pengelolaan perguruan tinggi, khususnya perguruan
tinggi negeri, pada masa sekarang dan mendatang semakin otonom, sehingga
pimpinan sering menghasilkan kebijakan yang terkait dengan perguruan tingginya.
Karena itu, dibutuhkan suatu bagian dalam hal ini bagian humas yang secara terus-menerus dan terencana mensosialisasikan,
memberikan informasi kebijakan tersebut kepada masyarakat di dalam perguruan
tinggi (mahasiswa, dosen, Staf Humas) dan masyarakat di luar perguruan tinggi
(orang tua mahasiswa, alumni, lembaga/instansi lain).
2. Persaingan yang sehat dan dinamis antar sesama
perguruan tinggi di dalam negeri dan internasional dalam merebut minat calon
mahasiswa, orang tua calom mahasiswa, dan masyarakat luas, membuat pimpinan
perguruan tinggi dituntut menyiapkan suatu bagian dalam hal ini humas untuk mengelola informasi yang jelas dan memberikan kesan citra
positif.
3. Perkembangan media massa cetak dan elektronik di
daerah semakin meningkat, misalnya surat kabar, radio swasta, dan televisi
lokal di daerah, yang sudah pasti selalu mencari informasi yang aktual di
perguruan tinggi. Oleh sebab itu dibutuhkan bagian dalam hal ini bagian humas untuk membina hubungan yang harmonis dengan pihak pers tersebut.
Tujuannya agar informasi atau berita-berita yang positif dan membangun tentang
perguruan tingginya selalu menjadi bahan informasi pers tersebut.
Sedangkan menurut Djanaid (2005 : 13) peran humas perguruan
tinggi merupakan kunci bagi suatu lembaga perguruan tinggi, yaitu :
2. Humas bertindak sebagai mediator untuk membantu
pimpinan perguruan tinggi mendengarkan saran, kritikan, dan harapan masyarakat.
Dan sebaliknya humas juga harus mampu menjelaskan
informasi dan kebijakan dari pimpinan perguruan tinggi.
3. Humas membantu mengatasi permasalahan yang terjadi
pada perguruan tinggi dengan memberikan masukan pada pimpinan.