Home AD

Wednesday, March 21, 2012

T E K N I K K O M U N I K A S I



I. Pendahuluan
“Aspek lain yang mengagumkan dari perilaku kehidupan lebah adalah komunikasi antar mereka yang sulit untuk dipercaya.  Setelah menemukan sumber makanan, lebah pemandu yang bertugas mencari bunga, terbang lurus ke sarangnya.  Ia memberitahukan kepada lebah-lebah lain, arah, sudut, dan jarak sumber makanan dari sarang dengan sebuah tarian khusus.  Setelah memperhatikan dengan seksama isyarat gerak dalam tarian tersebut, akhirnya lebah-lebah yang lainnya mengetahui posisi sumber makanan tersebut dan menemukannya tanpa kesulitan”.
Satu alinea di atas memberikan gambaran tentang komunikasi yang efektif yang berlangsung dalam suatu komunitas lebah.  Bayangkan saja, dengan hanya menggunakan tarian khas dari komunikator (lebah pemandu), lebah yang lain (komunikan) dapat mengetahui dan menemukan sumber makanan dengan pasti dalam waktu singkat.  Padahal sebelumnya lebah tersebut tidak pernah tahu lokasi tersebut.  Ini berarti komunikasi yang terjadi diantara mereka berjalan efektif.  Hipotesisnya, lebah pemandu menyampaikan pesan atau informasi kepada lebah lainnya dengan simbul atau gerakan yang sudah dipahami bersama (convergency).
Berdasarkan fenomena lebah tersebut, kiranya kita dapat mengambil suatu pelajaran untuk menjawab pertanyaan tentang apa sebetulnya komunikasi efektif itu? Dan bagaimana hal itu terjadi dalam kehidupan manusia yang notabene derajatnya jauh lebih tinggi daripada lebah?.  
Dalam konteks pembangunan, persoalan komunikasi lebih banyak bersifat hirarkhis, formal, dan top-down yang dicirikan oleh dominasi pembicara (sebagai pemberi pesan) atas pendengar (sebagai penerima pesan).  Hubungan komunikasi seperti itu bersifat satu arah, dimana pemberi pesan (subyek/pelaku) tidak menghargai penerima pesan (obyek).
Diperlukan suatu perubahan dalam paradigma komunikasi, terutama dalam konteks kegiatan program yang dilaksanakan secara bottom-up dan partisipatif.  Pola komunikasi dalam pelaksanaan program seperti itu perlu bersifat demokratis, terbuka, dialogis, dan saling menghargai pendapat sesama subyek.
Bahkan teknik-teknik komunikasi yang berorientasi kepada pemberdayaan masyarakat perlu dikuasai secara praktis oleh fasilitator atau para tenaga pendamping masyarakat (TPM) untuk terjadinya proses transformasi dalam pelaksanaan program tersebut.
Teknik komunikasi demikian tidak mengutamakan aspek retorika, karena inti utama pesan yang ingin disampaikan (ditransformasikan) adalah pemberdayaan terhadap diri masing-masing (masyarakat), dan itu lebih penting ketimbang memamerkan pengetahuan pribadi (fasilitator).  Karenanya, teknik komunikasi yang penting dikembangkan adalah bagaimana mengajukan “pertanyaan” supaya masyarakat terangsang untuk berpikir kritis terhadap lingkungannya (sosial, politik, ekonomi, budaya) yang ada.
                       
II  Pengertian Komunikasi
       Secara umum yang dimaksud dengan pengertian komunikasi adalah sebagai berikut :
a.       Komunikasi adalah proses dimana dua atau lebih individu saling bertukar pesan yang berupa  ide-ide, fakta-fakta, perasaan-perasaan, atau kesan-kesan dalam berbagai cara sehingga masing-masing individu memperoleh pengertian umum tentang arti, maksud, dan guna dari pesan.  Proses komunikasi ini dapat berlangsung seperti :
  1. individu kepada individu
  2. individu kepada kelompok
  3. kelompok kepada individu
  4. kelompok kepada kelompok.
 b.     Komunikasi adalah kegiatan untuk menghasilkan pemahaman yang sama dari pengirim dan penerima suatu pesan tertentu atau serangkaian pesan.

c.     Komunikasi dapat diartikan sebagai penyaluran pengetahuan kepada masyarakat sedemikian rupa sehingga mereka akan bertindak berdasarkan pengetahuan tersebut demi memperoleh hasil yang bermanfaat.

d.  Komunikasi perlu bagi semua kumpulan individu.  Kemampuan untuk mempengaruhi orang lain sangat tergantung dari kemampuan untuk menyampaikan ide pada orang tersebut.  Bagi dua atau lebih individu yang bekerja sama, untuk mencapai tujuan bersama mereka harus dapat berkomunikasi satu sama lain.

III.  Tujuan Komunikasi
            Berkomunikasi dimaksudkan untuk menyakinkan orang lain agar menyetujui kehendak kita atau bermaksud mempengaruhi orang lain dengan sengaja.  Oleh karena itu orang yang mau berkomunikasi dengan baik atau berhasil harus mempunyai pengetahuan yang jelas mengenai maksud komunikasi, karena sering orang berbicara atau menulis tanpa memperhatikan keadaan si pendengar atau si pembaca.
            Ada beberapa tujuan dari kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh seseorang, secara garis besar ada empat tujuan dari komunikasi, yaitu  :
a.  Mengubah sikap (to change the attitude)
b.  Mengubah opini atau pandangan (to change the opinion)
c.  Mengubah perilaku (to change the behavior)
d.  Mengubah Masyarakat (to change society)
Dalam mencapai tujuan tersebut, proses komunikasi dapat dilakukan secara persuasif seperti ajakan atau bujukan maupun dengan paksaan (koersif).
              Apabila dilihat dari pencapaian efek atau akibat setelah terjadinya komunikasi, maka tujuan utama dari komunikasi adalah untuk  :
 a.      Memberikan pengertian (to secure understanding), merupakan informasi komunikasi spesifik yang dibutuhkan untuk memahami suatu permasalahan.
b.      Mendidik atau pembinaan (to establish acceptance), komunikasi yang berisi informasi yang mendasari kegiatan interaksinya.
 c.      Memotivasi (to motivate action), komunikasi yang persuasif kepada seseorang atau kelompok dalam mengadakan peraturan untuk lingkungan kerja.
 
IV.  Unsur-unsur Komunikasi
          Unsur-unsur komunikasi adalah bagian-bagian yang telibat dalam proses komunikasi.  Secara sederhana dibawah ini dapat disebutkan beberapa komponen atau unsur  dalam suatu proses komunikasi, yaitu :
1.  Sumber atau komunikator ( Source, Communicator)
2.  Pesan (message)
3.  Komunikan (communicant, receiver)
4.  Media (channel)
5.  Efek (effect)


1.  Komunikator
           adalah pihak yang menyampaikan pesan kepada sasaran atau yang mempunyai prakarsa menggerakkan proses komunikasi dan memelihara kelangsungannya.  Contohnya :  Penyuluh pertanian, guru, juru penerang, dai, propagandis, tukang jualan obat, dan lain sebagainya.
           Komunikator sangat berperan dalam mencapai komunikasi efektif.  Komunikasi efektif yaitu komunikasi yang menimbulkan pengertian, penerimaan, serta perubahan pada sikap komunikan.  Ada 4 (empat) faktor penting dalam diri komunikator yang mempengaruhi proses komunikasi efektif, yaitu a) kredibilitas komunikator (Source credibility), b) Daya tarik fisik komunikator (Source attractiveness), c) Keramahan (Familiarity), dan d) Kemampuan (Competence)
  
a.  Kredibilitas Komunikator.
             Kredibilitas Komunikator di hadapan komunikan atau sasaran adalah penentu yang sangat penting dalam Komunikasi.  Bila Komunikator tidak memperoleh kepercayaan dari komunikannya, komunikasi tidak akan terjadi.  Kredibilitas adalah istilah untuk menunjukkan nilai terpadu antara keahlian dan kelayakan dipercaya.  Penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan kepada komunikator ditentukan oleh keahliannya dan dapat tidaknya dipercaya.  Kepercayaan yang besar dapat meningkatkan daya perubahan sikap, dan sebaliknya kepercayaan yang kecil menurunkan daya perubahan sikap.  Kepercayaan kepada komunikator mencerminkan bahwa pesan dapat ditrima komunikan dianggap benar dan sesuai dengan kenyataan empiris.
             Komunikator yang baik dicirikan oleh hal-hal berikut ini :
Ø  Komunikator harus mengetahui :
-          Tujuan yang akan dicapai, yang telah didefinisikan secara khusus.
-          Komunikannya, yaitu kebutuhan, minat,serta kemampuan dari komunikannya.
-          Isi, kebenaran/keabsahan, kegunaan, serta kepentingan dari pesan yang disampaikan.
-          Media yang akan digunakan dalam jangkauan komunikan.
-          Bagaimana cara mengorganisasikan dan memperlakukan pesan.
-          Kemampuan dan keterbatasan dirinya dari sudut keahlian yang dimilikinya.
Ø  Komunikator harus mempunyai tanggung jawab terhadap :
-          Komunikan dan kesejahteraannya
-          Pesan dan bagaimana pesan tersebut dapat membantu komunikan
-          Hasil dari komunikasi berdasarkan evaluasi yang dilakukan
-          Proses komunikasi
-          Saluran komunikasi dan batas-batas penggunaannya
-          Bagaimana meningkatkan keterampilan komunikasinya.
Ø  Komunikator harus memiliki keahlian dalam :
-          Memilih pesan-pesan
-          Membuat perlakuan terhadap pesan-pesan
-          Menyatakan pesan secara lisan maupun tulisan
-          Memilih dan menggunakan saluran komunikasi
-          Memahami komunikannya
-          Mengumpulkan fakta-fakta dari hasil yang dicapai.

Terdapat 4 macam aspek yang harus diperhatikan di dalam mengembangkan kemampuan Tenaga Pendamping Petani dalam berkomunikasi, yaitu harus :

Ø  Mengembangkan sikap percaya pada diri sendiri
Kebanyakan kegagalan seseorang dalam berkomunikasi disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri, sehingga pesan yang disampaikan tidak beraturan dan tidak dapat dimengerti oleh penerima pesan.  Untuk mengembangkan rasa percaya diri, maka TPP harus :
-          menguasai meteri yang akan disampaikan
-          Berbicara tentang materi yang benar-benar diketahui.
-          Yakin terhadap pendapat sendiri, agar dapat meyakinkan orang lain akan kebenaran yang disampaikan, untuk itu TPP harus memiliki data atau fakta dari materi tersebut
-          Persiapkanlah diri dengan baik dan berlatihlah.
-          Biarkan perasaan gemetar berlalu dengan sendirinya
-          Terimalah diri seperti apa adanya, jangan mencoba meniru pribadi orang lain.

Ø  Memiliki kemampuan berbicara yang efektif
Mampu menyampaikan materi secara terarah, jelas dan dimengerti sasaran. sampaikan gagasan, keuntungan, bagaimana cara mencapainya, perhatikan reaksi penerima pesan ( dari pertanyaan-pertanyaan yang timbul ) dan menanggai respon tersebut dengan baik serta mampu menghidupkan sasaran untuk melakukan diskusi.

Ø  Membuat rencana dan mengorganisir komunikasi yang jelas.
Sebelum melakukan komunikasi agar pelaksanaan setiap kegiatan berjalan dengan baik.  Beberapa langkah yang dapat dijadikan petunjuk :
-          Penetapan materi yang akan disampaikan, harus spesifik, sesuai dengan waktu, tempat dan musim yang berlaku.
-          Berapa banyak materi yang akan disampaikan
-          Berapa lama waktu yang diperlukan untuk menyampaikan materi
-          Bagaimana cara untuk menyampaikannya (perlu alat bantu? Jika ya, alat bantu apa saja)

Ø  Dapat menjadi pendengar yang baik.
Beberapa resep komunikasi yang dapat membuat kita menjadi pendengar yang baik adalah
-          Mempunyai alasan dan kesediaan untuk memperhatikan.
-          Memiliki kesanggupan dan kesediaan untuk menunda penilaian sampai pihak pembicara selesai menyampaikan informasinya secara lengkap.
-          Sanggup dan bersedia memberikan perhatian penuh kepada pembicara dengan mengabaikan hal-hal lain yang membagi perhatian (seperti : suara lain, pemandangan dan orang lain).
-          Mempunyai kesanggupan menginterupsi pembicara ditengah-tengah pembicaraannya.
-          Siap memberi stimuli atau umpan balik terhadap informasi yang disampaikan, seperti memberikan ekspresi singkat untuk mengkomunikasikan pengertian dan penerimaan, misalnya “oh begitu ?!”, “ah masa ?!”, “Ehmm”, dan lain-lain.
Manfaat yang diperoleh jika kita mau memperhatikan apa yang dikatakan oleh rekan kita saat berkomunikasi adalah  :
-          memperoleh informasi yang penting
-          menjadi lebih obyektif dalam hubungan komunikasi interpersonal
-          menentukan keputusan yang tepat
-          dapat bereaksi secara tepat terhadap pesan (informasi) yang didengar.

b.  Daya Tarik Komunikator (Source attractiveness)
     Dalam hal daya tarik komunikator, bisa bersifat fisik maupun psikis (sifat).  Selain hal tersebut yang menjadi daya tarik dari komunikator bagi komunikan adalah adanya kesamaan, khususnya kesamaan ideologi.

c.  Keramahan (Familiarity)
     Keramahan dapat mempermudah untuk menarik simpati bagi komunikan, karena biasanya komunikan akan lebih suka kepada komunikator yang ramah. 

d.  Kemampuan (Competence).
     Seseorang cenderung menyukai orang-orang yang mempunyai kemampuan lebih tinggi dari pada dirinya. 

2.   Pesan (Message atau amanat)
            Belajar tidak dapat  berlansung dalam suatu kekosongan.  Belajar membutuhkan isi atau pokok bahasan.  Oleh karena itu, komunikasi harus mempunyai pesan untuk disampaikan kepada komunikan.  Pesan adalah informasi dari keinginan seseorang atau komunikator baik berupa ide, fakta atau perasaan  untuk diterima, dimengerti, dan dilakukan oleh komunikannya.  Pesan tidak tepat sama seperti pokok bahasan atau teknologi yang disampaikan, melainkan merupakan generalisasi ide dari pokok bahasan yang sesuai dengan kekhususannya.  Misalnya kombinasi makanan erat kaitannya dengan kualitas gizi.  Faktor-faktor utama yang mempengaruhi pesan harus diawasi secara efektif dan hal ini menjadi tanggung jawab komunikator.  Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesuksesan komunikator dalam hubungannya dengan pesan adalah :

-          Pesan harus sejalan dengan tujuan yang harus dicapai,
-          Disampaikan secara bertahap,
-          Jelas, lengkap dan dinyatakan secara sederhana,
-          Dapat dimengerti dan dirasakan manfaatnya oleh komunikan,
-          Sejalan dengan mental, sosial, ekonomi, dan kemampuan fisik komunikan,
-          Sesuai dengan kebutuhan komunikan atau relevan,
-          Diketahui referensi sumbernya..
Dalam penerapannya, kriteria pemilihan dan pengiriman pesan akan bermanfaat dalam menciptakan efektivitas pesan.

3.   Komunikan atau sasaran (receiver)
adalah pihak yang  menerima pesan atau diajak berbicara dalam proses komunikasi yang dilancarkan oleh komunikator.  Seorang komunikator terlebih dahulu harus mengetahui keadaan dari komunikannya.  Diantara hal yang harus diketahui berkaitan dengan komunikan adalah :
-       waktu yang tepat untuk menyampaikan suatu pesan,
-       bahasa yang harus dipergunakan agar pesan dapat dimengerti,
-       sikap dan nilai yang harus ditampilkan agar komunikasi berjalan efektif,
-       jenis kelompok dimana komunikasi akan dilakukan.

Fakta fundamental lain yang harus diperhatikan komunikator tentang komunikan adalah
-       Komunikan terdiri dari orang-orang hidup, bekerja, dan bermain satu sama lainnya dalam jaringan lembaga sosial.
-       Komunikan membaca, mendengarkan dan memperhatikan, komunikator yang menyajikan pandangan hubungan pribadi yang mendalam.
-       Tanggapan yang diinginkan komunikan harus menguntungkan bagi komunikan, kalau tidak ia tidak akan memberikan tanggapan.

4.   Media atau Saluran (Channel)      
            Pengiriman dan penerimaan pesan harus dihubungkan satu sama lain.  Untuk itu diperlukan media saluran komunikasi yang merupakan jembatan fisik antara pengirim (komunikator) dan penerima pesan (komunikan),  ada beberapa media dalam proses komunikasi, yaitu  radio, televisi, film, telepon, buku, buletin, surat, surat kabar, poster, pamflet, spanduk, kontak personal dan sebagainya.
            Komunikasi tidak dapat berlangsung jika pesan tidak sampai kepada penerima.  Banyak gangguan yang dapat memasuki saluran komunikasi yang berasal dari macam-macam sumber, yaitu :
-          Kegagalan suatu saluran untuk menjangkau sasaran yang dimaksud.
-          Kegagalan seorang komunikator mempergunakan saluran dengan cermat dan terampil.
-          Kegagalan memilih saluran yang tepat/cocok dengan tujuan,
-          Kegagalan menngunakan saluran sesuai dengan kemampuan sasaran,
-          Kegagalan menghindarkan gangguan fisik,
-          Kegagalan dalam menggunakan suatu kombinasi saluran,
-          Penggunaan serangkaian saluran.
             Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, pemilihan dan penggunaan saluran didasarkan pada hal-hal tertentu, antara lain :
-          Tujuan khusus dari pesan
-          Sasaran / komunikan
-          Saluran yang tersedia yang dapat dijangkau sasaran.

5.  Tanggapan Komunikan (Effect).
            Komunikan memberikan tanggapan terhadap pesan dengan tindakan mental atau fisik.  Oleh karena itu tindakan harus dipandang sebagai suatu produk, bukan suatu proses dan berkaitan dengan tujuan.  Program perubahan tidak mencapai tujuan pokoknya sebelum tindakan yang diharapkan terjadi.  Di dalam mengevaluasi efektivitas, kriteria yang penting dalam menilai program adalah sifat-sifat dan tingkatan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat sesudah menerima suatu pesan.  Tanggapan sasaran akan bervariasi.  Jenis-jenis tanggapan yang mungkin dihasilkan oleh sasaran bila menerima pesan yang bermanfaat diantaranya dapat berupa : 
i.        pengertian atau pengetahuan
ii.      penerimaan atau penolakan,
iii.    mengingat atau melupakan,
iv.    tindakan mental atau fisik,
v.      tindakan yang benar atau salah.

V.  Proses Komunikasi
            Berdasarkan hubungan antara komunikator dan komunikannya, proses komunikasi dibedakan menjadi dua, yaitu proses komunikasi secara langsung  (primer) dan proses komunikasi secara tidak langsung (sekunder).

1.  Proses komunikasi secara langsung (primer).
     Proses komunikasi secara langsung (primer) adalah proses komunikasi yang terjadi dimana komunikator dan komunikan berada pada satu lokasi yang sama dan berhadapan secara langsung.  Jadi proses komunikasinya secara langsung (face to face communication).  Komunikasi secara langsung ini dapat terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok.

2.  Proses komunikasi tidak langsung (sekunder)
     Proses komunikasi tidak langsung (sekunder) adalah proses komunikasi yang terjadi dimana komunikator dan komunikan tidak berada pada satu lokasi dan waktu yang sama dan biasanya menggunakan media, seperti radio, TV, majalah, surat kabar, telepon, poster, pamflet, spanduk, dan lain-lain.

VI.  Prinsip-Prinsip Komunikasi
-     Berbicara dan berkomunikasi memiliki perbedaan yang fundamental.  Berbicara dapat dilakukan secara sepihak, sehingga bersifat satu arah (monolog).  Sedangkan berkomunikasi melibatkan kebutuhan orang lain untuk berbicara (menanggapi, bertanya, atau ikut berbagi komunikasi).  Dengan demikian berkomunikasi pasti bersifat dialogis, sedangkan berbicara belum tentu berdialog.

-   Komunikasi dan bertukar informasi secara bebas merupakan jantung dalam proses pendampingan.  Komunikasi yang baik adalah jika pesan yang dikirim oleh pengirim pesan (sender) dapat diterima tanpa penyimpangan berarti oleh penerima pesan (receiver).

-      Yang terpenting dalam berkomunikasi adalah melakukan konfirmasi apakah pesan yang disampaikan telah dimengerti, sehingga antara pengirim maupun penerima informasi memiliki persepsi yang sama dan tidak terjadi salah pengertian.  Oleh karena itu ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam berkomunikasi, yaitu :
      a.  Kejujuran (Fairness),  artinya tidak merubah pesan.
     b.  Akurasi (Accuracy), yaitu pesan yang disampaikan harus tepat, tidak mengurangi atau menambah yang dapat menimbulkan salah pengertian.
      c.  Bertanggung Jawab.
      d.  Bersifat membangun (konstruktif). 

-     Komunikasi terdiri dari komunikasi verbal dan non verbal.  Komunikasi non verbal dapat mencerminkan emosi, misalnya pandangan mata, posisi tangan, dan gerak tubuh.

-        Faktor penting yang mempengaruhi komunikasi adalah perasaan dan emosi.

-     Dalam proses pendampingan, komunikasi (dialog) merupakan cara strategis untuk melakukan perubahan atau transformasi masyarakat.  Oleh karena itu terjadinya hambatan komunikasi harus dicegah.

VII.  Hambatan-hambatan Komunikasi.
            Banyak hambatan-hambatan yang bisa menganggu berlangsungnya proses komunikasi yang efektif,  hambatan komunikasi itu antara lain ialah
 1.  Penilaian terhadap Sumber atau Komunikator. 
Penerimaan dan pemahaman suatu pesan yang disampaikan sangat dipengaruhi oleh penilaian terhadap orang yang menyampaikan pesan (komunikator) tersebut, seperti pengalaman masa lalu atau latar belakang dari komunikator yang berpengaruh terhadap pandangan dan reaksi komunikan terhadap pesan yang diterimanya.
 2.  Penyaringan atau Manipulasi informasi.
Informasi yang harus disampaikan telah mengalami perubahan sehingga tidak sama dengan keadaan yang sebenarnya.  Misalnya dalam pembuatan laporan bulanan pelaksanaan program kerja hanya memuat kegiatan yang berhasil dengan baik saja.
 3.  Kepentingan (interes).        
Kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau memahami suatu pesan.  Orang akan cenderung memperhatikan pesan sesuai dengan kepentingannya.  Apabila tidak sesuai maka pesan tersebut cenderung diabaikan.
 4.  Hambatan Mekanik
Proses komunikasi mengalami hambatan yang disebabkan oleh kerusakan peralatan yang digunakan sebagai media komunikasi.  Misalnya peralatan sound sistem yang rusak sehingga suara tidak terdengar jelas, antena tv yang rusak sehingga tampilan gambar yang buram,  mesin cetak yang kurang baik sehingga hasil cetakan tidak terbaca dengan jelas, dan lain lain.
 5.  Hambatan Semantik.
Hambatan pada proses komunikasi yang disebabkan oleh faktor bahasa.  Misalnya komunikator menyampaikan pesan menggunakan bahasa yang tidak dimengerti komunikan, menggunakan istilah-istilah yang belum diketahui komunikan dan lain lain.
 6.  Beban komunikasi yang berlebihan
Pesan yang disampaikan terlalu banyak sedang kemampuan komunikan terbatas (karena faktor usia, pendidikan, kesibukan, dll.) sehingga tidak dapat memahami seluruh pesan yang diterimanya.
7.  Tindakan yang tidak menyenangkan.
Komunikator kadang secara sadar atau tidak pada saat proses komunikasi melakukan tindakan yang justru dapat menyebabkan respon kurang baik dari komunikan, seperti misalnya :        
-  Menyuruh  :
    Menyuruh partisipan melakukan sesuatu yang dapat memancing kebencian karena partisipan tidak diberi pilihan dan pendapatnya tidak dipertimbangkan.
 -  Mengancam  :
    Menggunakan kekuasaan untuk mengatakan apa yang akan terjadi jika seseorang mengabaikan apa yang disarankan adalah bentuk ancaman terselubung.   Ini berarti pendapat mereka diremehkan. 
 -  Memberi Khotbah dan Kuliah  :
    Apabila kita mengatakan kepada partisipan tentang apa yang harus dilakukan, ini berarti kita lebih menghargai pendapat kita sendiri daripada pendapat mereka.
 -  Mengecam dan  Mengejek  :
    Penolakan pendapat partisipan dengan mengatakan bahwa mereka jelek, dan tidak punya hak untuk memikirkan apa yang harus mereka kerjakan, harus sepenuhnya dicegah.

VIII.  Kemampuan Adaptasi dan Komunikasi Dengan Masyarakat.
Seorang TPP dapat menjalankan fungsi dan tugasnya dengan baik antara lain apabila kehadirannya diterima oleh pengurus dan anggota P3A/GP3A/IP3A yang akan difasilitasinya dan pihak-pihak lain yang berkaitan dengan tugas tersebut (KPL, Kepala Desa, Pokja PKPI Kabupaten, dll.).  oleh karena itu TPP harus mampu melakukan adaptasi dan komunikasi dengan mereka.

Untuk dapat diterima oleh mereka, ada beberapa langkah kegiatan yang dapat dilakukan TPP.
Langkah kegiatan ini hanyalah pedoman umum, sedangkan detail dan improvisasinya dapat dicoba dan dilaksanakan sesuai dengan pengalaman masing-masing.  Adapun langkah kegiatan tersebut adalah :

1.    Menghubungi pengurus P3A/GP3A/IP3A atau kelembagaan irigasi yang ada dan para tokoh masyarakat yang berpengaruh.  Jelaskan maksud dan tujuan kegiatan pendampingan  dan mohon dukungan mereka.
2.     Kegiatan perkenalan di atas harus digunakan pula untuk mengenal adat sopan santun masyarakat setempat (termasuk karakter tokoh masyarakat, pejabat berwenang) dan berusahan semaksimal mungkin menerapkan ditengah-tengah masyarakat yang bersangkutan.  Dengan kata lain TPP harus pandai menempatkan diri dalam masyarakat di lingkungan DI.  Dengan cara bertutur kata dan berkelakuan yang baik, senang bertegur sapa sesuai dengan kelaziman yang berlaku, menunjukkan rasa hormat terhadap layanan-layanan yang diberikan saat berkunjung ke pengurus P3A/GP3A/IP3A maupun ke tokoh-tokoh masyarakat, berpenampilan merakyat.
3.    Kenali kelembagaan pengelolaan irigasi (P3A/GP3A/IP3A atau kelembagaan yang ada) di tingkat DI tempat TPP bertugas dengan baik, termasuk aktivitas-aktivitas yang dilakukan, pola hubungan ke dalam maupun dengan kelembagaan lain, kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang dimiliki.
4.     Usahakan dapat diterima oleh semua pihak.  Di dalam masyarakat desa di DI terdapat berbagai pihak yang memiliki beragam aspirasi dan kepentingan, yang kadang-kadang tidak sejalan, atau bahkan berlawanan.  Jika dijumpai keadaan demikian, maka TPP harus berupaya keras agar dapat diterima oleh semua pihak.  Upaya yang dapat dilakukan antara lain  :  a.  harus pandai-pandai membawakan dan menempatkan diri dalam masyarakat; b) harus berdiri tegak di atas semua kepentingan dan golongan yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan;  c)  berupaya sekuat tenaga mengenal dan menjalin hubungan baik dengan semua kelompok atau golongan di kalangan masyarakat dan  d)  menahan /mengendalikan diri untuk tidak berkomentar atau memberikan penilaian apapun terhadap soal-soal peka / sensitif.

KOMUNIKASI EFEKTIF


            “Aspek lain yang mengagumkan dari perilaku kehidupan lebah adalah komunikasi antar mereka yang sulit untuk dipercaya.  Setelah menemukan sumber makanan, lebah pemandu yang bertugas mencari bunga, terbang lurus ke sarangnya.  Ia memberitahukan kepada lebah-lebah lain, arah, sudut, dan jarak sumber makanan dari sarang dengan sebuah tarian khusus.  Setelah memperhatikan dengan seksama isyarat gerak dalam tarian tersebut, akhirnya lebah-lebah yang lainnya mengetahui posisi sumber makanan tersebut dan menemukannya tanpa kesulitan”.
           
Pendahuluan
            Satu alinea di atas dapat dijadikan sebagai ilustrasi menuju ke pembahasan mengenai komunikasi efektif.  Jika dikaitkan dengan topik di atas, sedikit banyak tulisan tersebut memberikan gambaran tentang komunikasi yang efektif yang berlangsung dalam suatu komunitas lebah.  Bayangkan saja, dengan hanya menggunakan tarian khas dari komunikator (lebah pemandu), lebah yang lain (komunikan) dapat mengetahui dan menemukan sumber makanan dengan pasti dalam waktu singkat.  Padahal sebelumnya lebah tersebut tidak pernah tahu lokasi tersebut.  Ini berarti komunikasi yang terjadi diantara mereka berjalan efektif.  Hipotesisnya, lebah pemandu menyampaikan pesan atau informasi kepada lebah lainnya dengan simbul atau gerakan yang sudah dipahami bersama (convergency).
            Berdasarkan fenomena lebah tersebut, kiranya kita dapat mengambil suatu pelajaran untuk menjawab pertanyaan tentang apa sebetulnya komunikasi efektif itu? Dan bagaimana hal itu terjadi dalam kehidupan manusia yang notabene derajatnya jauh lebih tinggi daripada lebah?
            Berbicara tentang komunikasi efektif dalam kehidupan manusia dan dalam proses pembangunan secara keseluruhan tentunya tidak akan terlepas dari definisi komunikasi itu sendiri.  Sementara definisi komunikasi berubah setiap saat sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan siapa yang memandang.  Mengingat hal itu, maka dalam tulisan ini definisi komunikasi efektif akan dilihat dari berbagai model komunikasi yang telah ada.  Dengan demikian, maka kita akan sampai pada suatu titik dimana sebetulnya arah komunikasi efektif yang relevan dengan kegiatan yang akan kita laksanakan.

Definisi Komunikasi dan Komunikasi Efektif.
            Pokok bahasan pada sub bab ini akan ditekankan pada model komunikasi yang dianut orang dan diimplementasikan dalam model pembangunan hingga terjadi perubahan sosial dari awal hingga di jaman mutakhir sekarang ini.  Model-model tersebut antara lain  :

1.  Model Komunikasi Linier (Top-Down).
            Komunikasi linier didefinisikan sebagai proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui saluran (penyaring).  Komponen utama dari model ini adalah pesan, sumber (advocacy roles), Gatekeepers (Channel roles), Penerima (behaviour user system), dan umpan balik (feedback).  Pakar-pakar komunikasi yang membidani model ini antara lain Westley dan Malcom (1957), Newcomb (1958), Berlo (1960), dan Roger dan Kincaid (1981).
            Menurut model ini, komunikasi dikatakan efektif apabila penerima yang dalam proses difusi dan adopsi inovasi lebih sering disebut sebagai sasaran mampu menerima pesan (informasi/misi) sesuai dengan yang dikehendaki oleh sumber.
            Rogers dan Shoemaker (1984) mengemukakan bahwa dalam proses perubahan sosial pesan-pesan (massage = M) dioperasikan dari sumber (source = S) kepada penerima (receiver = R) melalui saluran (channel = C).  Secara sederhana model komunikasi linier dapat digambarkan sebagai berikut  :
            S                                  M                                 C                                 R








 
                                                                                    E                                  E

            Model komunikasi ini pada kenyataannya banyak dicerca, karena kurang demokratis.  Meskipun ada feedback, namun tetap timpang karena ada kesan pemaksaan (diatur) atau arus peluru (jarum hipodermik), lebih mengutamakan kepentingan sumber, dan tidak interaktif sehingga tidak tercapai pemahaman bersama antara sumber (subyek) dengan penerima (obyek).  Dikatakan demikian karena akses (bargaining position) penerima terhadap pesan dan saluran atau media yang digunakan oleh sumber tidak ada, feedback berjalan setelah komunikasi berakhir.  Di kehidupan sehari-hari ini bisa terjadi antara pemerintah dengan masyarakat, antara guru dengan murid, antara penyuluh dengan petani, dan sebagainya.
            Apabila model komunikasi ini diimplementasikan dalam pembangunan maka tendensinya akan mengarah ke rekayasa sosial (social enginering) yang menempatkan yang kuat (sumber) sebagai subyek dan yang lemah (penerima) sebagai obyek, akibatnya terjadi berbagai bias dalam operasionalnya seperti bias elit, biar gender, bias lokasi,  bias stratifikasi dan sebagainya.
            Jadi, meskipun di beberapa negara atau institusi, atau konteks tertentu model komunikasi ini masih dianggap relevan, namun pada kenyataannya selalu berujung dengan masalah yang sangat besar yang berakar dari ketidakpuasan dan kesenjangan.
            Model ini tidak selalu dikatakan sangat naif atau diharamkan dalam proses pembangunan atau kehidupan sehari-hari karena ada momen-momen tertentu yang masih relevan menggunakan model ini, termasuk dalam pemberdayaan sosial (petani dan kelembagaannya).

2.  Model Komunikasi Relational
            Komunikasi relational didefinisikan oleh Schramm (1973) sebagai seperangkat aktivitas interaksi yang berpusat pada informasi sebagai bagian dari hubungan sosial tersebut.  Komponen utama dari model komunikasi ini adalah informasi, hubungan baik antara partisipan, dan penerima aktif.
            Menurut model ini komunikasi dikatakan efektif apabla tercapai pemahaman bersama antara partisipan dan penerima atas suatu pesan atau informasi.  Model komunikasi ini kemudian oleh Kincaid (1979), Roger dan Kincaid (1981) dijadikan sebagai landasan untuk merumuskan model komunikasi konvergen.  Secara sederhana, komunikasi relasional dapat digambarkan sebagai berikut :


            S                                  M                                 C                                 R








 
                                                                                    E                                  E

            Komunikasi model ini belum dikatakan efektif meskipun berada pada posisi medium.  Dikatakan demikian karena sudah mendekati asas demokrasi atau partisipatif.  Hanya prosesnya masih berlangsung diantara relasi-relasi yang ada.  Kondisi demikian bisa melemah seiring dengan semakin cepatnya arus perubahan sosial yang mengikis social capital dan sumberdaya lokal lainnya.

3.  Model Komunikasi Konvergen (Convergency).
            Komunikasi konvergen didefinisikan sebagai suatu proses konvergen (memusat) dengan informasi yang disepakati bersama oleh pihak-pihak yang berkomunikasi dalam rangka mencapai ke saling pengertian (konsensus).  Komponen utama dari model ini adalah informasi (uncertainly), konvergensi, saling pengertian, kesepakatan bersama, tindakan bersama, jaringan hubungan sosial (net work relationship).
            Menurut model ini komunikasi dikatakan efektif apabila tercapai pemahaman bersama antara pelaku yang terlibat dalam komunikasi.  Disini tidak lagi dikenal istilah sumber dan penerima, tetapi lebih disebut sebagai partisipan (pihak-pihak yang berpartisipasi).  Dalam mekanisme pembangunan, model komunikasi ini kemudian dijadikan sebagai landasan pemberdayaan sosial (Social empowerment).  Secara sederhana model komunikasi ini dapat digambarkan sebagai berikut :

 

                  Pengutaraan                                                                      Pengutaraan
                  Peserta -    A                                                                     Peserta – B
                  Penafsiran                                                                         Penafsiran



                                                                Dan kemudian
            Model komunikasi pembangunan yang dinilai layak (efektif) untuk dikembangkan adalah model komunikasi interaktif yang menghasilkan keseimbangan dalam perspektif teori pertukaran (exchange theory), melalui jalur kelembagaan yang telah mapan, didukung oleh bentuk-bentuk komunikasi yang efektif baik vertikal maupun horisontal dalam sistem sosial.  Model komunikasi interaktif ini sejalan dan memperhatikan prinsip-prinsip yang berlaku dalam model komunikasi tipe Relational (Schraam, 1973) dan Tipe Convergency (Kincaid, 1979; Roger dan Kincaid, 1981).  Model komunikasi yang dinilai efektif dan relevan untuk pembangunan pertanian adalah sintesa dari ketiga model di atas (Sumardjo, 1999).
            Komponen utama model komunikasi “linier” seperti, pesan, sumber atau komunikator, saluran, penerima dan efek tetap menjadi perhatian penting dalam analisis model konvergen dan model relasional.
            Model komunikasi konvergen atau interaktif seperti disinggung di atas bersifat dua arah, yakni partisipatif vertikal dan horisontal.  Artinya keputusan ditingkat perencana program pembangunan sangat memperhatikan kebutuhan dan kepentingan di tingkat bawah (yang sering disebut sasaran pembangunan), tanpa harus mengabaikan arah dan percepatan pembangunan, dengan titik berat pembangunan berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan memperhatikan hak-haknya sebagai manusia dan warga negara (Chambers, 1993).
            Menurut Sumardjo (1999), alasan pendekatan kovergen lebih tepat di era globalisasi, karena pendekatan ini lebih memungkinkan terjalinnya integrasi (interface) antara kepentingan semua pihak (stakeholdersi) dan spesifikasi lokasi.  Pendekatan ini lebih menempatkan martabat manusia (petani) secara lebih layak, keberadaan petani dengan aspek kepentingan dan kemampuannya menjadi lebih dikenali dan dihargai, sehingga lebih mendorong terjadinya partisipasi masyarakat yang tinggi.

Komunikasi dalam Pemberdayaan Sosial.
            Pemberdayaan sosial (social empowerment) telah menjadi bahan diskusi di berbagai kalangan dengan pemahaman dan pemaknaan yang beragam.  Konsep tersebut lahir dari adanya ketidakberdayaan (disempowerment) yang disebabkan oleh adanya ketimpangan relasi antara yang menguasai dengan yang dikuasai, atau yang berdaya dengan yang tidak berdaya yang lahir dari mekanisme pembangunan yang cenderung searah (top-down).
            Mereka yang dapat dikategorikan ke dalam kelompok tidak berdaya ini meliputi petani kecil, masyarakat kecil, masyarakat adat, serta mereka yang terkooptasi dan termarginalkan oleh kekuasaan mereka yang berdaya.  Akses mereka terhadap pengetahuan, sumber informasi, birokrasi, peraturan atau hukum, dan sumberdaya produktif umumnya sangat terbatas, oleh karena itu mereka perlu diberdayakan agar berdaya.  Pendekatannya dapat dilakukan melalui pemberdayaan.  Kenapa harus pemberdayaan?
            Menurut Chamber (1995) pemberdayaan lebih bersifat “people centred, participatory, empowering, and sustainable”.  Kemudian oleh Friedman (1992) ditegaskan bahwa secara idiologis pemberdayaan merupakan hasil dari dialektika antara konsep “top-down” dengan “bottom-up”, dan antara “growth strategy” dengan “people centred strategy” dan secara praktis lahir dari adanya pertentangan antar otonomi.  Secara teknis pemberdayaan sosial dapat dilakukan melalui tiga sisi, yaitu  :
1.  Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang,
2.  Memperkuat potensi atau daya masyarakat, dan
3.  Melindungi masyarakat (advokasi).
            Proses pemberdayaan tidak akan berjalan kalau tidak ada komunikasi, atau kalau komunikasinya berjalan tidak efektif.  Dijelaskan oleh Bertrand (1972) bahwa komunikasi merupakan proses sosial yang menjadi urat nadi dari perubahan sosial dan kebudayaan.  Lebih jauh Wilkinson (1979) menyatakan bahwa community development merupakan tindakan manusia yang terbuka dan memelihara hubungan komunikasi dan kerjasama di antara kelompok-kelompok lokal (acts by people that open and maintain channels of communication and cooperation among local groups).  Dari perspektif di atas, kemudian muncul pertanyaan, bagaimana agar komunikasi itu efektif? Adakah prasyaratnya?
            Mengacu pada pemikiran Melcote (1991) dalam Sumardjo (1999), tampaknya model komunikasi yang efektif bagi sistem sosial dan tingkat perkembangan budaya masyarakat Indonesia adalah perpaduan antara model komunikasi western dan Budhis.  Dengan berdasarkan pada ciri-ciri model komuniaksi western yang terdiri dari emphasis on communicator, influence a key notion, focus control, emphasis on outward process, relationship between communicator and receiver asymetrical, and stress on intellec.  Dan model Budhis dengan ciri-ciri  :  emphasis on receiver, understanding a key notion, focus on choice, emphasis on both outward and inward process, relationship between communicator and receiver symetrical, and stress on emphaty, maka model komunikasi pembangunan yang memungkinkan lahir dari sintesa kedua model tersebut adalah sebagai berikut  :  konvergensi antara komunikator dan komunikan, pemahaman atas a key notion, perhatian pada pilihan terbaik dan kontrol, memperhatikan outward dan inward process, hubungan sosial diantara komunikator dan komunikan simetris, menekankan adanya intelektual dan empati.

Prasyarat Komunikasi Efektif
            Mengacu pada substansi dasar komunikasi yang dikemukakan oleh Berlo (1960) dan Rogers dan Shoemaker (1984), bahwa faktor-faktor yang menentukan efektivitas komunikasi adalah sebagai berikut :
1. Sumber (Source), yang harus diperhatikan dalam hal ini meliputi ketrampilan berkomunikasi, sikap terhadap diri sendiri, sikap terhadap materi, sikap terhadap pelaku yang lain, pengetahuan tentang partner atau pelaku lain, media komunikasi, metode pendekatan (perorangan, kelompok, massal), informasi dan pengetahuan antara semua pihak yang terlibat dalam komunikasi, dan sistem sosial budaya.
2.  Isi Pesan / Informasi, yang harus diperhatikan terdiri dari  :  kode, kelengkapan pesan, dan pengaturan atau treatment.
3.  Media atau saluran, yang harus diperhatikan terdiri dari :  kesesuaian dengan kebutuhan dan kepentingan semua pelaku, sesuai dengan metode yang digunakan, memungkinkan dikuasai oleh partisipan, dan sebagainya.
            Menurut Somavia (1981), komponen esensial dalam suatu pesan komunikasi yang modern hendaknya mengandung makna sebagai berikut :
  1. mengkomunikasikan sesuatu yang menjadi kebutuhan masyarakat.
  2. komunikasi dalam suatu struktur organisasi mengandung pendelegasian wewenang,
  3. mengandung dasar suatu proses pendidikan, dan
  4. komunikasi dalam tugas (task, penyuluhan, pendampingan) mengandung hak-hak (human rights) dan kewajiban (obligation). 
Artinya komunikator atau media seharusnya mengarah pada suatu kerangka kerja masyarakat dan tanggung jawab hukum, yang merefleksikan konsensus masyarakat, yang disertai wewenang, hak dan kewajiban.  Jika tidak maka akan terjebak pada konsensus dan proses pendidikan semu.
            Hedebro (1982) mengungkapkan bahwa dalam komunikasi modern ada orientasi politik dalam komunikasi pembangunan, yaitu :
  1. setiap orang berhak untuk mendapatkan kebutuhan informasi sesuai dengan konsensus masyarakat yang berlaku,
  2. perlu ada keseimbangan antara pertukaran informasi pada tingkat personal, regional dan nasional,
  3. informasi dari budaya luar perlu diimbangi dengan informasi nasional (lokal dan internal) yang memadai (proporsional),
  4. perlu dimungkinkan untuk terciptanya struktur komunikasi dua arah (two-way) pada setiap level dalam masyarakat,
  5. setiap orang perlu punya kesempatan untuk berkomunikasi sesuai dengan kemampuannya dan ada perhatian terhadap efektivitasnya,
  6. partisipasi individu dalam masyarakat perlu dihargai secara layak (individual privacy),
  7. setiap orang berhak menjadi komunikator untuk mendapatkan kebutuhan dasarnya secara konstitusional.
            Berbicara tentang komunikasi efektif Habermas (1973), menjelaskan bahwa komunikasi merupakan interaksi yang diantarkan secara simbolis, menurut bahasa dan mengikuti norma-norma.  Bahasa harus dapat dimengerti, benar, jujur dan tepat. Keberlakuan norma-norma itu hanya dapat dijamin melalui kesepakatan dan pengakuan bersama bahwa kita terikat olehnya.  Interaksi komunikasi mengembangkan kepribadian orang, melalui internalisasi peran-peran sosial.  Komunikasi yang salah diganjari sangsi.
            Sebelumnya Habermas menjelaskan bahwa di dalam komunikasi itu, para partisipan membuat lawan bicaranya memahami maksudnya dengan berusaha mencapai apa yang disebutnya.  “Klaim-klaim kesahihan (validity claims), yang terdiri dari  : 
  1. Klaim kebenaran ( truth ), ini akan tercapai apabila masing-masing diri kita dapat bersepakat tentang dunia alamiah dan obyektif,
  2. Klaim Ketepatan (raightness), ini akan tercapai kalau sepakat tentang pelaksanaan norma-norma dalam dunia sosial,
  3. Klaim Otentitas atau Kejujuran (sincerety), akan tercapai kalau sepakat tentang kesesuaian antara dunia batiniah dan ekspresi seseorang,
  4. Klaim comprehensibilitas (compreshensibility) akan tercapai jika kita dapat menjelaskan macam-macam klaim itu dan mencapai kesepakatan atasnya.
            Setiap komunikasi yang efektif perlu mencapai klaim-klaim tersebut, dan orang-orang yang mampu berkomunikasi dalam arti menghasilkan klaim-klaim itu, disebutnya memiliki “kompetensi komunikatif”.  Masyarakat komunikatif adalah masyarakat yang melakukan kritik melalui argumentasi.  Klaim-klaim di atas oleh Habermas dipandang sebagai rasional dan akan diterima tanpa paksaan sebagai hasil konsensus.
            Montgomery (1983), menyatakan bahwa faktor penting dalam komunikasi efektif tidak hanya terfokus pada berbicara atau penyampaian pesan yang efektif, tetapi juga mendengarkan yang efektif.  Dalam model komunikasi convergen semua pihak yang terlibat akan melakukan tukar pikiran menuju pemahaman bersama, disini berbicara dan mendengar jelas sama-sama pentingnya.  Inilah sisi penting belajar mendengarkan yang efektif.
            Dalam observasi, cross check, wawancara struktural dan semi struktural dan juga dalam dialog kritis di tengah masyarakat, seorang pemberdaya disamping harus berbicara yang efektif, juga harus mendengarkan secara efektif.  Banyak metode dan teknik untuk berbicara efektif ini, salah satunya dikemukakan oleh Montgomery dapat dilakukan sebagai berikut :
  1. Menunjukkan perhatian kepada pembicara dengan mengarahkan pandangan,
  2. bertanya kepada pembicara tentang apa yang dikatakannya,
  3. menunjukkan perhatian dengan mengajukan pertanyaan tentang perasaan pembicara,
  4. mengulangi beberapa hal yang dikemukakan oleh pembicara,
  5. tidak mendorong atau memaksa pembicara untuk lebih cepat,
  6. bersikap tenang dan emosi terkendali,
  7. memberikan reaksi yang tanggap dengan gerak yang memotivasi dan meningkatkan kepercayaan pembicara,
  8. sangat memberikan perhatian, dan
  9. tidak menyela pembicaraan dan membiarkan pembicara menyelesaikan pokok pikirannya.
            Seperti halnya di dalam hidup, dalam komunikasi pun berbicara dan mendengarkan hendaknya didudukan dalam posisi yang seimbang.  Banyak faktor atau kondisi (moment) yang memungkinkan kapan kita berbicara dan kapan kita mendengarkan secara efektif.  Secara pragmatis konteks-konteks yang menunjuk ke arah itu dapat diilustrasikan dalam tahapan kegiatan di lapangan, seperti :  wawancara, koordinasi, dialog kritis, focus group discusion (fgd), apresiasi dan kegiatan-kegiatan lainnya.

Strategi Komunikasi dalam Pemberdayaan Sosial.
            Seperti halnya dalam perang atau dalam pembangunan, strategi juga diperlukan dalam berkomunikasi.  Tujuannya tentu saja agar komunikasi berjalan efektif.  Middleton, John dan Yvonne Hsu (1981) membuat tahapan-tahapan strategi komunikasi sebagai berikut :
  1. analisis khalayak,
  2. penetapan tujuan,
  3. desain strategis (P, M, S),
  4. menetapkan tujuan manajemen,
  5. merencanakan kegiatan,
  6. menyusun rencana evaluasi.
            Meskipun untuk melakukan tahapan-tahapan di atas dilakukan melalui komunikasi, namun syarat penting lainnya agar komunikasi berjalan efektif adalah memahami secara optimal kondisi sosial, budaya, ekonomi, teknis dan kelembagaan atau PSETK.  Hal-hal penting yang terkandung dalam PSETK yang mendukung efektivitas komunikasi meliputi :
  1. etos komunal (kebiasaan, adat, watak, cara berbuat, dan beberapa arti lainnya yang menunjukkan tentang karakter suatu kelompok atas kelompok lainnya).  Etos adalah masalah tentang baik-buruk, baik-jahat, benar-salah, dan sebagainya.  Etos komunal merupakan karakteristik yang membedakan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.
  2. Karakteristik Masyarakat, termasuk tingkat pendidikan, kemampuan berbahasa, keterbukaan atas media massa, kekosmopolitan, prasyarat dan tingkat partisipasi, jaringan sosial, jaringan kerja, jaringan komunikasi, dan stratifikasi masyarakat.
  3. Permasalahan dan kebutuhan.
  4. Spesifikasi lokasi, termasuk didalamnya adalah kondisi geografis, jenis komoditas yang diusahakan dan modal alami lainnya.
  5. Kelembagaan (institusi) pendukung atau modal sosial lainnya, seperti : ajang-ajang sosial yang tergelar dalam kehidupan komunitas, ruang sosial semi otonom, pengendalian masyarakat, pengawasan sosial, kelompok tani, organisasi sosial dan sebagainya.
  6. Modal ekonomi dan investasi dalam masyarakat.
            Menyinggung masalah modal sosial (social capital), Putnam (1993) menekankan bahwa hubungan organisasi kemasyarakatan secara horizontal atau keberadaam kelompok-kelompok dalam masyarakat (modal sosial) itu sangat penting bagi jalannya proses pembangunan (termasuk efektifitas komunikasi). Seperti halnya Putman, Coleman (1990) dan Knack dan Keefer (1997) juga memandang bahwa aturan formal dan informal, tingkat kepercayaan, dan informal, tingkat kepercayaan, dan kerjasama gotong royong yang membentuk hubungan struktur sosal bermain sebagai kontributor utama dari pengembangan individu atau rganisasi masyarakat tentunya memberikan kontribusi pada semua aspek kehidupan (termasuk efektifitas komunikasi).
            Meskipun pada kenyataannya, social capital sudah banyak yang terdegradasi dari tengah-tengah masyarakat (termasuk dipedesaan), namun bagi seorang pemberdaya (seperti pendamping) berkewajiban untuk mengapresiasikannya (menginternalisasi) kembali. Konsep sperti ini oleh Durkheim, Freud, Cooley, dan Mead dianggap sebagai proses penting dalam kehidupan bermasyarakat. Interlinalisasi disini didefinisikan sebagai upaya  manjadikan atribut kemasyarakatan menjadi atribut anggota masyarakay yang bersangkutan (House, 1981). Untuk mencapai komunikasi yang efektif maka pemberdaya (exs. Pendamping) juga perlu melakukan internalisasi (sosial), artinya menunjuk pada proses yang membuat seseorang menjadi bagian suatu masyarakat (Poloma, 1987), dengan demikian pemberdaya akan lebih mendalami kondisi sosial budaya masyarakat diberdayakan.
            Mengacu pada pemikiran Jurgen Habermas dan Soetarto (1999), untuk mengefektifkan proses pengumpulan data dan analisis khalayak, segi praktis yang dapat dilakukan oleh pemberdaya adalah :
            a)  Pengamatan atas objek-objek visual, seperti : kondisi geografis, fasilitas-fasilitas                 fisik ada, transportasi dan komunikasi ke luar desa, dokumen-dokumen tertulis dan        sebagainya.
            b)  Wawancara pada elit desa, seperti : kades dan jajarannya, para tokoh desa,                          kecamatan dan warga desa lainnya, dan sebagainya.
            Apabila hal-hal tersebut sudah ada ditangan maka model komunikasi apa yang mau digunakan, untuk menggali kearifan lokal, mendisseminasikan dan atau mengapresiasikan suatu inovasi atau motivasi kepada kelompok yang diberdayakan tinggal menyesuaikan. Begitu pun penggunaan teknik, metode, dan media komunikasi yang akan digunakan tinggal menyesuaikannya dengan kondisi riil masyarakat dan lingkungan. Jika tidak maka sudah dipastikan para pendamping akan banyak menghadapi gangguan atau mungkin kegagalan berkomunikasi. Implikasinya mereka akan berperan layaknya robot-robot yang digerakan secara linier (top-down) atau bekerja sendiri secara serampangan hingga terlepas dari people centred (social empowerment).

Penutup
            Komunikasi efektif tidak hanya berbicara yang efektif tetapi juga mendengarkan yang efektif penggunaan media yang efektif, penggunaan simbul yang efektif, penggunaan kondisi atau momen yang efektif, penggunaan pendekatan yang efektif dan faktor penting lainnya.
            Kapan kita berbicara, kapan kita mendengarkan, kapan kita menggunakan media, pendekatan apa yang akan kita digunakan dan sebagainya akan sangat ditentukan oleh What, When, Who, Where, Why, and How.