Kesalahan-Kesalahan Berpikir
Secara umum Intellectual cul de sac itu dibagi atas : fallacy of dramatic instance, fallacy of restrospective determinism, post hoc ergo propter hoc,Fallacy misplaced concritness, argumentum ad verecundiam ,fallacy of composition, dan circular reasoning.
1. Fallacy of Dramatic Instance
Fallacy of dramatic instance berawal dari kecenderungan untuk melakukan overgeneralisasi yaitu menggunakan satu dua kasus untuk mendukung argumen yang bersifat general atau umum . Kerancuan ini banyak terjadi dalam berbagai telaah social . Argumen yang overgeneralized ini biasanya agak sulit untuk dipatahkan.. Karena satu dua kasus rujukan itu seringkali diambil dari pengalaman pribadi seseorang (individual’s personal experience)
Sekarang ini banyak orang
Walhasil, menurut pembantah teori” kemiskinan structural “ ini kalau orang mau tekun dan bekerja keras seperti pengusaha rokok ini , pasti akan menjadi pengusaha besar atau konglomerat . Jelas ini kesalahan dari sebuah contoh dramatis. Pengalaman pribadi yang diovergeneralisasikan kepada kasus-kasus lain yang cakupanya lebih luas..
Kadang-kadang ,overgeneralisasi terjadi pada pemikiran kita saat memandang seseorang, sesuatu atau tempat . Padahal orang itu selalu berubah , sehingga hal yang sama tidak bisa kita terapkan pada orang yang sama terus menerus dan selama-lamanya.. Alfred Korzybski , salah seorang akhli lingustik dan psikiatri, menyebutkan betapa seringnya kita tidak bisa melihat adanya perubahan pada sesuatu.
2. Fallacy of Retrospektive Determinism
Istilah yang panjang ini sebetulnya hanya untuk menjelaskan kebiasaan orang yang menganggap masalah social yang sekarang terjadi sebagai sesuatu yang secara histories memang selalu ada, tidak bisa dihindari merupakan akibat dari sejarah yang cukup panjang . Determinisme selalu saja lebih memperhitungkan masa silam ketimbang masa yang akan datang.
Misalnya ada suatu masalah social yang bernama pelacuran alias prostitusi , sebagian orang mengatakan ; “ mengapa prostitusi harus dilarang ? Sepanjang sejarah pelacuran itu ada dan tidak bisa dibasmi . Oleh karena itu , yang harus kita lakukan bukan lah menghilangkan pelacuran melainkan melokalisasikan agar terhindar dari dampak-dampak yang tidak diinginkan, karena sekali lagi, pelacuran sudah ada sepanjang sejarah.
Dengan demikian , cara berpikir ini selalu mengambil acuan “kembali kebelakang” atau “ historis” . Karena itu kesalahan berpikir ini disebut retrospective (melihat kebelakang} . Determinisme retrospective adalah upaya kembali pada sesuatu yang seakan-akan sudah ditentukan (determined) didalam sejarah yang telah lalu.
Contoh lain adalah perkara kemiskinan. Orang yang berpendirian di atas, akan mengatakan kemiskinan sudah ada sepanjang sejarah. Dari dulu ada orang kaya dan miskin . Mengapa orang sekarang mesti rebut-ribut memberantas kemiskinan . padahal kemiskinan tidak bisa diberantas , sudah ada sejak baheula
3. Post Hoc Ergo Propter Hoc
Istilah ini berasal dari bahasa latin : post artinya sesudah hoc artinya demikian profter artinya disebabkan dan hoc artinya demikian.. Singkatnya : sesudah itu, karena itu , dan oleh sebab itu. Jadi apabila ada suatu peristiwa yang terjadi dalam urutan temporal maka kita mengatakan bahwa yang pertama adalah merupakan sebab dari yang ke dua .
Sebenarnya, banyak dari kita yang cenderung berpikir seperti itu Misalnya, anda menulis surat dengan pulpen tertentu pada seseorang yang anda sangat cintai. Surat itu di terima dan cinta anda terbalas. Pulpen yang sama kemudian Anda gunakan untuk mengerjakan ujian, Anda pun lulus , Anda minta uang pada orang tua melalui surat yang ditulis dengan pulpen itu. Tak lama kemudian orang tua Anda mengirim uang pada Anda. Nanti Anda akan mencintai pulpen itu. “ Ini bukan pulpen sembarang pulpen ! “ kata Anda “ pulpen ini mendatangkan keberuntungan.”
4. Fallacy of Misplaced Concretness
Misplaced berarti salah letak. Concretness artinya kekongkritan. Jadi kesalahan berpikir ini muncul karena kita mengkonkritkan sesuatu yag pada hakekatnya abstrak. Misalnya, mengapa orang Islam secara politik dan ekonomi lemah ? . Mengapa kita tidak bisa menjalankan syariat Islam dengan baik ? . Lalau ada orang yang menjawab : “ kita hancur karena kita berada pada suatu sistem jahiliah. Kita hancur karena ada thaghut atau tiran yang berkuasa.” Tapi sistem jahiliah dan thaghut adalah dua hal yang abstrak. Sehingga jika jawabannya seperti itu, lalu apa yang bisa kita lakukan ? . Kita harus mengubah sistem ! Tetapi, “siapa” sistem itu? Sistem yang abstrak itu kita pandang sebagai sesuatu yang konkrit.
Dalam istilah logika kesalahan seperti diatas itu disebut reification yaitu menganggap real sesuatu yang sebetulnya hanya berada dalam pikiran kita . Misalanya dari mana kita bisa memulai pembenahan kemiskinan structural ?. Kita tidak tahu. Yang jelas kemiskinan disebabkan struktur, titik. Selesai pembicaraan. Oleh sebab itu pemikiran seperti itu kita sebut intellectual cul de sac. Cul de sac , seperti yang telah disebutkan, berarti “jalan buntu”. Termasuk ke dalam kesalahan ini adalah ungkapan; “ ini sudah takdir Allah” dan pembicaran selesai sampai disitu jika kita mengatakan bahwa itu karena takdir Allah.
5. Argumentum ad Vercundiam
Berargumen dengan menggunakan otoritas walaupun otoritas itu tidak relevan atau ambigiu. Kata- kata diatas memang abstrak semua: otoritas , relevan dan ambigiu. Otoritas itu sesuatu atau orang yang sudah diterima kebenaranya secara mutlak. Seperti Al-Qur’an dan Rosulullah.
Ada orang yang menggunakan otoritas untuk membela paham dan kepentingannya sendiri. Ada orang yang hendak membenarkan tindakannya sendiri dengan mengutip Al-Qur’an atau Sunnah Nabi Padahal yang dikutipnya belum tentu relevan dengan masalah yang diperbincangkan. Pasalnya Al-Qur’an dan Sunnah Nabi itu sendiri mengandung pelbagai penafsiran dari kalangan lain yang berbeda paham alias ambigiu.
Jika hendak menggunakan otoritas sebaiknya kita menambahkan frasa “menurut saya” atau “sejauh pemahaman saya” . Mengapa ? . Sebab , seringkali orang pertama memaksa lawan bicara untuk diam, tidak membantah.. Bahkan mengkafirkan yang membantah (dengan alasan membantah Al-Qur’an) .Setelah orang pertama dengan enaknya mengutip ayat dari Al-Qur’an . Padahal, andaipun lawan bicaranya ingin membantah, maka yang dibantah itu bukan Al-Qur’an , melainkan penggunaan otoritas Al-Qur’an yang ditafsirkan seenaknya oleh orang pertama.
6. Fallacy of Composition
Disuatu kampung, alkisah tersebutlah ada seorang pemuda berkreasi mengubah motornya menjadi ojek. Melihat usaha pemuda itu boom ,semua orang akhirnya membeli motor untuk diojek-kan dengan menjual sawah atau tanah dari sisa terakhir kepemilikanya. Akibatnya, lahan kerja ojek menjadi rebutan , maka terjadilah apa yang disebut dengan poverty sharing, , saling berbagi kemiskinan . Semua itu karena dugaan bahwa terapi yang berhasil untuk satu orang pasti juga berhasil untuk semua orang. Inilah yang disebut fallacy of composition .
Ada seorang yang beragama dengan baik. Ia terkenal shaleh dan jadi sarjana yang berhasil. Ia memusatkan perhatian untuk belajar agama sejak kecil sampai ia menjadi ulama . Sikapnya terhadap Islam sangat luar biasa . Ia berjuang untuk Islam dan jadi ulama yang baik. Kesimpulannya, kalu begitu , semua orang harus dicetak menjadi ulama
seperti dia. Padahal repot juga ya . Kalau tidak ada orang miskin kalau semua orang jadi ulama . Siapa yang menjadi pendengarnya ?. Karena ulama biasanya tidak mau mendengar.
Al-Qur’an memperingatkan agar ada segolongan di antara kita mempelajari agama dan tidak ikut berperang. Dengan demikian, seakan-akan Al-Qur’an memperingatkan kepada kita untuk tidak jatuh pada fallacy of composition.
7. Circular Reasoning
Circular Reasoning artinya pemikiran yang berputar-putar; menggunakan konklusi (kesimpulan) untuk mendukung asumsi yang digunakan lagi untuk menuju konklusi semula.
Hal tersebut terjadi ketika seorang mahasiswa mengemukakan sebuah hipotesis “Apabila manajemen diterapkan dengan baik maka program organisasi akan berjalan dengan lancar” ketika ditanya “ Apa buktinya bahwa manajemen itu diterapkan dengan baik” Jawab mahasiswa itu, “Kalau organisasi berjalan lancer Pak “ kemudian ditanya lagi, “ Kalau organisasi bejalan lancar, apa artinya ? Dia menjawab, “ Artinya pengembangan manajemennya diterapkan dengan baik.” inilah contoh circular reasoning. Ini sama saja seperti membuat sebuah hipotesis “ apabila seorang manusia perempuan, maka ia pasti wanita”
MITOS-MITOS SOSIAL
1. Mitos Deviant
Mitos ini berawal dari pandangan bahwa masyarakat itu stabil, statis dan tidak berubah. Kalau terjadi perubahan , maka perubahan itu adalah penyimpangan dari sesuatu yang stabil. Mitos ini berkembang dari teori ilmu social yang disebut structural functionalism ( fungsionalisme structural) . Menurut teori ini, kalau ingin melihat perubahan social, kita harus mau melihat struktur dan fungsi masyarakat. Kemiskinan itu fungsional, punya peran dan berguna. Artinya dalam struktur masyarakat, orang miskin itu punya satu struktur yang sangat penting.
Pertama, orang miskin berfungsi mengerjakan pekerjaan kotor . Kedua orang miskin berfungsi melakukan pekerjaan-pekerjaan berbahaya Ketiga , orang-orang miskin berfungsi memberikan pekerjaan bagi kaum intelektual dengan menggunakan LSM. Sekarang ini kemiskinan menjadi komoditi yang bisa laku keras di pasaran internasional. Kalau tidak ada orang miskin, maka struktur masyarakat akan rusak. Masyarakat tidak akan mencapai titik equilibrium dan akan terjadi disequlibrium.
Jika menggunakan analisis fungsional seperti ini kita akan menjadi anti perubahan dan pro status quo. Kita akan melihat perubahan sebagai penyimpangan dari hal-hal yang sudah seimbang . Masalah pelacuran, misalnya akan dikatakan memiliki fungsi untuk memelihara keluarga supaya para suami tidak mudah berpoligami. Kejahatan juga akan dikatakan mempunyai fungsi . Sebab, jika tidak ada kejahatan apa gunannya polisi ?. Orang ahli maksiat pun akan dibiarkan saja supaya mubalig menjadi contoh orang yang suci. Pada gilirannya, semua disimpulkan mempunyai manfaat. Dari kaca mata analisis fungsionalisme structural ini, perubahan dianggap sebagai fenomena deviant , menyimpang.
Sebagai bantahan terhadap mitos ini, para ilmuan alam mengemukakan bahwa tidak ada yang tidak berubah. Perubahan adalah hukum alam yang niscaya dan paling nyata. Dalam bahasa Alfred N. Whitehead, “ Perubahan itu inheren dalam tabiat segala sesuatu”. Tidak terkecuali masyarakat. Karena itu tidak ada masyarakat yang statis dan tidak berubah. Bahkan, seperti kata Arnold Toynbee, “ Telaah mengenai persoalan manusia sebagai obyek yang bergerak, lebih bermanfaat dan realistis dari upaya menelaah manusia dalam kondisi imajiner yang mandeg”
Yang membedakan suatu masyarakat dengan masyarakat lain hanyalah rate of change atau derajat perubahan. Ada masyarakat yang berubah dengan cepat dan ada yang secara lamban. Seluruh masyarakat itu mengalami perubahan . Oleh sebab itu fungsionalisme structural sering mandul dalam menganalisis dinamika social.
2. MITOS TRAUMA
Mitos ini mengatakan bahwa perubahan menimbulkan krisis emosional dan stress mental. Setiap disintegrasi social selalu menimbulkan disintegrasi individual. Disintegrasi terjadi karena perubahan social yang tidak seimbang.
William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff mempuyai teori yang mereka sebut Cultural lag (kesenjangan budaya). Cultur lag terjadi apabila perubahan pada satu aspek kebudayaan yang lain. Dalam kata-kata Ogbern , “culture lag” terjadi bila satu dari dua jalinan kebudayaan mengalami perubahan sebelum atau dalam drajat yang lebih besar ketimbang yang terjadi pada yang lain, sehingga mengurangi persesuaian (adjustment) yang telah ada antara keduanya.
Sebagai contoh, sebuah perusahaan melengkapi kantornya dengan fasilitas komputer canggih, tetapi pola kerja tetap saja tidak sistemik. Akibatnya, komputer tidak terpakai dan dipasang hanya untuk menunjukan bonafiditas perusahaan. Ini artinya : telah terjadi cultural lag antara perubahan teknologi dan mental
Situasi seperti itu. Menuirut ogbern dan Nimkoff dapat berdampak pada “krisis” setiap perubahan selalu menimbulkan krisis. Oleh sebab itu setiap perubahan social akan mengundang reaksi anggota masyarakat . Reaksi akan menimbulkan masalah-masalah social baru. Masalah social terjadi karena perubahan social.
Mitos ini dibuktikan salah. Oleh beberapa penelitian mutakhir . Argumennya : setiap perubahan, tidak an sich menimbulkan goncangan. Ada perubahan yang disambut gembira. Banyak perubahan yang tidak menimbulkan trauma , malah diharapkan. Perubahan akan ditolak oleh anggota masyarakat .Pertama apabila perubahan diduga/dipersepsi itu mengancam pada basic security (rasa tentram) . Kedua, perubahan itu tidak dipahami dengan baik dan meliputi ketidakpastian. Ketiga, dirasakan ada paksaan terhadapa anggota masyarakat. Keempat, bertabrakan dengan nilai atau norma . Kelima, tidak sesuai dengan kalkulasi rasional atau cost benefit ratio.
Ketika menguraikan ayat : “Kami turunkan pada setiap kaum seseorang yang memberi peringatan, maka selalu saja orang kaya dari kaum itu mengatakan, “Kami kafir dengan apa-apa yang diturunkan Tuhan kepadamu”. Ali Syariati mengatakan bahwa semua orang kaya “kelompok kapitalis” bakal terus menentang segala bentuk perubahan.
Sebaliknya, Murthada Mutahhari mengatakan bahwa penyebab pertentangan perubahan itu bukan saja kelompok kapitalis, tetapi setiap orang atau kelompok yang menganggap perubahan akan mengancam stabilitas dan kemapanan status quo. Jadi inti masalahnya bukan terletak pada kapitalis atau proletarian , singkatnya sesuatu itu ditentang karena diduga mengancam basic security yang kesemua itu tergantung cara bagaimana orang dalam mempersepsi setiap keadaan.
Kesimpulannya , tidak ada masalah atau keadaan yang stressful (menimbulkan stres) di dunia ini. Yang menimbulkan stress di dunia ini adalah diri kita sendiri. Lingkungan tidak menyebabkan stress , kitalah yang mempersepsi lingkungan secara stressful atau penuh tekanan.l
Penutup
Satu hari ,ditengah-tengah padang pasir , Nabi Musa melihat ada orang yang membutuhkan pertolongan . Kemudian datanglah beliau dan mendapatkan seseorang yang sedang membenamkan tubuhnya yang telanjang ke dalam gundukan pasir.
“Ya, Nabi Allah, saya ini orang yang sangat miskin. Sama sekali saya tidak mempunyai baju untuk menutup aurat saya. Karenanya, saya benamkan tubuh ini ke dalam pasir. Doakan mudah-mudahan Tuhan berkenan menolong saya dari krisis moneter yang berkepanjangan ini.
Lalu Nabi Musa berdoa. Karena doa seorang nabi, Tuhan pun mengijabahnya. Orang itu lalu diselamatkan dari gundukan pasir dan kemudian memperoleh keuntungan dan harta yang melimpah.
One month later ….satu bulan kemudian , Nabi Musa datang kesebuah kota. Beliau terkejut menyaksikan banyak orang berkerumun di sekitar penjara sambil berteriak-teriak . Karena ingin tahu apa yang terjadi . Ia masuk kepenjara itu. Ia terkejut untuk yang kedua kalinya. Karena orang yang dipenjara itu ternyata orang yang dia selamatkan dari padang pasir. Lalu Nabi Musa bertanya : “Apa yang terjadi pada orang tersebut?”.
Lalu seseorang menjawab : “Orang ini pekerjaannya setiap hari mabuk-mabukan, bersenang-senang, tidak pernah bekerja. Suatu saat dalam keadaan mabuk., dia membunuh kawannya sendiri. Kerumunan orang ini adalah masa yang marah dan ingin membalas dendam atas perbuatan orang itu.
Kemudian Nabi Musa mengundurkan diri dari tempat tersebut dan mengucapkan ayat suci Al-Qur”an : Sekiranya Allah memberikan rezeki yang luas kepada hamba-hamba-Nya, pastilah mereka berbuat zalim (kerusakan) di bumi ini(Al-Qur’an 42:27).
Setelah menyebutkan ayat Al-Qur’an itu , lalu Nabi Musa mengucapkan dua bait puisi :
Sekiranya kucing-kucing miskin kita beri sayap
Maka kucing itu akan terbang dan akan menghabiskan burung pipit
Peristiwa ini mengajarkan bagaimana perubahan perilaku pada tingkat individual dapat berpengaruh pada perubahan prilaku orang lain. Tidak benar bahwa orang miskin diberi kekayaan akan menjadi baik, juga tidak benar orang kaya kita jarah akan berubah menjadi baik. Semua itu tergantung pada sumber daya manusianya. Peristiwa diatas menggambarkan bagaimana seorang miskin yang diberi kekayaan ternyata tidak bisa mengunakan kekayaan secara baik. Dia berpoya-poya, mabuk-mabukan dan membuat kerusakan lalu akhirnya dipenjara.
Ini mengajarkan kepada kita bahwa “kucing-kucing miskin” jangan dijadikan pejabat. Sebab mereka akan mengabiskan seluruh kekayaan di negeri ini. Namun sungguh malang, di Indonesia kebanyalan pejabat dulunya ‘:kucing-kucing miskin’ ketika mendapat jabatan, rakusnya bukan main seluruh burung pipit dihabiskan. Segala macam kayu pun dihabiskan. Salah kita sendiri mengapa mengangkat kucing-kucing miskin jadi pejabat.! .Wallahu a’lam.