Klasifikasi iklim merupakan usaha manusia untuk membeda-bedakan antara keadaan iklim suatu tempat dengan tempat lainnya di permukaan bumi. Dibagi-bagilah iklim di suatu wilayah, baik wilayah yang sempit (negara) maupun secara global (dunia). Perbedaan dari macam atau kelas iklimnya didsasarkan kepada satu atu beberapa unsur iklim, malah kadang-kadang ditambah dengan karakteristik lainnya seperti vegetasi alami yang muncul di daerah tertentu.
Dengan menggunakan klasifikasi iklim ini orang dapat mengetahui jenis-jenis tanaman yang cocok di suatu tempat, perencanaan perkebunan, peternakan, pola tanam dan segala aspek kegiatan lainnya.
Pembagian iklim ini dituangkan dalam simbol-simbol pada iklim, sehingga dengan mudah orang membedakan dan menggunakannya.
Ada klasifikasi iklim yang meliputi skala dunia yaitu klasifikasi iklim menurut KOPPEN dan klasifikasi iklim menurut THORNTHWAITE.
A. Klasifikasi Iklim Dunia
1. KOPPEN
Koppen membagi iklim dunia ini menjadi 5 zone utama, yaitu :
A. Iklim Hujan Tropis (Tropical Rainy Climate)
B. Iklim Kering (Dry Climate)
C. Iklim Hujan Daerah Sedang (Temperate Rainy Climate)
D. Iklim DIngin (Cold Snow-Forest Climate)
E. Iklim Kutub (Polar Climate)
Selanjutnya, setiap zone iklim utama dibagi-bagi berdasrkan suhu dan curah hujan, variasi musimannya dan pengaruhnya terhadap vegetasi alami. Terbentuklah 11 tipe iklim, seperti tertera pada tabel di bawah ini.
Sebelas daerah iklim utama menurt KOPPEN
Keterangan : f (feucht) = basah, cukup hujan sepanjang musim
w (winter) = musim kering pada “winter”
s (summer) = musim kering pada “summer”.
Ada pembagian yang lebih rinci lagi pada klasifikasi iklim Koppen, yaitu pada zone utama C dan D ada tambahan huruf yaitu :
a = “summer” yang panas
b = “summer” yang hangat
c = “summer” pendek yang dingin
d = “winter” yang sangat dingin (untuk zone D)
Di pegunungan tinggi di daerah lintang pertengahan ditemui zone iklim E (iklim kutub). Simbolnya ETH yaitu iklim tunda karena ketinggian temperaturnya.
Di daerah beriklim kering (BB dan BS) ditambahkan juga simbol tambahan seperti :
h = hot (panas)
k = cool (dingin)
n = frequent fog (Sering terjadi kabut)
Jadi BWn berarti daerah padang pasir dengan sering terjadi kabut.
2. THORNTHWAITE
Dasar klasifikasi iklim menurut Thornthwaite adalah presipitasi, suhu dan pernguapan (evaporasi). Kebutuhan air bagi tanaman bukan hanya tergantung pada jumlah hujan saja tapi berapa air yang hilang karena menguap. Ia menggunakan istila Presipitation Effectiveness (Daya guna presipitasi) nispah P/E menyatakan daya guna presipitasi itu dan disebut juga P-E rasio.
Berdasarkan nila P-E indeks maka Thornthwaite membagi iklim atas 5 daerah kelembaban (humacity province) yakni :
B. KLASIFIKASI IKLIM DI INDONESIA
1. Klasifikasi Iklim MOHR (1933)
Klasifikasi iklim di Indonesia yang didasrakan curah hujan agaknya di ajukan oleh Mohr pada tahun 1933. Klasifikasi iklim ini didasarkan oleh jumlah Bulan Kering (BK) dan jumlah Bulan Basah (BB) yang dihitung sebagai harga rata-rata dalam waktu yang lama.
Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi).
Bulan Kering (BK) : Bulan dengan curah hujan kurang dari 60 mm (jumlah curah hujan lebih kecil dari jumlah penguapan).
Tahap-tahap penentuan kelas iklim menurut Mohr :
1. Ambil data curah hujan bulanan dari jangka waktu lama (30 tahun).
2. Jumlahkan curah hujan pada bulan yang sama selama jangka pengamatan.
3. Cari curah hujan rata-rata bulanan.
4. Dari harga rata-rata curah hujan bulan itu pilih BK dan BB nya.
5. Dari kombinasi BK dan BB itu dapat ditentukan kelas iklimnya.
Klasifikasi Iklim Bohr (1933)
Jadi contoh perhitungan di atas BK=3, BB=6 berarti termasuk kelas iklim III, berarti “daerah dengan masa kering yang sedang”.
2. Klasifikasi ilim Schmidt-Ferguson (1951)
Klasifikasi iklim di Indonesia menurut Schmidt-Ferguson (1951) didasrkan kepada perbandingan Bulan Kering (BK) dan Bulan Basah (BB).
Kriteria BK an BB yang digunakan dalam klasifikasi iklim menurut Schmidt-Ferguson sama dengan kriteria BK dan BB oleh Mohr (1933), namun perbedaan utama yakni dalam cara perhitungan BK dan BB akhir selama jangka waktu data curah hujan itu dihitung.
Bulan Kering : Bulan dengan curah hujan lebih kecil dari 60 mm.
Bulan Basah : Bulan dengan curah hujan lebih besar dari 100 mm.
Bulan Lembab : Bulan dengan curah hujan antara 60-100 mm.
Bulan Lembab (BL) tidak dimasukkan dalam urmus penentuan tipe curah hujan (rainfall type) yang dinyatakan dalam nilai Q (quotient Q).
Dari besarnya nilai Q inilah selanjutnya ditentukan tipe curah hujan suatu tempat atau daerah.
Tahap-tahap cara penentuan tipe curah hujan suatu tempat menurut Schmidt-Fergusom, yaitu :
1. Gunakan data curah hujan dalam jangka waktu 30 tahun.
2. Dari data curah hujan tiap tahun pilih masing –masing BK dan BB nya.
3. Jumlahkan masing-masing BK dan BB seluruh tahun dan hitung harga rata-ratanya.
4. Harga rata-rata BK dan harga rata-rata BB dimasukkan dalam rumus O, yakni :
5. Lihat tabel atau setigita Schmidt-Ferguson yang berisi kisaran nilai O untuk menentukan tiper curah hujannya.
Tabel Schmidt-Ferguson :
Dari tabel 5-F atau segitiga S-F, maka daerah contoh tersebut di atas termasuk tiper curah hujan D (sedang).
Tipe curah hujan Schmdit-Ferguson terdiri dari 8 tiper (8 rainfall types). Tiap-tiap tipe mempunyai perbedaan 1,5 BK. Misalnya : tipe curah hujan A O -1,5 BK (O 0,14), Tipe B mempunyai 1,5-33 BK, tipe C mempunyai 3-4,5 BK dan seterusnya.
Meskipun dengan klasifikasi ini dapat ditentukan sifat suatu daerah mulai dari kering, lembab dan basah, namun belum cukup memberikan informasi lengkap mengenai potensi pertaniannya, karena kriteria BB hanya disasarkan kepada penguapan (evaporasi).
3. Klasifikasi iklim menurut Oldeman (1975)
Klasifikasi iklim menurut Oldeman (1975) disebut juga dengan klasifikasi agroklimat. Peta cuaca pertanian ditampilkan sebagai “peta agroklimat” atau Atroclimatic map. Klasifikasi iklim ini terutama ditujukan kepada komoditi pertanian tanaman makanan utama seprti padi, jagung, kedelai dan tanaman palawija lainnya.
Karena penggunaan air bagi tanaman-tanaman utama merupakan hal yang penting di lahan tadah hujan, maka dnegna data curah hujan dlam jangka lama, peta agroklimat ddidasarkan pada periode kering. Curah hujan melebihi 200 mm sebulan dianggap cukup untuk padi sawah, sedangkan curah hujan paling sedikit 100 mm per bula diperlukan untuk bertanam di lahan kering.
Dasar klasifikasi agroklimat ini ialah kriteria Bulan Basah dan Bulan Kering.
Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan sama atau lebih besar dari 200 mm.
Bulan Kering (BK) : Bulan dengan curah hujan lebih kecil dari 100 mm.
Kriteria penentuan ??? ini didasarkan pada besarnya evapotranspirasi, ???air melalui tanah dan tajuk tanman. Evapotranspirasi dianggap sebagai banyaknya air yang dibutuhkan oleh tanaman.
Dalam klasifikasi agroklimat ini maka pembagian zone agroklimat didsasrkan pada seberan BB berturutan dan kombinasi BB dan BK.
1. Berdasarkan BB
Suatu BB didefinisikan sebagai bulan dengan cukup air utnuk pertanaman padi sawah, yakni paling sedikit 200 mm curah hujannya. Meskipun umur tanaman padai ditentukan oleh varietasnya, periode dengan 5 BB berturutan dianggap optimal untuk satu pertanaman padi sawah. Apabila terdapat periode lebih dari 9 BB berturutan petani dapat bertanam padi 2 kali. Namun bila BB kurang dari 3 bulan berturutan, tanaman padi mengandung resiko gagal kecual ada pengairan.
2. Berdasarkan BB dan BK :
Pembagian Zone agroklimat selanjutnya didasrkan pula pada jumlah BK berturutan. Bulan Kering mempunyai curah hujan kurang dari 100 mm. Bila terdapat kurang dari 2 BK dalam setahun, petani dengan mudah dapat mangatasi kelangkaan air hujan, sebab pada umumnya masih terdapat cukup air dalam tanah untuk kebutuhan air tanaman. Bila terdapat 2-4 BK rencana pola tanam harus hati-hati apabila ingin bertanam sepanjang tahun. Suatu periode 5-6 BK berturutan dianggap terlalu lama bila tidak ada irigasi bagi tanaman. Apabila bila periode kering melebihi 6 bulan, maka kemungkinan gagalnya tanaman makin besar.