Home AD

Thursday, October 24, 2013

Al-Qur’an dan Proses Pendidikan Anak dalam Keluarga



Al-Qur’an adalah sebagai sumber dari segala sumber ilmu pengetahuan yang berguna untuk pedoman bagi manusia terutama bagi keluarga dalam rangka melakukan proses pendidikan anak dalam keluarga. Proses ini memiliki estafet yang berkesinambungan dari generasi ke generasi berikutnya, dengan harapan generasi yang akan datang akan lebih baik dari pada generasi sekarang. 
Bila dirunut secara detail, al-Qur’an tidak mengungkap secara langsung bentuk pendidikan terhadap anak. Maksudnya, ayat-ayat al-Qur’an tidak menggambarkan secara terperinci bagaimana sistem, pola dan mekanisme pendidikan yang efektif diterapkan untuk anak. Sejumlah redaksi al-Qur’an yang ditelusuri ternyata berupa rangkaian indikator yang berkaitan dengan segala sesuatu di seputar proses kelangsungan hidup berkeluarga dalam kaitannya dengan keberadaan anak. Namun demikian sejumlah redaksi al-Qur’an tersebut bisa dipakai sebagai piranti untuk mengkaji perhatian al-Qur’an terhadap pendidikan anak. Misalnya:
1.      Mengandung seruan agar orang tua memerintahkan anak untuk selalu berbuat baik:
Artinya: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS. Lukman [31] : 17-18).

2.      Mengajarkan anak berdikari secara mandiri:
Artinya: “dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. dan adalah Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu. Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat); dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan Hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. dan kamilah yang melakukannya” (Q.S. al-Anbiya’ [21] : 78-79).

3.      Menanamkan sikap adil terhadap anak:
Artinya: “mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya'qub berkata: "Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; Maka kesabaran yang baik Itulah (kesabaranku). dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan" (Q.S. Yusuf [12] : 18).

4.      Mengajari anak beribadah:
Artinya: dan Ibrahim telah Mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam".Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". (Q.S. al-Baqarah [2] : 132-133).

Artinya: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (Q.S. Lukman [31] : 17).

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala” (Q.S. at-Tahrim [66]: 6).

Al-Qur’an menjadi dasar pengajaran serta fondasi bagi semua disiplin ilmu yang diperoleh kemudian. Sebab hal-hal yang diajarkan kepada seorang anak akan mengakar lebih mendalam dan apapun juga. Dalam pelaksanaannya mengajarkan sesuatu kepada seorang anak harus dengan lembut dan santun, bukan dengan kekerasan. Karena hal itu dapat berdampak negatif dan merusak akhlak anak.
Melihat kenyataan yang ada, maka pendidikan terhadap anak mutlak menjadi tanggung bersama untuk menyiapkan generasi yang lebih baik.
Konsep tersebut tidaklah mudah untuk dikerjakan jika sendirian, karena betapapun usaha telah dilakukan faktor utama yang ada pada keluarga masih mendominasi, yaitu faktor emosional. Emosional ini dipengaruhi suasana keluarga. Banyak persoalan-persoalan pribadi yang terjadi karena faktor emosi. Saling mengabaikan meremehkan antara keduanya juga membawa dampak kurang perhatian yang selanjutnya akan menyengsarakan anak-anaknya.
        Oleh karena itu kondisi kehidupan keluarga sangat berpengaruh terhadap kualitas perkembangan anak, sehingga keharmonisan dalam keluarga sangat essensial bagi perkembangan anak didik. Hubungan mesra, gembira dan terbuka antara ayah dan ibu merupakan kondisi yang positif bagi perkembangan sosialitas anak. Hal ini dapat memperlancar pergaulan sosial di masyarakat luas dan mencegah timbulnya kecenderungan anti masyarakat maupun mengucilkan diri dari masyarakat.

No comments:

Post a Comment