Home AD

Wednesday, March 21, 2012

HIJAUAN MAKANAN TERNAK


II
URGENSI MAKANAN HIJAUAN BAGI HEWAN TERNAK.
Makanan hijauan ialah semua bahan makanan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun-daunan.  Termasuk kelompok makanan hijauan ini ialah bangsa rumput (gramineae), leguminose dan hijauan dari tumbuh-tumbuhan lain seperti daun nagka, aur, gamal, daun waru dan lain sebagainya.
            Kelompok makanan hijauan ini biasanya disebut makanan kasar.  Hijauan sebagai bahan makanan ternak bisa diberikan dalam dua macam bentuk, yaitu hijauan segar dan hijauan kering.  Hijauan segar ialah makanan yang berasal dari hijauan yang diberikan dalam bentuk segar.  Termasuk pakan hijauan segar ialah rumput segar, leguminose segar dan silage.  Sedangkan hijauan kering ialah makanan yang berasal dari hijauan yang sengaja dikeringkan (hay) ataupun jerami kering.
            Sebagai makanan ternak, hijauan memegang peranan sangat penting, sebab hijauan mengandung hampir semua zat yang diperlukan hewan ternak, khususnya di Indonesia, bahan makanan hijauan memegang peranan istimewa, karena bahan tersebut diberikan dalam jumlah yang besar.  Kesemuanya ini dapat dibuktikan, bahwa ternak seperti kerbau, sapi, domba dan kambing yang diberi makanan hijauan sebagai bahan makanan tunggal, masih bisa mempertahankan hidupnya, bahkan mampu tumbuh dan berkembang biak dengan baik.
A. Perbedaan Mutu Hijauan Makanan Ternak.
Pada dasarnya perbedaan mutu hijauan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu sifat genetis (pembawaan) dan lingkungan.
1.  Faktor Genetis.
            Telah diketahui bahwa bangsa rumput-rumputan (gramineae) mempunyai sifat genetis atau pembawaan yang berbeda dengan tumbuhan bangsa leguminose.  Rumput memerlukan nitrogen yang diperoleh dari dalam tanah dengan jalan menghisap nitrat atau amonia yang larut dalam air.  Sebaliknya tumbuhan leguminose menambahkan nitrogen ke dalam tanah, karena adanya bekteri-bakteri pada bintil-bintil akar.  Leguminose umumnya kaya akan protein, kalsium dan fosfor bila dibandingkan dengan bangsa gramineae atau hijauan lain.  Sesama bangsa leguminose tidak akan memiliki mutu yang sama, masing-masing memiliki nilai gizi yang berbeda.  Misalnya hijauan daun lamtoro lebih kaya akan unsur protein bila dibandingkan dengan daun turi, demikian selanjutnya.

2.      Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan mempunyai peranan sangat penting.  Mutu yang ada pada setiap jenis hijauan yang diwariskan oleh sifat genetis, hanya mungkin bisa dipertahankan atau ditingkatkan apabila faktor lingkungan seperti keadaan tanah, iklim dan perlakuan  manusia sendiri memadai.
a.  Keadaan tanah atau daerah
     Mutu hijauan makanan ternak pada setiap tempat akan berbeda menurut daerah atau jenis tanahnya.  Hal ini masing-masing dipengaruhi oleh subur tidaknya tanah, kaya tidaknya unsur hara yang terdapat di dalamnya.  Semakin tanah kaya akan unsur hara, maka tanaman hijauan akan semakin menjadi subur, bermutu dan berproduksi tinggi, sebab zat-zat makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan bisa terpenuhi.  Kesuburan tanah dapat dipelihara atau ditingkatkan dengan cara pengelolaan yang baik, termasuk pemberian pupuk hijau, kompos, pupuk kandang dan pupuk buatan.
b.  Pengaruh iklim    
     Indonesia terletak di daerah tropis, sehingga pada garis besarnya tidak begitu banyak dipengaruhi oleh perubahan iklim, seperti halnya di daerah sub-tropis.  Namun demikian, karena luasnya negara kita dan terdiri dari banyak pulau, maka dalam kenyataannya timbul perbedaan-perbedaan kondisi.  Misalnya di daerah pantai dan pegunungan, bagian timur (NTT) lebih kering daripada bagian barat.  Hal ini mengakibatkan pula perbedaan kondisi tanah serata vegetasinya.  Sehubungan dengan keadaan iklim yang berbeda-beda ini dapat dicatat adanya :
-          Iklim yang sangat basah
           Daerah ini kurang baik bagi ternak.  Hijauan yang dihasikan kurang      mengandung protein dan mineral, serta lebih banyak kadar seratnya tetapi bahan keringnya rendah, apalagi bila tanaman ini pemotongannya lambat.
 -    Daerah yang tidak begitu basah
       Di daerah ini terdapat banyak padang rumput yang luas, rumput tumbuh tinggi dan pepohonan kurang.  Daerah semacam ini dikenal sebagai daerah sabana.  Daerah inilah yang baik untuk mengusahakan peternakan.
-          Daerah kering
Daerah yang beriklim kering hanya ditumbuhi oleh rumput pendek-pendek.  Daerah ini dikenal sebagai daerah stepa atau hutan belukar.  Di daerah yang beriklim kering ini matahari bersinar sangat terik, udara kering, cuaca terang, perbedaan suhu dalam sehari sangat menyolok, curah hujan kurang walaupun kadang-kadang terdapat hujan lebat.  Disini ternak sering menghadapi kesulitan mendapatkan makanan dan air.  Di daerah semacam ini usaha ternak akan lebih cocok daripada pertanian khusus, misalnya di Madura dan Nusa Tenggara.  Jika daerahnya kering lebih baik dipiara sapi, atau daerah yang sangat kering kambing masih bisa bertahan.  
            Dengan demikian, secara tidak langsung, iklim dapat pula mempengaruhi kehidupan ternak.  Iklim bisa menentukan jumlah serta mutu bahan makan.  Di daerah basah, tanaman hijauan dewasa cepat menjadi mundur mutunya.  Kadar air hijauan terlalu tinggi, sehingga ternak tidak cukup banyak mencari makanan yang kandungan bahan keringnya tinggi.
c.       Perlakuan manusia (management)
Perlakuan yang dimaksud disini ialah menyangkut pengaturan waktu pemotongan serta cara-cara pengelolaan yang baik dan teratur.
-          Pengaturan waktu pemotongan
Semakin lambat suatu tanaman itu dipotong, kandungan serat kasarnya akan semakin meningkat tinggi.  Sebaliknya nilai gizinya semakin merosot, karena banyak zat makanan yang hilang, atau diubah menjadi buah/biji.
Demikian pula sebaliknya, apabila pemotongannya dilakukan agak awal atau dilakukan dalam interval pemotongan yang pendek, hijauan itu akan selalu dalam keadaan muda.  Hijauan muda kandungan proteinnya cukup tinggi, tetapi kadar airnya juga tinggi, sedang kandungan bahan keringnya rendah.  Oleh karena itu perlu dipikirkan waktu pemotongan (defoliasi) yang optimal, sehingga nilai gizi hijauan tersebut cukup tinggi.
-          Cara pengelolaan yang baik
Semakin teratur cara pengelolaan suatu tanaman akan semakin baik pengaruhnya terhadap pertumbuhan, produksi dan mutu hijauan.  Pengelolaan tanaman hijauan yang dimaksud disini adalah merupakan perlakuan manusia sendiri seperti pemilihan lokasi, pemilihan bibit sebagai bahan penanaman, pengolahan tanah dan penanaman, pemeliharaan, defoliasi dan peremajaan.

B. Kebutuhan Hijauan Makanan Ternak Bagi Setiap Jenis Hewan.
            Kebutuhan hijauan makanan pada setiap jenis hewan berbeda-beda.  Hewan-hewan ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, domba, dan kambing memerlukan jumlah hijauan yang lebih banyak dari pada hewan-hewan seperti babi dan bangsa unggas.  Perbedaan ini terutama terletak pada sistem alat pencernaan yang berlainan.
            Hewan ternak babi dan bangsa unggas memiliki sistem alat pencernaan monogastrik atau perut tunggal, kebutuhan bahan makanan yang berasal dari jenis hijauan sangat terbatas atau sedikit sekali.  Sebab alat pencernaan yang dimiliki oleh jenis hewan tersebut tidak mampu menampung jumlah makanan yang banyak, serta tak mampu mencerna makanan yang kandungan serat kasarnya tinggi.  Sedangkan bahan makanan hijauan tergolong bahan makanan yang kandungan serat kasarnya tinggi sehingga bahan makanan hijauan ini hanya sebagai makanan tambahan saja.
            Hewan ruminansia seperti sapi, kerbau, domba dan kambing memiliki sistem pencernaan yang khas, dimana lambungnya terbagi atas empat bagian, yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum sehingga ternak ruminansia mampu menampung jumlah bahan makanan yang lebih besar dan mampu mencerna bahan makanan yang mengandung serat kasar tinggi.
            Makanan pokok ternak ruminansia adalah hijauan, sedangkan kebutuhan akan makanan penguat hanya untuk tambahan saja.  Jumlah hijauan makanan ternak yang dapat diberikan pada seekor ternak sekitar 10 % dari berat hidup ternak tersebut, sedangkan makanan penguat atau konsentrat cukup diberikan satu persen.
            Ternak sapi perah memerlukan hijauan hampir 80% dari seluruh makanan yang diperlukan, sedangkan domba mendekati 90%.  Tetapi perlu diketahui, ternak ruminansia yang diberi makanan hijauan berasal dari jenis leguminose, tidak boleh diberikan dalam jumlah besar, apalagi jika hijauan leguminose yang akan diberikan masih muda.   Jenis hijauan leguminose hanya dapat diberikan paling banyak dengan perbandingan antara rumput 50% dan leguminose 50%, hal ini karena jika ternak diberi pakan hijauan leguminose dalam jumlah terlalu banyak dapat menyebabkan ternak mudah menderita bloat.

BUDIDAYA AYAM BURAS


A.    Keunggulan
-          Biaya investasi relative kecil
-          Sumber bahan makanan yang memiliki nilai gizi tinggi
-          Menghasilkan limbah (kotoran) yang dapat digunakan sebagai pupuk kandang
-          Bulunya dapat dimanfaatkan sebagai tepung bulu dan kerajinan.

            Kualitas Telur Konsumsi

Jenis Unggas
Protein (%)
Lemak (%)
Karbohidrat (%)
Ayam Ras
12.7
11.3
0.9
Ayam Buras
13.4
10.3
0.9
Itik
13.3
14.5
0.7
Puyuh
13.1
11.1
1.0
      Sumber :  Woodard, et all, 1973  dan Sastry, et all, 1982


B.     Perencanaan Usaha

Sebagai pedoman kemana suatu usaha akan di arahkan, maka rencana yang baik adalah yang rasional dan masih dapat dicapai dengan segala sumber daya yang dimiliki.  Rencana usaha yang baik memuat beberapa hal.

1.  Tujuan Usaha
                        Apakah usaha akan ditujukan untuk menghasilkan : telur konsumsi, telur tetas,  ayam hidup (daging).  Selain tujuan usaha juga harus ditetapkan target khusus, misalnya angka kematian tidak lebih dari 5%

2.  Sasaran Pemasaran Produk.
     Pertama lakukan survei pasar (tradisional, swalayan, pedagang pengumpul, Bandar untuk mengetahui daya serap terhadap produk yang akan dipasarkan karena adalah produk yang mudah rusak dan tidak tahan lama.

3.  Skala Usaha
            Skala Usaha Pemeliharaan, Disamping jumlah pemilikan, semakin besar skala usaha akan semakin beragam produk yang dihasilkan dan dipasarkan.

4.  Identifikasi kelemahan dan Kendala : misal penyakit à peternak harus menjaga dengan ketat kebersihan pakan, peralatan dan kandang puyuh untuk pencegahan dan mengenal cara pengobatan.

5.  Identifikasi Kekuatan Penunjang Kelancaran Usaha.
     Kemampuan modal, pengetahuan beternak, hubungan atau relasi, membaca pasar.  Tujuannya agar peternak tidak mudah putus asa jika mengalami kegagalan.

6.  Evaluasi.
     Lakukan untuk mengukur keberhasilan usaha yang telah dilakukan.  Evaluasi dapat dilakukan setiap minggu(mortalitas, konsumsi pakan, tingkat pertumbuhan, tingkat produktivitas (seleksi)), bulan atau tahun (parameter ekonomi :  perputaran modal, keuntungan)..



C.     Pedoman Teknis Budidaya

  1. Pengenalan bangsa-bangsa ayam buras
  2. Perkandangan : Fungsi, syarat-syarat kandang sehat, macam kandang, pengaturan letak dan peralatan kandang.
  3. Pakan dan air Minum  :  Macam bahan makanan; sumber pakan (beli atau meracik); penyusunan ransum sesuai kebutuhan; jumlah dan cara memberikan pakan; pemberian air minum (sumber air, kualitas air dan pengelolaan air)
  4. Usaha penyediaan dan pengolahan bahan makanan untuk ternak ayam dengan cara sederhana :
-          beternak cacing tanah
-          beternak bekicot
-          Pemanfaatan kodok, keong mas
  1. Pemeliharaan ternak ayam  :  anak ayam, ayam muda dan konsumsi, induk ayam, ayam jantan dan ayam sakit.
  2. Perkembangbiakan dan peningkatan mutu ayam buras  :  mengawinkan, menetaskan telur (pembuatan mesin tetas), grading up ayam buras.
  3. Penyakit ternak ayam  :  pengenalan beberapa penyakit yang berbahaya yang sering menyerang; beberapa tindakan pencegahan dan pengendalian.

BETERNAK PUYUH (QUAIL)


I.  MANFAAT BETERNAK PUYUH (Quail)

a.  Telur Konsumsi

Jenis Unggas
Protein (%)
Lemak (%)
Karbohidrat (%)
Ayam Ras
12.7
11.3
0.9
Ayam Buras
13.4
10.3
0.9
Itik
13.3
14.5
0.7
Puyuh
13.1
11.1
1.0
      Sumber :  Woodard, et all, 1973  dan Sastry, et all, 1982

Keunggulan Lainnya  :
  1. Cepat menghasilkan telur dan produksi cukup tinggi (umur 45 hari sudah mulai bertelur dengan produksi telur/tahun antara 250 – 300 butir).
  2. Masa produksi bisa mencapai umur 18 bulan.



b.  Telur Tetas
            Diupayakan apabila peternak ingin memulai beternak puyuh dari mulai penetasan telur.  Telur tetas artinya telur yang fertil (dibuahi) dengan perbandingan jantan : betina yaitu 1 : 3.  telur tetas ini dapat diusahakan sendiri oleh peternak dari induk yang peternak miliki dengan catatan induk tersebut bukan merupakan satu keturunan/rumpun keluarga (inbreeding).

c.  Daging
            Nilai daging puyuh tidak kalah dibanding ternak unggas lainnya, daging puyuh mengandung 21,1% protein dengan kadar lemak yang rendah, yaitu 7,7%.

d.  Kotoran
            Puyuh termasuk salah satu ternak yang banyak mengeluarkan kotoran, sehingga kotorannya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk dan pakan ternak/konsentrat ternak besar.

e.  Bulu
            Dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak (EM = 3.407 Kkal/kg dan protein kasar 86,5%) dan isi bantal sebagai pengganti kapuk.

f.  Bibit dan Afkir
            Bibit dimanfaatkan untuk dipelihara peternak yang selanjutnya dapat digunakan untuk menghasilkan telur tetas sehingga nantinya dihasilkan puyuh dengan hasil penetasan dari induk peternak sendiri dengan tanpa harus membeli lagi dari peternak lain, bahkan kita dapat menjual DOQ (Days Old Quail) kepada peternak lainnya.
            Afkir puyuh biasanya betina yang sudah berkurang atau tidak berproduksi lagi.  Disamping itu juga pejantan yang tidak digunakan dapat dijual sebagai puyuh afkir setelah usia 4 minggu.  Puyuh afkir ini harganya bervariasi antara Rp 500,-  Rp. 750/ekor.

II.  JENIS-JENIS PUYUH DAN  BIBIT

a.  Cortunix cortunix japonica
Merupakan puyuh yang biasa diternakan peternak selain puyuh albino.  Umumnya berwarna coklat, hitam dan gabungan keduanya (borontok)
 
b.  Puyuh albino (Bob White)
Kelemahan  :  warna putih bersih dengan mata merah menyala mengakibatkan tembus pandang bila ada cahaya yang menyorotinya sehingga pandangannya kurang awas akibatnya pada saat makan/minum akan tampak meraba-raba.
Keunggulan  :  produksi telur lebih tinggi dari puyuh biasa sekitar 75 – 80% serta bisa dijadikan sebagai puyuh hias.
            Dalam pemeliharaannya diusahakan dipisah dari puyuh normal untuk menghindari keusilan puyuh normal tersebut yang suka mematuk mata yang merah menyala karena sangat menarik perhatian mereka. 
            Pembedaan jenis kelamin (sexing) dapat dilakukan pada saat dewasa kelamin (42 hari).  Cara lain yaitu pada waktu umur 3 – 4 minggu dengan melihat warna bulu di sekitar dada.  Betina memiliki bercak abu-abu yang samar, sedangkan yang jantan putih polos.

Pengadaan DOQ
Asal DOQ
Dapat diperoleh dengan cara : 
a.  membeli dari pembibit,
-          langkah paling mudah karena tidak perlu mengatur perkawinan
-          harus tahu sentra-sentra peternakan puyuh
-          harus tahu kualitas DOQ yang baik  :  bulu bersih, lincah, mata bersinar, kloaka bersih, tidak cacat, sudah divaksinasi  
b.  membeli telur puyuh untuk ditetaskan sendiri,
-          pilih telur tetas yang kerabangnya tidak cacat, berat standard 10,5 gram, asal induk yang berkualitas baik.
-          Harus tahu teknik penetasan yang baik
-          Butuh modal untuk membeli mesin tetas.
c.  membeli bibit puyuh  :  Dara à  stress perjalanan dan keguguran


III.  PERENCANAAN USAHA. 
Perencanaan Usaha  :  Sebagai pedoman kemana suatu usaha akan di arahkan, maka rencana yang baik adalah yang rasional dan masih dapat dicapai dengan segala sumber daya yang dimiliki.  Rencana usaha yang baik memuat beberapa hal.
1.  Tujuan Usaha
     Tujuan usaha dibuat dengan mempertimbangkan modal yang dimiliki.  Oleh karena itu tujuan usaha dikelompokkan ke dalam tujuan jangka pendek, menengah dan jangka panjang.  Apakah usaha akan ditujukan untuk menghasilkan : telur konsumsi, telur tetas,  daging puyuh atau untuk menjual DOQ dan puyuh layer.  Selain tujuan usaha juga harus ditetapkan target khusus, misalnya angka kematian DOQ sampai layer tidak lebih dari 5% dan tingkat produktivitas telur tidak kurang dari 60%.
2.  Sasaran Pemasaran Produk.
     Pertama lakukan survei pasar (tradisional, swalayan, pedagang asong, tepung telur (industri) untuk mengetahui daya serap terhadap produk yang akan dipasarkan karena telur adalah produk yang mudah rusak dan tidak tahan lama.
3.  Skala Usaha
     Skala Usaha Pemeliharaan
1.      Skala rumah tangga           :  pemeliharaan  < 250 ekor
2.      Skala usaha kecil               :  pemeliharaan  250 – 2.400 ekor
3.      Skala menengah                :  pemeliharaan 2.400 – 8.000 ekor
4.      Skala besar                        :  pemeliharaan > 8.000 ekor
      Disamping jumlah pemilikan, semakin besar skala usaha akan semakin beragam produk yang dihasilkan dan dipasarkan.
4.  Identifikasi kelemahan dan Kendala : misal penyakit à peternak harus menjaga dengan ketat kebersihan pakan, peralatan dan kandang puyuh untuk pencegahan dan mengenal cara pengobatan.
5.  Identifikasi Kekuatan Penunjang Kelancaran Usaha.
     Kemampuan modal, pengetahuan beternak puyuh, hubungan atau relasi, membaca pasar.  Tujuannya agar peternak tidak mudah putus asa jika mengalami kegagalan.
6.  Evaluasi.
     Lakukan untuk mengukur keberhasilan usaha yang telah dilakukan.  Evaluasi dapat dilakukan setiap minggu(mortalitas DOQ, konsumsi pakan, tingkat pertumbuhan, tingkat produktivitas), bulan atau tahun (parameter ekonomi :  perputaran modal, keuntungan)..


IV.  PERKANDANGAN

a.  Kandang Starter
Berkisar umur 1 – 21 hari. Pada kandang ini memerlukan adanya pemanas buatan atau indukan (brooder).  Luas kandang yang dibutuhkan adalah per m2 untuk 100 ekor untuk puyuh yang berumur 1 – 10 hari, dan 60 ekor untuk puyuh umur 11 – 20 hari

b.  Kandang Grower
Puyuh lepas listrik (pemanas) mulai dipindahkan ke kandang grower yang biasanya kandang unit yang bertingkat.  Umur 20 – 45 hari luas kandang 50 ekor/m2.  Pada umur tersebut dapat dilakukan sexing dan untuk puyuh pedaging dapat dibesarkan hingga umur 35 hari.

c.  Kandang Layer
Diperuntukkan bagi puyuh yang mulai berproduksi yaitu sekitar umur 45 hari ( 6 – 7 minggu) sampai dengan masa afkir.  Pada dasarnya kandang layer masih merupakan kandang grower juga, jadi tidak perlu dipindahkan hanya tinggal mengurangi atau menyesuaikan tingkat kepadatannya saja.

Catatan :
Jarak antar kandang susun  :

V.  PAKAN
Sumber Pakan  :          a.  Beli jadi / siap pakai
                                    b.  Meracik sendiri.

Berdasarkan kebutuhan pakan, ada 2 fase pemeliharaan puyuh  :
1.  Fase pertumbuhan
     a.  Starter   ( 0 – 3 minggu )  :  butuh protein 25% ;  EM 2.900 Kkal/kg
     b.  Grower ( 3 – 5 minggu )  :  butuh protein 20%  ; EM 2.600 Kkal/kg

2.  Fase Produksi, usia lebih dari 5 minggu :  butuh protein 18 – 20% ; EM 2.500 Kkak/kg
Rata-rata kebutuhan ransum puyuh yang sedang berproduksi per ekor per hari adalah 20 gram atau 0,02 kg.  Cara pemberiannya bisa dilakukan  1 kali (pagi) maupun 2 kali pemberian (pagi dan sore).  Sebagai patokan umum dapat dilihat jumlah ransum yang dibutuhkan berdasarkan tingkatan umur puyuh :
 
Umur Puyuh
(Minggu)
Jumlah Ransum Yang Diberikan
(gr/ekor/hari)
1hari – 1 minggu
2 (3)
1 – 2
4 (6)
2 – 4
8 (10)
4 – 5
12 (17)
5 – 6
15 (20)
> 6
19 (20)
               Sumber :  Gema Penyuluhan Pertanian, 1984.

VI.  PENETASAN

Pelaksanaan ( selama + 17 – 19 hari)
  1. Mesin tetas terlebih dahulu harus difumigasi dengan desinfektan
  2. Ruang mesin tetas harus stabil pada suhu 39,50C
  3. Telur di dalam mesin tetas dibiarkan tanpa dibolak balik sampai hari ke-3
  4. Hari ke-4 telur dibolak balik hingga hari ke-14 selama 2 kali sehari
  5. Hari ke-15 hingga menetas tidak perlu dilakukan pembalikan

VII.  PENYAKIT
Penyakit yang umumnya menyerang puyuh adalah tetelo/ND dan Snot, disamping penyakit puyuh yang lainnya.

VIII.  ANALISIS USAHA TERNAK PUYUH (SECARA SEDERHANA) PER 500 EKOR

A.  Modal Investasi  :
      a.  Kandang unit 5 buah @ Rp. 100.000,-                        =  Rp.     500.000,-
      b.  Bibit puyuh siap telur 500 ekor @ Rp. 5.000,-           =  Rp.  2.500.000,-
                                                Total                                       =  Rp.  3.000.000,-

B.  Pengeluaran per Bulan  :
      a.  Pakan  0,02 kg x Rp. 1.500,- x 500 ekor x 30 hari      =  Rp.      450.000,-
      b.  Vitamin + obat-obatan  Rp. 25.000,-                           =  Rp.        25.000,-
                                                Total                                        =  Rp.      475.000,-

C.  Pemasukan per Bulan
      Asumsi produksi telur 75% x 500 ekor  =  375 butir/hari
      Asumsi harga jual Rp. 80,-/butir
      Penghasilan per bulan adalah (bruto)  375 x Rp. 80,- x 30 hari  =  Rp. 900.000
      Penghasilan Netto / bulan  :  C – B =  Rp. 900.000,- - Rp 475.000  =  Rp. 425.000

      Asumsi kematian sampai afkir 20% (kematian 100 ekor)
      Asumsi harga puyuh afkir  Rp. 750,-/ekor
      Hasil penjualan puyuh afkir di akhir tahun 400 ekor x Rp 750  = Rp. 300.000,-
      (Merupakan hasil tambahan atau tabungan).