Bahan organik: mencakup semua bahan yang berasal dari
jaringan tanaman dan hewan, baik yang hidup maupun yang telah mati, pada
berbagai tahanan (stage) dekomposisi (Millar, 1955). Bahan organik tanah: lebih
mengacu pada bahan (sisa jaringan tanaman/hewan) yang telah mengalami
perombakan/dekomposisi baik sebagian/seluruhnya, yang telah mengalami
humifikasi maupun yang belum. Kononova (1966) dan Schnitzer
(1978) membagi bahan organic tanah menjadi 2 kelompok, yakni: bahan yang telah
terhumifikasi, yang disebut sebagai bahan humik (humic substances) dan bahan yang
tidak terhumifikasi, yang disebut sebagai bahan bukan humik (non-humic
substances)
Kelompok pertama lebih
dikenal sebagai “humus” yang merupakan hasil akhir proses dekomposisi bahan
organic bersifat stabil dan tahan terhadap proses bio-degradasi (Tan, 1982). Terdiri atas fraksi asam humat, asam
fulfat dan humin. Humus menyusun 90% bagian
bahan organik tanah (Thompson & Troeh, 1978)
Kelompok kedua meliputi senyawa-senyawa organik seperti
karbohidrat, asam amino, peptida, lemak, lilin, lignin, asam nukleat, protein.
Bahan organik tanah berada pada kondisi yang
dinamik sebagai akibat adanya mikroorganisme tanah yang memanfaatkannya sebagai sumber
energi dan karbon. Kandungan bahan organik tanah terutama ditentukan
oleh kesetimbangan antara laju pelonggokan dengan laju dekomposisinya (Pal
& Clark, 1989). Kandungan bahan organik tanah sangat beragam,
berkisar antara 0,5% - 5,0% pada tanah-tanah mineral atau bahkan sampai 100%
pada tanah organik (Histosol) (Bohn, 1979).
Faktor yang pengaruhi kandungan Bahan Organik tanah adalah: iklim,
vegetasi, topografi, waktu, bahan induk dan pertanaman (cropping). Sebaran vegetasi berkaitan erat dengan pola
tertentu dari temperatur dan curah hujan. Pada wilayah yang g CH rendah, maka vegetasi juga
jarang sehingga akumulasi Bahan Organik juga rendah. Pada wilayah yang temperatur dingin, maka kegiatan
mikroroganisme juga rendah sehingga proses dekomposisi lambat.
Apabila terjadi laju pelonggokan bahan organik
melampaui laju dekomposisinya, terutama pada daerah dengan kondisi jenuh air
dan suhu rendah, maka kandungan bahan organik akan meningkat dengan tingkat
dekomposisi yang rendahCiri dan kandungan bahan organik tanah merupakan
ciri penting suatu tanah, karena Bahan Organik tanah mempengaruhi sifat-sifat
tanah melalui berbagai cara.
Hasil perombakan bahan organik mampu mempercepat
proses pelapukan bahan-bahan mineral tanah; agihan (distribution) bahan organik
di dalam tanah berpengaruh terhadap pemilahan (differentiation) horison. Proses perombakan bahan organik merupakan
mekanisme awal yang selanjutnya
menentukan fungsi dan peran bahan organik tersebut di dalam tanah.
Stevenson (1982) menyajikan
proses dekomposisi Bahan Organik dengan urutan sbb:
1. Fase perombakan bahan organik segar. Proses ini
akan merubah ukuran bahan menjadi lebih kecil.
2. Fase perombakan lanjutan, yang melibatkan kegiatam enzim
mikroorganisme tanah. Fase ini dibagi lagi menjadi beberapa tahapan:
a. tahapan awal: dicirikan oleh kehilangan secara cepat bahan-bahan yang g mudah
terdekomposisi sebagai akibat pemanfaatan Bahan Organik sebagai sumber karbon
dan energi oleh mikroorganisme tanah, terutama bakteri. Dihasilkan sejumlah
senyawa sampingan (by products) seperti: NH3, H2S, CO2,
asam organik dll.
b. Tahapn tengah: terbentuk senyawa
organik tengahan/antara (intermediate products) dan biomasa baru sel organisme)
c. Tahapan akhir: dicirikan oleh
terjadinya dekomposisi secara berangsur bagian jaringan tanaman/hewan yang lebih
resisten (misal: lignin). Peran fungi dan Actinomycetes pd tahapan ini sangat
dominan
3. Fase perombakan dan sintesis ulang senyawa2
organik (humifikasi) yang akan membentuk humus.