Pada penyerapan aktif dibutuhkan
sejumlah energi respirasi (berupa ADP, NAD+dan NADP+)
untuk pelaksanaannya, maka faktor-faktor yang memperngaruhi proses respirasi
secara tidak langsung juga akan memengarugi proses penyerapan hara.
Faktor-faktor ini meliputi ketersediaan substrat untuk respirasi, temperatur
dan oksigen.
- Substrat merupakan bahan yang akan diurai menjadi senyawa sederhana melalui serangkaian reaksi respirasi, meliputi pati, fruktan dan gula. Oleh karena itu jika ketersediaan substrat ini rendah, laju respirasi juga rendah, sehingga energi kimiawi yang dihasilkan dari penguraian bahan-bahan ini juga rendah. Pada kondisi starvasi (defisiensi bahan cadangan nutrisi) sangat parah, protein juga akan dioksidasi menjadi asam-asam amino penyusunnya. Karena unsur N merupakan penyusun utama protein, gejala defisiensi N yang ditandai menguningnya dedaunan tua merupakan konsekuensi adanya oksidasi protein dan senyawa mengandung N pada kloroplast.
- Nilai Q10 untuk respirasi pada temperatur 50-2500C adalah 2,0-2,5 yang berarti laju respirasi pada kisaran temperatur ini akan meningkat 2,0-2,5 kali lipat utnuk setiap kenaikan temperatur sebesar 1000C. Jika temperatur sebesar 3500C, laju respirasi tetap meningkat tetapi dengan nili Q10 yang lebih rendah sebagai konsekuensi adanya penetrasi oksigen melalui kutikula atau peridermis yang lebih rendah dari kebutuhan. Pada temperatur yang lebih tinggi lagi (sekitar 4000C), laju respirasi mulai menurun sebagai konsekuensi sebagian enzim-enzim yang terlibat mulai menderita denaturasi.
- Ketersediaan oksigen memengaruhi laju respirasi tetapi dengan efek yang bervariasi baik antar spesies maupun antar organ tanaman. Fluktuasioksigen di atmosfer maupun pada tanah-tanah yang poreus (beraerasi baik) tidak akan memengaruhi laju respirasi karena kelimpahannya. Mitokondria tetap berfungsi normal pada kadar oksigen serendah 0,05%, padahal di udara tersedia 21%, karena tingginya afinitas sitokrom oksidase terhadap oksigen. Fluktuasi oksigen mulai berpengaruh terhadap respirasi akar pada tanah-tanah yang beraerasi buruk, baik akibat bertekstur liat, pemadatan tanah batas akibat jenuh air, sehingga ketersediaan oksigen terbatas akibat laju diffusi oksigen dalam air yang jauh lebih lambat dari udara.
Pengaruh pemadatan terhadap
penyerapan hara yang dikaitkan dengan terhambatnya respirasi bersifat spesifik,
lawton menyimpulkan bahwa laju penurunan serapan K lebih besar dibanding laju
penurunan serapan P atau N. Pada jagung, pengaruh minimal hanya terhadap
serapan Ca .
Disamping laju respirasi, penyerapan
hara ditentukan oleh jumlah dan ketersediaan hara dalam tanah, serta intensitas
dan ekstensitas sistem perakaran tanaman yang terkait dengan taraf dan laju
pertumbuhan tetanaman. Demikian juga dengan intensitas dan ekstensitas
interaksi akar –mikroorganisme tanah. Adanya simbiosis fungi ektodan /atau
endo-mikoriza-akar, lewat pembentukan pipa eksternal yang berfungsi sebagai
bulu-bulu akar dan enzim ekstraseluler fosfatase,
sangat membantu tanaman dalam penyerapan unsur-unsur hara terutama P. Demikian
juga, jika ada fiksasi N-simbiotik (seperti Azospirillum
brasiliense) terhadap penyerapan N.
No comments:
Post a Comment