Home AD

Thursday, April 14, 2016

KESEIMBANGAN AIR DALAM TANAMAN (Bagian I)

Potensi air di atmosfer umunya lebih rendah daripada potensi air dalam tanah. Perbedaan potensi air ini menimbulkan daya dorong terhadap translokasi air dari larutan tanah, melewati tanaman ke atmosfer. Umumnya potensi air pada daun tidak terlalu lebih rendah daripada dalam tanah. Perbedaan yang besar terjadi antara lapisan permukaan daun dan kantong stomata dengan atmosfer di permukaan daun. Kecepatan transfer air melintas permukaan daun-atmosfer secara proporsional ditentukan oleh perbedaan tekanan uap di antara keduanya.
Tanah-tanaman-atmosfer merupakan rangkaian penting dalam penyediaan air bagi jaringan dan organ tanaman. Sepanjang aliran air dari tanah-tanaman atmosfer, air mengalami sejumlah hambatan. Ada tiga tahap penting dalam translokasi air-tanaman-atmosfer : transport sentripetal dari larutan tanah melewati jaringan kortek akar menuju pembuluh xylem, transport vertikal dari akar menuju daun dan pembebasan air dalam bentuk uap air di permukaan tanaman / daun.

Penyerapan Air
Untuk dapat memahami penyerapan air oleh akar tanaman perlu di perhatikan penampang melintang dari akar.

 


 Gambar penampang melintang akar






Pada gambar tampak bahwa akar tersusun atas sel epidermis, sel korteks, sel endodermis dan silinder pusat yang terdapat pembuluh xylem dan floem. Sel endodermis yang memisahkan antara korteks dengan silinder pusat (stele) dicirikan oleh adanya penebalan (lapisan suberin) ke arah radial ataupun transversal dari sel endodermis ini yang dikenal sebagai pita kaspari yang tersusun atas lemak dan lignin yang sangat resisten terhadap transportasi air dan bahan terlarut. Pada bagian tertentu sel perisikel menerobos endodermis yang selanjutnya akan berkembang membentuk akar lateral. Sel perisikel ini dapat berfungsi sebagai sel peresap yang dapat dilewati air dan bahan terlarut.

Transport air dalam jaringan akar dibedakan antara apoplas yang melewati ruang antar sel dan simplas yang melalui sel ke sel lewat plasmodesmata. Seluruh bagian dari dinding sel umumnya terbuka untuk aliran air dan bahan terlarut secara apoplas yang berkaitan dengan adanya ruang bebas (free space). Ruang bebas/pori yang terdapat dalam dinding sel ini disebut sebagai Apparent Free Space (AFS) yang terdiri dari Water Free Space (WFS) merupakan ruang bebas yang dapat diisi air dan ion dan Donnan Free Space di mana berlangsung pertukaran kation dan penolakan terhadap anion.





 






Gambar aliran air secara simplas dan apoplas

Apoplas pada korteks akar berhubungan langsung dengan medium tanah dan meningkat besarnya oleh adanya sejumlah rambut akar dan sel-sel yang relatif besar dengan sejumlah ruang antar sel.
Penyerapan air dari medium tanah ke dalam korteks utamanya oleh daya kapileritas dan osmosis. Daya kapileritas ditimbulkan oleh adanya lubang-lubang halus (pori) dan kanal pada dinding sel. Selanjutnya sebagian air di rongga diikat sangat kuat dan berakibat pada potensi air yang rendah. Rendahnya potensi air ini dengan maksud air dapat ditahan dengan kuat. Hal ini berakibat bahwa ruang bebas pada jaringan akar tersebut nampak sangat resisten terhadap air.
Air dapat diserap dari pori di atas ke dalam sitoplasma melalui cara osmosis melintasi membran semipermeabel. Potensi osmosis dalam sitoplasma tergantung pada metabolisme. Proses-proses seperti penyerapan ion secara aktif, sinteisis asam organik dan sintesis gula akan menurunkan potensi osmosis (air) dalam sel dan berakibat meningkatkan penyerapan air.
Penyerapan air berkaitan dengan metabolisme dan faktor lain yang berpengaruh pada metabolisme sebagai pengaruh tidak langsung. Rendahnya suhu, kurangnya oksigen dan senyawa toksik akan menekan penyerapan air, karena akan mengganggu metabolisme. Demikian halnya aliran air antara vakuola dan sitoplasma dikendalikan oleh perbedaan potensi air.

KARBON DALAM TANAH PERTANIAN



1.   Sejarah Kehilangan Karbon
Tanah merupakan pol karbon yang penting didunia yang meliputi 1.500-2.000 Pg (1Pg = petagram = 1 milyar ton) dan 800-1.000 Pg sebagai inorganik tanah dalam bentuk karbonat (Eswaran et al, 1993). Kandungan karbon organik tanah umumnya tinggi dalam tanah alami di bawah vegetasi rumput atau hutan. Konversi hutan dan padang rumput menjadi areal budidaya tanaman dan peternakan mengakibatkan hilangnya karbon organik tanah. Lahan padang rumput dan hutan mengalami kehilangan karbon organik tanah 20-50% kandungan awalnya setelah diolah selama 40-50 tahun. Kehilangan karbon organik tanah masa lalu sering berkaitan dengan tingkat produksi yang rendah, pengolahan tanah yang intensif, penggunaan pupuk dan amelioran organik yang kurang memadai dan kurangnya perlindungan tanah dari erosi dan proses degradasi lahan yang lain (Cole et al   , 1993 dan Lal, 1995).
Perkiraan kehilangan karbon organik tanah pada masa lalu dari lahan pertanian di dunia (crop lands) berkisar dari 41 Pg (Houghton and Skole, 1990) hingga 55 Pg (Cole, 1996). Perkiraan kehilangan karbon organiK tanah di atas menjadi level acuan (reverence level) terhadap potensial tingkat pemulihan atau penyerapan karbon kembali oleh tanah pada lahan pertanian dengan perbaikan pengelolaan. Dengan asumsi penyerapan kembali 50% dari kehilangan karbon organik pada masa lampau, potensial penyerapan kembali tanah pertanian di dunia dalam 50-100 tahun mungkin  pada tingkat 20-30 Pg (Cole, 1996). Jumlah tersebut sama dengan 7-11% emisi dari pembakaran bahan bakar fosil pada tahun 1990 selama 50 tahun.
2.   Kecepatan Perubahan Karbon Tanah
Sebagian besar kehilangan karbon dari tanah pertanian terjadi selama dekade awal setelah pengolahan tanah. Dengan waktu, kecepatan kehilangan karbon menurun sejalan dengan semakin menurunnya pol karbon yang mudah terdekomposisi dan adanya perbaikan secara berangsur pengelolaan lahan. Sebagai konsekuensinya, sebagian besar tanah pertanian sekarang hampir hampir netral dalam kaitannya dengan emisi atau penyerap karbon. Berdasarkan simulasi komputer (Smith et al, 1997) menghasilkan bahwa kehilangan karbon organik dari tanah pertanian di Kanada rata-rata hanya 40 kg/ha/th pada tahun 1990 dan rata-rata kehilangan tersebut terus turun. Evaluasi terhadap kehilangan karbon telah berkurang dan tanah sekarang sudah mulai mengakumulasi karbon kembali. Penemuan ini dan dengan analisis tanah langsung dari peneliti lain, memberikan gambaran potensial untuk mencapai kembali tingkat kandungan karbon masa lalu yaitu transformasi tanah dari penghasil menjadi penyerap untuk CO2 atmosfer.
Praktek Pengelolaan (per unit area)
Kelayakan *)
Relatif perolehan karbon
Lahan pertanian


-Adopsi minimum/tanpa olah tanah
T
S (areal luas)
-Perbaikan nutrisi tanaman dan peningkatan produksi
T
R
-Rotasi dengan tanaman pakan ternak.
S
S
-Perbaikan varietas
H
S
-Amandemen bahan organik
S
S
-Irigasi
R
T
Lahan yang divegetasikan kembali


-Rumput tahunan
R
T
-Vegetasi penutup tanah
T
T
-diubah ke woodland
R
T
Padang gembalaan


-Perbaikan cara gembalaan
S
S
-Aplikasi pupuk
T
S
-Penggunaan spesies/varietas unggul
S
S
-Irigasi
R
S
Lahan terdegradasi


-Diubah ke vegetasi awal
S
T
-Ditanami fast growing crop
S
T
-Aplikasi pupuk
T
S
-Aplikasi amandemen pupuk organik
S
T
-Drainase/pencucian tanah salin
R
R
Keterangan : T = Tinggi, S = Sedang, R = Rendah
  
3.   Intensifikasi Sistem Pertanaman
Banyak sistem pertanaman diintensifkan untuk meningkatkan aktivitas fotosintesis. Penggunaan tanaman penutup tanah rumput-rumputan, semak dan terutama pohon-pohonan dapat meningkatkan karbon tanah karena tanaman tersebut meningkatkan periode pertumbuhan aktif dan menghasilkan proporsi yang lebih besar karbon dalam tanah (Paustian et al, 1997a). Intensifikasi sistem pertanaman tidak hanya meningkatkan jumlah karbon yang masuk ke dalam tanah, tetapi juga menekan laju dekomposisi melalui pendinginan akibat penaungan.
4.   Aplikasi Tindakan Agronomi
Aplikasi pemupukan dan pemberian amelioran bahan organik meningkatkan penyerapan karbon dengan peningkatan produksi dan jumlah residu yang dikembalikan ke dalam tanah (Paustian et al, 1976b). Tindakan agronomi yang lain mampu meningkatkan produksi termasuk perbaikan varietas tanaman, pengendalian hama yang lebih baik, cara pemberian pupuk yang lebih efisien, dan perbaikan pengelolaan air dapat meningkatkan karbon tanah dengan menyediakan jumlah residu yang lebih besar yang dapat dikembalikan ke dalam tanah.
5.   Revegetasi Lahan
Yaitu melalui rotasi penggembalaan dan penggunaan pupuk, irigasi dan penggunaan benih dari spesies yang unggul.
6.   Peningkatan Karbon pada Lahan Terdegradasi
Problem degradasi tanah dan lingkungan umumnya lebih parah di daerah tropis daripada temperate, di daerah kering daripada daerah basah, dan iklim panas daripada dingin. Diperkirakan diseluruh dunia tanah terdegradasi sekitar 2 milyar hektar dan 75% berada di daerah tropis (Oldeman, 1994). Degradasi tanah dapat disebabkan oleh banyak proses, termasuk erosi tanah yang dipercepat, salinisasi, kerusakan karena pertambangan dan aktivitas perkotaan, penggembalaan berlebih dan kontaminasi dari polutan industri (Lal, 1997).
Perbaikan terhadap lahan terdegradasi meliputi penanaman dengan vegetasi asal, penanaman tanaman penutup tanah yang cepat tumbuh, penggunaan pupuk organik dan anorganik. Apabila bahan organik tanah keadaannya telah mengalami penurunan yang sangat drastis, sedangkan kemampuan tanah untuk mengikat bahan organik masih berfungsi maka perbaikan dengan peningkatan bahan organik tanah. Tingkat penyerapan karbon melalui restorasi tanah sangat ditentukan oleh sifat-sifat tanah, metode restorasi yang dilakukan, karakteristik eko-regional, dan pol karbon organik awal di bawah kondisi alaminya.