Di antara upaya
menyingkirkan sebab-sebab yang mendatangkan kegelisahan dan meraih sebab–sebab
yang mendatangkan kebahagiaan adalah melupakan berbagai kesulitan yang telah
berlalu yang tidak dapat ditolak. Kita harus memahami bahwa menyibukkan diri
dengan memikirkan hal tersebut merupakan perbuatan orang bodoh dan sia-sia.
Oleh karena itu kita harus berusaha memalingkan hati kita untuk tidak memusatkan
pikiran terhadap masalah tersebut dan agar tidak khawatir terhadap masa
depan kita dari dugaan kefakiran dan ketakutan atau kesulitan-kesulitan lain yang kita bayangkan. Kita juga memahami bahwa kehidupan masa depan tidak ada yang mengetahui,
apakah kita akan mengalami kebaikan atau keburukan, terpenuhinya harapan atau
kepedihan. Karena sesungguhnya semua itu berada di tangan Allah Yang Maha Perkasa dan
Bijaksana, manusia tidak berwenang sedikitpun di dalamnya kecuali berusaha
untuk mendapatkan kebaikan masa depannya dan menghindari segala sesuatu yang
membahayakan. Seseorang yang mengetahui
bahwa ketenangan dapat diraih jika kita menyingkirkan pikiran kita dari
kekhawatiran terhadap masa depan, kemudian bertawakkal kepada Allah dengan
memperbaiki nasib kehidupannya, maka hati kita akan tenang, kondisinya akan
membaik serta rasa gundah dan kekhawatiran dalam hatinya akan hilang.
Everything about science, technology and Information
Home AD
Tuesday, March 11, 2014
Thursday, October 24, 2013
Kenakalan Anak-Anak
Untuk
menentukan apakah seorang anak itu nakal atau tidak, berbeda-beda pendapat
orang. Ada yang menyangka bahwa anak yang keras kepala, tidak mau patuh kepada
orang tua, sering mencuri, melakukan hal-hal yang terlarang, malas sekolah,
tidak mau belajar dan sebagainya, adalah nakal.
Betapapun
juga pendapat orang tentang kenakalan anak-anak itu, namun kita dapat merasakan
betapa tertariknya orang tua, guru-guru, para pendidik dan orang-orang yang
bekerja di bidang sosial dan agama, kepada persoalan-persoalan tersebut.
Kenakalan anak-anak terdapat dalam tiap-tiap masyarakat, hanya yang berbeda
adalah meluas atau tidaknya hal itu di kalangan anak-anak. Di negara kita
persoalan ini juga sangat menarik perhatian, kita sering mendengar anak-anak
belasan tahun berbuat jahat, mengganggu ketentraman umum, misalnya; mencuri,
menodong, minum-minuman keras, berkelahi, ngebut, main wanita dan sebagainya.
Persoalan itu
perlu ditanggapi dengan baik agar dapat diselamatkan anak-anak dari
berlarut-larut dalam kenakalan, serta menjaga masyarakat supaya terhindar dari
gangguan-gangguannya. Di samping itu agar dapat dicegah/dihindarkan anak-anak
yang belum nakal dari kenakalan itu.
Namun
demikian, tentu masih tetap ada pendapat umum tentang kenakalan anak-anak itu.
Ada kelakuan dan kebiasan tertentu yang dipandang sebagai kelakuan yang
digolongkan kepada kenakalan, misalnya mencuri, merampok, menodong, membunuh,
melanggar kehormatan dan sebagainya. Dan yang oleh hukum dipandang sebagai
suatu tindak pidana yang harus dihukum, jika yang melakukan tindak pidana
tersebut anak-anak yang belum dewasa, dipandang sebagai perbuatan nakal atau
kenakalan.
Menurut Zakiah Daradjat kenakalan
anak-anak bila ditinjau dari segi ilmu jiwa (dalam hal ini Ilmu Kesehatan
Mental);
Maka kelakuan-kelakuan atau tindakan-tindakan yang
mengganggu ketenangan dan kepentingan orang lain, yang dianggap sebagai
kenakalan atau sebagai perbuatan dosa oleh ajaran agama, dipandang oleh ahli
jiwa sebagai manifestasi dari gangguan jiwa atau akibat tekanan-tekanan batin
yang tak dapat diungkapakan dengan wajar. Atau dengan perkataan lain bahwa
kenakalan anak-anak adalah ungkapan dari ketegangan perasaan (tension), kegelisahan dan kecemasan atau
tekanan batin (frustation). Misalnya jika seorang anak dari orang yang kaya dan
berpangkat, mencuri atau melakukan kejahatan-kejahatan tertentu, maka kejahatan
atau kenakalan yang dilakukan oleh anak itu bukanlah karena ia kekurangan uang
dari orang tuanya, akan tetapi adalah ungkapan dari rasa tidak puas, kecewa
atau rasa tertekan, merasa kurang mendapat perhatian, kurang merasakan kasih
sayang orang tua dan sebagainya. Di samping ungkapan dari hati yang gelisah,
mungkin pula perbuatannya itu untuk meminta perhatian orang tua atau pembalasan
terhadap tindakan dan perlakuan orang tua yang tidak menyenangkan. Bahkan di
antara kelakuan yang mungkin dibuat oleh anak-anak, tidak saja menyakiti orang
lain, tetapi mungkin pula menyakiti dirinya sendiri (Daradjat, 1979: 112-113).
Dari ungkapan di atas dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kenakalan anak-anak, baik dipandang sebagai
perbuatan yang tidak baik, perbuatan dosa, maupun sebagai manifestasi dari rasa
tidak puas, kegelisahan, ialah perbuatan-perbuatan yang menganggu ketenangan
dan kepentingan orang lain dan kadang-kadang diri sendiri.
Lebih lanjut Zakiah Daradjat
mengungkapkan dan mencari solusinya dengan memberikan konsep perawat mental
yakni mencari akar permasalahannya, apa yang menyebabkan timbulnya kenakalan
tersebut?
Sesungguhnya banyak sekali
faktor-faktor yang mendorong anak-anak sampai kepada kenakalan. Faktor
pendidikan, lingkungan keluarga, ekonomi, masyarakat, sosial politik dan
sebagainya. Memang terlalu banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
kepribadian si anak. Di samping itu juga banyak contoh-contoh dari kelakuan
yang tidak baik yang mereka dapatkan dari orang dewasa, film,film,
cerita-cerita pendek, komik-komik yang bersifat cabul, tidak mengindahkan nilai
atau mutu, tetapi hanya memandang segi komersilnya saja.
Menurut Zakiah Daradjat di antara
faktor-faktor yang menonjol antara lain: Kurangnya didikan agama, kurang
pengertian orang tua tentang pendidikan, kurang teraturnya pengisian waktu,
tidak stabiinya keadaan sosial, politik dan ekonomi, kemerosotan moral dan
mental orang dewasa, banyaknya film dan buku-buku bacaan yang tidak baik,
pendidikan dalam sekolah yang kurang baik, perhatian masyarakat terhadap
pendidikan anak-anak kurang (Daradjat, 1979:113-120).
Zakiah Daradjat seorang figur atau
tokoh perawatan mental tidak putus asa dalam mencarikan solusi atau jalan
keluaraya upaya menghadapi kenakalan anak-anak.:
Untuk mengembalikan anak-anak yang nakal kepada budi
pekerti yang baik atau kepada kelakuan yang sehat, tidaklah mungkin dengan
menghukumnya dengan hukuman-hukuman seperti penjara, hukuman badan, dipukul,
disiksa dan sebagainya. Karena hukuman-hukuman tersebut hanya akan mempunyai
pengaruh dalam waktu yang singkat saja. Memang hukuman-hukuman itu dapat menahan
atau menghentikan kelakuan-kelakuan terlarang selama hukuman itu mengancam.
Setelah itu ia akan kembali kepada kelakuan-kelakuan yang tidak baik, apabila
ketegangan perasaannya itu tidak diselesaikan. Dan untuk menghindarkan
anak-anak dari kegelisahan dan kenakalan-kenakalan dapat usaha-usaha prefentif
antara lain dengan pendidikan agama, dikebalikan pada orang tua harus mengerti
dasar-dasar pendidikan, pengisian waktu terluang dengan teratur, membentuk
markas-markas bimbingan dan penyuluhan, pengertian dan pengamalan ajaran agama,
penyaringan buku-buku cerita, komik, film dan sebagainya (Daradjat, 1979 :
121-125).
Dari ungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa konsep
Zakiah Daradjat dalam upaya menghadapi kenakalan anak-anak adalah bukannya
menghukum secara fisik maupun mentalnya bahkan dipenjara melalui jalur hukum
pidana, melainkan dicari akar permasalahannva sehingga, tanpa melakukan hukuman
yang keras anak akan kembali kepada kondisi semula. Dengan demikian kiranya
telah diketahui bersama bahwa langkah konkrit Zakiah Daradjat sebagai tokoh
perawatan mental adalah signifikan dengan kenyataan dan kondisi saat sekarang.
Hukum Berdakwah Kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala
Allah telah menjelaskan
seluruh hukum-hukum syariat secara global di dalam Al-Qu’ran, lalu dijelaskan
secara terperinci oleh rasulullah dalam Al-Hadist. Adapun Dalil-dalil dari
Al-Qur’an dan Al-Hadist yang menunjukkan wajibnya berdakwah kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala adalah sangat banyak.
Dalil-dalil dari Al-Qur’an :
“Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung.” (Ali
Imran: 104)
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
lebih baik.” (An-Nahl: 125)
“Dan serulah mereka ke (jalan) Rabbmu,
dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Rabb. (Al-Qashash:
87)
“Katakanlah:"Inilah jalan
(agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah
dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang
yang musyrik". (Yusuf: 108)
“Dan serulah mereka kepada (jalan)
Tuhanmu, dan janganlah sekali-sekali kamu termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan.” (Al-Qashshash: 87)
Dalil-dalil dari Al-Hadist
“Demi (Allah) yang jiwaku di tangan-Nya,
hendaklah kamu menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran. Atau
(jika tidak) nyaris Allah (akan) mengirimkan siksaan (segera) atas kalian sebab
(telah mengabaikan)nya, kemudian kalian berdoakepada-Nya namun (doa kalian)
tidak dikabulkan.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Dari Abu Sa’id Al Khudry Radhiyallahu
‘anhu berkata, saya mendengar Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,
“Barang siapa di antara kamu yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia
merubah (mengingkari) dengan tangannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah
(mengingkari) dengan lisannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah dengan
hatinya, dan itulah keimanan yang paling lemah.” Dalam riwayat lain, “Tidak ada
sesudah itu (mengingkari dengan hati) keimanan sebesar biji sawi (sedikitpun).”
(HR. Muslim)
"Yang mendengar supaya menyampaikan
kepada yang tidak hadir, karena bisa jadi yang menyampaikan itu lebih paham
dari yang mendengar." (HR.Muttafaq alaihi)
"Sampaikanlah dariku walau satu
ayat, dan tidaklah mengapa untuk mengambil hadist dari bani israil, dan
barangsiapa yang berbohong atas namaku, maka bersiap-siaplah menempati api
neraka." (HR. Bukhari)
Dari Sahl bin Sa'ad bahwa Rasulullah Shalallahu
'Alaihi wa Sallam bersabda kepada Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu 'anhu di
Hari Khaibar.
"Berjalanlah dengan tenang kemudian
serulah mereka untuk masuk Islam, dan beritahukan kepada mereka beberapa
kewajiban atas mereka, demi Allah seandainya Allah memberikan hidayah kepada
seseorang dengan perantaraan kamu, itu lebih baik bagimu daripada onta merah.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Dapat
dipahami secara pasti (qath’i) dari uraian dalil-dalil di atas, bahwa
dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar adalah sebuah kewajiban. Kewajiban ini tidak
hanya berlaku bagi para ulama saja, tetapi juga berlaku bagi setiap mukallaf
yang mengaku bahwa dirinya adalah seorang muslim. Dengan demikian, setiap
muslim adalah da’i yang berkewajiban untuk mengambil bagian dari dunia dakwah.
Tentu saja, sesuai kadar kemampuan masing-masing, karena Nabi Shalallahu
'Alaihi wa Sallam telah membuat satu rumusan yang sudah baku, yaitu
sampaikan dariku walau satu ayat (ballighu a’nni walau ayah).
Al-Qur’an dan Proses Pendidikan Anak dalam Keluarga
Al-Qur’an
adalah sebagai sumber dari segala sumber ilmu pengetahuan yang berguna untuk
pedoman bagi manusia terutama bagi keluarga dalam rangka melakukan proses
pendidikan anak dalam keluarga. Proses ini
memiliki estafet yang berkesinambungan dari generasi ke generasi
berikutnya, dengan harapan generasi yang akan datang akan lebih baik dari pada
generasi sekarang.
Bila dirunut secara detail, al-Qur’an
tidak mengungkap secara langsung bentuk pendidikan terhadap anak. Maksudnya,
ayat-ayat al-Qur’an tidak menggambarkan secara terperinci bagaimana sistem,
pola dan mekanisme pendidikan yang efektif diterapkan untuk anak. Sejumlah
redaksi al-Qur’an yang ditelusuri ternyata berupa rangkaian indikator yang
berkaitan dengan segala sesuatu di seputar proses kelangsungan hidup
berkeluarga dalam kaitannya dengan keberadaan anak. Namun demikian sejumlah redaksi al-Qur’an tersebut bisa dipakai sebagai piranti
untuk mengkaji perhatian al-Qur’an terhadap pendidikan anak. Misalnya:
1.
Mengandung
seruan agar orang tua memerintahkan anak untuk selalu berbuat baik:
Artinya: “Hai
anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah). Dan janganlah
kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu
berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS.
Lukman [31] : 17-18).
2.
Mengajarkan anak berdikari secara mandiri:
Artinya: “dan (ingatlah kisah)
Daud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman,
karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. dan adalah
Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu. Maka Kami telah memberikan
pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat); dan kepada
masing-masing mereka telah Kami berikan Hikmah dan ilmu dan telah Kami
tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. dan
kamilah yang melakukannya” (Q.S. al-Anbiya’ [21] : 78-79).
3.
Menanamkan sikap adil terhadap anak:
Artinya: “mereka
datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya'qub
berkata: "Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang
buruk) itu; Maka kesabaran yang baik Itulah (kesabaranku). dan Allah sajalah
yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan" (Q.S. Yusuf [12] : 18).
4.
Mengajari anak beribadah:
Artinya: dan
Ibrahim telah Mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub.
(Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih
agama ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama
Islam".Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut,
ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah
sepeninggalku?" mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan
Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa
dan Kami hanya
tunduk patuh kepada-Nya". (Q.S.
al-Baqarah [2] : 132-133).
Artinya:
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik
dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa
yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah). (Q.S.
Lukman [31] : 17).
Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang,
dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan Kami
sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala” (Q.S. at-Tahrim [66]:
6).
Al-Qur’an
menjadi dasar pengajaran serta fondasi bagi semua disiplin ilmu yang diperoleh
kemudian. Sebab hal-hal yang diajarkan kepada seorang anak akan mengakar lebih
mendalam dan apapun juga. Dalam pelaksanaannya mengajarkan
sesuatu kepada seorang anak harus dengan lembut dan santun, bukan dengan
kekerasan. Karena hal itu dapat berdampak negatif dan merusak akhlak anak.
Melihat
kenyataan yang ada, maka pendidikan terhadap anak mutlak menjadi tanggung
bersama untuk menyiapkan generasi yang lebih baik.
Konsep tersebut
tidaklah mudah untuk dikerjakan jika sendirian, karena betapapun usaha telah
dilakukan faktor utama yang ada pada keluarga masih mendominasi, yaitu faktor
emosional. Emosional ini dipengaruhi suasana keluarga. Banyak persoalan-persoalan pribadi yang terjadi karena
faktor emosi. Saling mengabaikan meremehkan antara keduanya juga membawa dampak
kurang perhatian yang selanjutnya akan menyengsarakan anak-anaknya.
Oleh karena itu kondisi kehidupan
keluarga sangat berpengaruh terhadap kualitas perkembangan anak, sehingga keharmonisan dalam keluarga sangat essensial bagi perkembangan anak didik. Hubungan
mesra, gembira dan terbuka antara ayah dan ibu merupakan kondisi yang positif
bagi perkembangan sosialitas anak. Hal ini dapat memperlancar pergaulan sosial di masyarakat luas dan
mencegah timbulnya kecenderungan anti masyarakat maupun mengucilkan diri dari masyarakat.
Subscribe to:
Posts (Atom)