Home AD

Monday, November 29, 2010

Penelitian PHK


A.    Latar Belakang Masalah
Satu hal yang paling ditakuti oleh buruh adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Bagi buruh/pekerja Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan awal dari hilangnya mata pencaharian, yang akibatnya berarti pekerja/buruh kehilangan pekerjaan dan penghasilannya. Oleh sebab itu istilah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dapat menjadi momok bagi semua pekerja/buruh, dikarenakan mereka dan keluarganya terancam akan kelangsungan hidupnya dan merasakan penderitaan akibat dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) itu. Mengingat fakta di lapangan bahwa mencari pekerjaan tidaklah mudah seperti yang dibayangkan. Semakin ketatnya persaingan di dunia kerja dengan semakin banyaknya jumlah pencari kerja dan kondisi dunia usaha yang selalu fluktuatif, sangatlah wajar jika perkerja/buruh selalu khawatir dengan ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tersebut.
Masalah mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) selalu menarik untuk dikaji dan ditelaah lebih mendalam. Tenaga Kerja/buruh selalu menjadi pihak yang lemah apabila dihadapkan pada Pemberi Kerja yang merupakan pihak yang memiliki kekuatan. Sebagai pihak yang selalu dianggap lemah, tak jarang para tenaga kerja selalu mengalami ketidakadilan apabila berhadapan dengan kepentingan perusahaan.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) telah memiliki pengaturan tersendiri. namun Undang-undang yang mengatur mengenai PHK tersebut juga memiliki beberapa kelemahan. Namun law inforcement yang terdapat di lapangan juga masih sangat rendah. Sehingga, infrastuktur penegakkan hukum tidak mampu untuk melaksanakan apa yang sudah diatur dalam UU nya.
Sehubungan dengan dampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sangatlah kompleks dan cenderung menimbulkan perselisihan, maka mekanisme dan prosedur Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) telah diatur sedemikian rupa agar para pekerja/buruh mendapatkan perlindungan yang layak dan memperoleh hak-haknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Beberapa dasar hukum yang mengatur mengenai mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ada dalam :
  1. Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
  2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI nomor : Kep-150/men/2000 tentang penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan ganti kerugian di perusahaan
  3. Surat Edaran nomorSE-907/men/PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal.

Lengkapnya silahkan di sini


PENELITIAN KLAUSULA-EKSONERASI


A.    Latar Belakang Masalah
Masalah konsumen merupakan hal yang selalu aktual, menarik perhatian. Persoalan konsumen selalu hangat dipersoalkan, dibicarakan dan diperdebatkan. Masalah konsumen adalah masalah manusia. Berkaitan dengan kesehatan manusia dan juga ternyata tidak lepas dari unsur di luar kesehatan. Masalah nilai-nilai keagamaan, malah bias berkaitan dengan isu konsumen.
Kasus bumbu masak (penyedap) makanan ajinomoto yang pernah menghebohkan Indonesia beberapa tahun lalu, hanya salah satu diantara kasus besar yang berkaitan dengan masalah konsumen. Produk perusahaan multinasional ini ternyata mengandung lemak babi. Tidak mengherankan jika kandungan yang diharamkan bagi umat islam itu segera menjadi masalah yang menghebohkan.
Lepas dari kasus ajinomoto, dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan kualitas produk, konsumen di Indonesia sudah lama menjadi korban. Pada tahun 1990-an, masyarakat sempat dihebohkan oleh masalah kandungan dalam bakso. Penelitian yang dilakukan terhadap bakso menunjukkan, dalam makanan yang sangat jadi favorit masyarakat itu terdapat senyawa kimia yang mengandung unsur boraks. Zat dalam boraks itu biasanya berfungsi sebagai pengawet berbahaya dan memberi efek renyah pada makanan.
Padahal diketahui jelas bahwa unsur kimia ini sangat berbahaya pada sistem stimulasi saraf pusat. Begitu berbahayanya bahan ini, sehingga pada tahun 1979, Departemen Kesehatan menyatakan boraks merupakan unsur kimia yang dilarang digunakan pada produk pangan. Biasanya bahan ini lebih sering digunakan untuk kosmetika. Hasil penelitian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) membuktikan 52,38 persen dari contoh yang diteliti ternyata memakai boraks.[1]
Kasus-kasus makanan yang tersebut di atas merupakan sebagian dari contoh peristiwa yang mencuat ke permukaan dan menelan korban manusia. YLKI mengungkapkan sejak 1973 hingga tahun 1990 mereka menerima sedikitnya 81 (delapan puluh satu) pengaduan per tahun. Lonjakan angka pengaduan terjadi pada tahun 1990 saat YLKI menerima 583 kasus pengaduan.
Beberapa kasus antara lain : Perumahan, listrik, telepon dan bank selalu menempati peringkat atas dalam laporan pengaduan meskipun tetap ditempati masalah listrik, telepon, perumahan, dan bank, setiap waktu terjadi perubahan peringkat jenis pengaduan perumahan misalnya menempati peringkat pertama tahun 2004 dimana pada tahun 2000 berada pada peringkat kedua, sementara transportasi pada peringkat kelima pada tahun 2000 menjadi peringkat ketujuh pada tahun 2004.
Masalah-masalah yang umumnya sering timbul dalam kasus perumahaan adalah keterlambatan serah terima atau malah rumah belum dibangun sama sekali, padahal janji pengembang sudah siap ditempati konsumen pada waktu yang dijanjikan. Terkadang rumah yang diperjanjikan sudah dibangun tetapi sarana fasilitas yang dijanjikan sama sekali belum tersedia. Masalah lainnya adalah sertifikat mutu bangunan, fasilitas social dan fasilitas umum dan sebagainya.
Fakta-fakta sosial yang merugikan masyarakat merupakan refleksi kurangnya etika pada pemerintah dan pelaku ekonomi (pelaku usaha). Pemerintah lebih senang berlindung di balik birokrasi daripada mengedepankan pertanggungjawaban etika dan moral.



Silahkan download di sini untuk data lengkapnya.



[1] N.H.T. Siahaan. Hukum Konsumen, Perlindungan Konsumen dan Tanggungjawab Produk, Penerbit Panta Rei. 2005 hlm 2.
[2] N.H.T. Siahaan, ibid, hlm 10.
[3] Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. 2004 hlm 80.

Thursday, November 11, 2010

Budidaya Jamur Tiram Putih

PENDAHULUAN 
  • Jamur tiram (Pleurotus spp.) merupakan komoditas yang banyak diminati konsumen, karena memiliki rasa yang enak dan kadar gizi yang tinggi. Kadar protein yang dikandungnya 10 – 30 %. Jamur tiram juga merupakan makanan yang bergizi yang tidak mengandung kolesterol sehingga aman bagi kesehatan 
  • Jawa Barat merupakan propinsi yang memiliki prospek untuk pengembangan komoditas jamur khususnya jamur tiram. Hal ini dimungkinkan karena Jawa Barat banyak memiliki daerah dengan agroklimat yang sesuai untuk pengembangan jamur tiram yaitu daerah dataran tinggi dengan kisaran suhu lebih rendah dari 28°C dan kelembaban 80 – 90 %.

USAHA JAMUR TIRAM PUTIH 
Usaha budidaya jamur tiram putih mempunyai karakteristik unik, yang berbeda dengan usaha yang lain
- Keberhasilan sangat tergantung dengan seberapa jauh kita mendalami dan dekat dengan jamur 
- Dapat berkembangan dengan baik jika usaha ini mengakar di masyarakat (suatu komunitas) 
- Sangat cocok dengan iklim Indonesia: suhu 24 – 28°C, kelembaban 70-80%.

ALTERNATIF PENGEMBANGAN JENIS USAHA JAMUR TIRAM PUTIH
Ada tiga alternatif  model usaha tani yang muncul dari skema di atas, yaitu:
  • Usaha tani model pembibitan, yaitu usaha budidaya jamur tiram putih yang bergerak pada pembuatan bibit..
  • Usaha tani model penanaman, yaitu model usaha tani jamur tiram putih yang bergerak pada tingkat penanaman sampai ke pemasaran, sedangkan bibit beli dari pihak lain.
  • Usaha tani model terpadu, dimana usaha ini bergerak mulai dari pembibitan sampai ke pemanenan dan pemasaran 
Selengkapnya silahkan klik di sini