Home AD

Tuesday, April 12, 2016

TUJUAN KEMITRAAN

1.  Tujuan dari Aspek Ekonomi
Jafar (1999 : 63) menyatakan bahwa dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan secara lebih kongkrit yaitu :
a.      Meningkatkan pendapataan usaha kecil dan masyarakat.
b.   Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan;
c.    Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil;
d.    Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional;
e.      Memperluas kesempatan kerja;
f.       Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional;
2.  Tujuan dari Aspek Sosial dan Budaya
Kemitraan usaha dirancang sebagai bagian dari upaya pemberdayaan usaha kecil. Pengusaha besar berperan sebagaai faktor percepatan pemberdayaan usaha kecil sesuai kemampuan dan kompetensinya dalam mendukung mitra usahanya menuju kemandirian usaha, atau dengan perkataan lain kemitraan usaha yang dilakukan oleh pengusaha besar yang telah mapan dengan pengusaha kecil sekaligus sebagai tanggung jawab sosial pengusaha besar untuk ikut memberdayakan usaha kecil agar tumbuh menjadi pengusaha yang tangguh dan mandiri.
Adapun sebagai wujud tanggung jawab sosial itu dapat berupa pemberian pembinaan dan pembimbingan kepada pengusaha kecil, dengan pembinaan dan bimbingan yang terus menerus diharapkan pengusaha kecil dapat tumbuh dan berkembang sebagai komponen ekonomi yang tangguh dan mandiri. Dipihak lain dengan tumbuh berkembangnya kemitraan usaha ini diharapkan akan disertai dengan tumbuhnya pusat-pusat ekonomi baru yang semakin berkembang sehingga sekaligus dapat merupakan upaya pemerataan pendapatan sehingga dapat mencegah kesenjangan sosial.
Julius Bobo ( 2003 : 53) Kesenjangan itu diakibatkan oleh pemilikan sumberdaya produksi dan produktivitas yang tidak sama di antara pelaku ekonomi. Oleh karena itu, kelompok masyarakat dengan kepemilikan faktor produksi terbatas dan produktivitas rendah biasanya akan menghasilkan tingkat kesejahteraan yang rendah pula.


3.  Tujuan dari Aspek Teknologi
Secara faktual, usaha kecil biasanya mempunyai skala usaha yang kecil dari sisi modal, penggunaan tenaga kerja, maupun orientasi pasarnya. Demikian pula dengan status usahanya yang bersifat pribadi atau kekeluargaan; tenaga kerja berasal dari lingkungan setempat; kemampuan mengadopsi teknologi, manajemen, dan adiministratif sangat sederhana; dan struktur permodalannya sangat bergantung pada modal tetap. (Julius Bobo, 2003 :53)
Sehubungan dengan keterbatasan khususnya teknologi pada usaha kecil, maka pengusaha besar dalam melaksanakan pembinaan dan pengembangan terhadap pengusaha kecil meliputi juga memberikan bimbingan teknologi (Julius Bobo, 2003: 55). Teknologi dilihat dari arti kata bahasanya adalah ilmu yang berkenaan dengan teknik. Oleh karena itu bimbingan teknologi yang dimaksud adalah berkenaan dengan teknik berproduksi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi. (Gibson, Donnelly & Ivancevich, 2003: 4)
4.  Tujuan dari Aspek Manajemen

Dalam Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia,hal  524, dinyatakan bahwa  manajemen  merupakan proses yang dilakukan oleh satu atau lebih individu untuk mengkoordinasikan berbagai aktivitas lain untuk mencapai hasil-hasil yang tidak bisa dicapai apabila satu individu bertindak sendiri. Sehingga ada 2 (dua) hal yang menjadi pusat perhatian yaitu : Pertama, peningkatan produktivitas individu yang melaksanakan kerja, dan Kedua, peningkatan produktivitas  organisasi di dalam kerja yang dilaksanakan. Pengusaha kecil yang umumnya tingkat manajemen usaha rendah, dengan kemitraan usaha diharapkan ada pembenahan manajemen, peningkatan kualitas sumber daya manusia serta pemantapan organisasi.

UNSUR-UNSUR KEMITRAAN

Julius Bobo (2003:182)  menyataka, bahwa tujuan utama kemitraan adalah untuk mengembangkan pembangunan yang mandiri dan berkelanjutan (Self-Propelling Growth Scheme) dengan landasan dan struktur perekonomian yang kukuh dan berkeadilan dengan ekonomi rakyat sebagai tulang punggung utamanya. Selanjutnya dikatakan; kemitraan itu mengandung beberapa unsur pokok yang merupakan kerjasama usaha dengan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat dan saling memerlukan yaitu :


1.      Kerjasama Usaha
Dalam konsep kerjasama usaha melalui kemitraan ini  jalinan kerjasama yang dilakukan antara usaha besar atau menengah dengan usaha kecil didasarkan pada kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama terhadap kedua belah pihak yang bermitra. Ini berarti bahwa hubungan kerjasama yang dilakukan antara pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan yang setara dengan hak dan kewajiban timbal balik sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, tidak ada yang saling mengekspoitasi satu sama lain dan tumbuh berkembangnya rasa saling percaya di antara para pihak dalam mengembangkan usahanya.
2.     Antara Pengusaha Besar,  Menengah  Dengan Pengusaha Kecil
Hubungan kerjasama melalui kemitraan ini diharapkan pengusaha besar atau menengah dapat menjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan dengan pengusaha kecil atau pelaku ekonomi lainnya, sehingga pengusaha kecil akan lebih berdaya dan tangguh di dalam berusaha demi tercapainya kesejahteraan.
3.     Pembinaan dan Pengembangan
Pada dasarnya  hubungan kemitraan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil adalah adanya bentuk pembinaan dari pengusaha besar terhadap pengusaha kecil atau koperasi yang tidak ditemukan pada hubungan dagang biasa. Bentuk pembinaan dalam kemitraan antara lain pembinaan di dalam mengakses modal yang lebih besar, pembinaan manajemen usaha, pembinaan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), pembinaan manajemen produksi, pembinaan mutu produksi serta menyangkut pula pembinaan dalam pengembangan aspek institusi kelembagaan, fasilitas alokasi serta investasi.
4.     Prinsip Kemitraan
a.    Prinsip Saling Memerlukan
Menurut John L. Mariotti dalam Jafar (1999 : 51)  kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya. Pemahaman akan keunggulan yang ada akan menghasilkan sinergi yang berdampak pada efisiensi, turunnya biaya produksi dan sebagainya. Penerapannya dalam kemitraan, perusahaan besar dapat menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan yang kecil. Sebaliknya perusahaan yang lebih kecil, yang umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi, permodalan dan sarana produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang dimiliki oleh perusahaan besar. Dengan demikian sebenarnya ada saling memerlukan atau ketergantungan diantara kedua belah pihak yang bermitra.
b.    Prinsip Saling Memperkuat
Dalam kemitraan usaha, sebelum kedua belah pihak memulai untuk bekerjasama, maka pasti ada sesuatu nilai tambah yang ingin diraih oleh masing-masing pihak yang bermitra. Nilai  tambah ini selain diwujudkan dalam bentuk nilai ekonomi seperti peningkatan modal dan keuntungan, perluasan pangsa pasar, tetapi juga ada nilai tambah yang non ekonomi seperti peningkatan kemapuan manajemen, penguasaan teknologi dan kepuasan tertentu. Keinginan ini merupakan konsekuensi logis dan alamiah dari adanya kemitraan. Keinginan tersebut harus didasari sampai sejauh mana kemampuan untuk memanfaatkan keinginan tersebut dan untuk memperkuat keunggulan-keunggulan yang dimilikinya, sehingga dengan bermitra terjadi suatu sinergi antara para pelaku yang bermitra sehingga nilai tambah yang diterima akan lebih besar. Dengan demikiaan terjadi saling isi mengisi atau saling memperkuat dari kekurangan masing-masing pihak yang bermitra.
Dengan motivasi ekonomi tersebut maka prinsip kemitraan dapat didasarkan pada saling memperkuat. Kemitraan juga mengandung makna sebagai tanggung jawab moral, hal ini disebabkan karena bagaimana pengusaha besar atau menengah mampu untuk membimbing dan membina pengusaha kecil mitranya agar mampu (berdaya) mengembangkan usahanya sehingga menjadi mitra yang handal dan tangguh didalam meraih keuntungan untuk kesejahteraan bersama. Hal ini harus disadari juga oleh masingmasing pihak yang bermitra yaitu harus memahami bahwa mereka memiliki perbedaan, menyadari keterbatasan masing-masing, baik yang berkaitan dengan manajemen, penguasaan Ilmu Pengetahuan maupun penguasaan sumber daya, baik Sumber Daya Alam maupun Sumber Daya Manusia (SDM), dengan demikian mereka harus mampu untuk saling isi mengisi serta melengkapi kekurangankekurangan yang ada.
c.    Prinsip Saling Menguntungkan
Salah satu maksud dan tujuan dari kemitraan usaha adalah “win-win solution partnership” kesadaran dan saling menguntungkan. Pada kemitraan ini tidak berarti para partisipan harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang essensi dan lebih utama adalah adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing. Pada kemitraan usaha terutama sekali tehadap hubungan timbal balik, bukan seperti kedudukan antara buruh dan majikan, atau terhadap atasan kepada bawahan sebagai adanya pembagian resiko dan keuntungan proporsional, disinilah letak kekhasan dan karakter dari kemitraan usaha tersebut.
Berpedoman pada kesejajaran kedudukan atau memiliki derajat yang setara bagi masing-masing pihak yang bermitra, maka tidak ada pihak yang tereksploitasi dan dirugikan tetapi justru terciptanya rasa saling percaya diantara para pihak sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan atau pendapatan melalui pengembangan usahanya.

KEMITRAAN USAHA

Hitt  (2001; 54) memberikan pengertian bahwa kemitraan merupakan terjemahan dari kata partneship/aliansi, artinya kemitraan antara perusahaan-perusahaan yang mengkombinasikan sumber daya, kapabilitas untuk memenuhi kepentingan bersama dalam perancangan, produksi, atau distribusi barang dan jasa. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995, mendefinisikan  kemitraan adalah kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan prinsip-prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Sejalan dengan definisi di atas Marbun (1996; 34) mengemukakan bahwa konsep kemitraan merupakan terjemahan dari kebersamaan (partnership) atau bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungannya sesuai dengan konsepnya yaitu manajemen partisipatif, perusahaan harus juga bertanggung jawab mengembangkan usaha kecil dan masyarakat pelanggannya, karena pada akhirnya hanya konsep kemitraan (partnership) yang dapat menjamin eksistensi perusahaan besar, terutama untuk jangka panjang. Ian Linton (1995) mengatakan bahwa kemitraan adalah suatu sikap menjalankan bisnis yang diberi ciri dengan hubungan jangka panjang, suatu kerjasama bertingkat tinggi, saling percaya, dimana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama.
Jafar (1999 : 10) mengemukakan bahwa  kemitraan sebagai suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih atau memperoleh suatu keuntungan bersama dengan prinsip saling menguntungkan. Menurut Wirasamita (1995 : 4) bahwa kemitraan adalah merupakan kerjasama usaha antara pengusaha kecil dengan pengusaha besar yang didasarkan adanya prinsip saling menguntungkan, dan juga dapat disertai adanya bantuan pembinaan berupa peningkatan kualitas sumber daya manusia, pemasaran, teknik produksi, modal kerja dan kredit bank.
Adapun keterkaitan kerja sama antara perusahaan besar, menengah dengan perusahaan kecil, lebih lanjut  dikemukakan oleh Trisura dalam Thee Kian Wie (1995 : 95) bahwa keterkaitan melalui sistem bapak angkat dengan mitra usaha atau bisnis antara pengusaha besar, menengah (sektor produksi maupun sektor jasa) dengan industri kecil, tendensi utamanya adalah pemecahan masalah pemasaran disertai dengan pembinaan berupa bimbingan teknis (teknologi, manajemen dan permodalan. Pendapat tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Soeharsono (1999) yang mengemukakan bahwa untuk mengatasi problem mendasar pengembangan usaha kecil dan menengah diperlukan pembinaan dan pengembangan unit usaha yang diikuti serangkaian aktivitas konsultasi dan bantuan  teknis dalam bidang sumber daya manusia meliputi ; pelatihan teknis dan manajemen plus, akses pendanaan, usaha pemagangan pada sentra industri besar.
Lewin dan Koza (1998) mengajukan teori evolusi aliansi strategi. Teori ini membedakan dua logika dasar untuk menjalin jaringan kerjasama. Pertama, kerjasama dapat menjadi sumber peningkatan pendapatan dari aktivitas penggalangan sumber-sumber daya pelengkap / penunjang yang sulit didapatkan secara individu. Karakteristik kedua adalah kerjasama eksploitasi yang fokusnya pada pemantauan dan penilaian kinerja. Target kinerja kerjasama eksploitasi biasanya dinyatakan dalam bentuk target-target operasional yang dapat diukur, guna memudahkan pemantauan kemajuannya melalui kontrol-kontrol kecil. Selanjutnya Lewin dan Koza (2000)  dalam hasil penelitiannya  mengemukakan bahwa peluang keberhasilan jaringan kerjasama akan meningkat jika pihak-pihak yang bermitra sejak semula memiliki kesamaan dalam tujuan ekplorasi atau eksploitasi strategi mereka yang secara terus menerus disesuaikan dan dipertahankan.

Meskipun jaringan pengembangan usaha memiliki karakteritik stuktural (non-hirarkis), namun pada intinya ini adalah proses pengembangan dan berpartisipasi dalam suatu jaringan hubungan-hubungan kolaboratif tidak dapat dipastikan atau dipahami layaknya sebuah strategi Return on Investment (ROI). Pada umumnya suatu jaringan kerjasama tergantung pada kualitas kolaborasi para pendukungnya. Komitmen individu, nilai-nilai bersama, rasa saling percaya dan kemampuan serta kemauan untuk memobilisasi dan mengembangkan sumber daya dalam suatu sistem sosial adalah syarat utama untuk menjamin keberhasilan jaringan pengembangan (Kalimin, 1998). Sedangkan Marzuki Usman (1997) menyatakan bahwa jaringan usaha bukanlah sesuatu yang terjadi demikian saja, tetapi merupakan hasil keputusan dan upaya para usahawan untuk meningkatkan daya saing melalui kerja sama dengan unit-unit lain. Daya saing yang lebih tinggi ini dapat dicapai karena pelakunya dapat : 1) melakukan efisiensi dan spesialisasi; 2) menekan biaya-biaya transaksi; 3) meningkatkan fleksibilitas karena adanya rekanan yang terpercaya. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya jaringan usaha bagi kehidupan usaha dan daya siang menyebabkan usahawan yang terlibat berusaha keras untuk memeliharanya. Yang dijadikan pedoman adalah kepentingan jangka panjang, bukan sekedar kepentingan sesaat.