Home AD

Monday, February 18, 2013

PENELITIAN KUALITATIF (PENELITIAN NON-EXPERIMENTAL)



Peranan dan Operasionaliasasinya dalam Biologi/ Ilmu Tanaman
dan Teknologi Budidaya

Oleh:
AM Akyas
PROLOG

  • Cook and Reichardt,1979, yang dikutip Prof Tarkus Suganda dalam bahan kuliahnya, membedakan dua jenis penelitian.

o   Pertama adalah Penelitian Kuantitaif, yang membahas data-data numerik dan
(relatif lebih mudah dilakukan dan dapat dilakukan oleh siapa saja setelah mendapat pelatihan yang cukup)
o   Kedua adalah Penelitian Kualitatif yang penjelasannya tanpa data numerik.
(relatif lebih sulit, lebih menghabiskan waktu dan lebih tepat untuk orang yang mencintai topik penelitian ini) .

  • Lebih jauh perbedaan antara kedua macam penelitian tersebut, dirinci sebagai berikut:
Qualitative Research    
Quantitative Research
Induktif               
Deduktif             
Holistik                
Partikularistik    
Berpusat ke subyek       
Berpusat ke obyek         
Berorientasi ke proses  
Berorientasi ke luaran   
Pandangan antropologis              
Pandangan ilmu alam    
Kurang adanya kontrol
Berupaya menyertakan kontrol
Berasumsi realitas sbg dinamis
Berasumsi realitas sbg statis       
Berorientasi ke penemuan         
Berorientasi ke verifikasi             
Penjelasan         
Konfirmasi         

  • Pemilahan antara Penelitian Kuantitatif dan Penelitian Kualitatif dengan seperangkat ciri pembeda itu sebenarnya tidak hitam putih seperti pada Tablel di atas. Ada gradasi dari yang sangat kulitatif ke penelitian  yang sangat kuantitatif.

  • Dalam pada itu pada apa yang disebut penelitian kualitatif – yang selama ini lebih dicitrakan sebagai domain ilmu-ilmu sosial humaniora, sebenarnya juga mungkin mengandung data-data kuantitatif atau data numerik, walaupun baru sebatas pelengkap deskripsi untuk lebih meningkatkan pemahaman (understand/verstehen), belum sebagai bahan untuk diolah dalam upaya menguji statement ilmiah awal (proposisi) menjadi teori.

  • Karena itu untuk tujuan pembahasan dalam tulisan ini, yang disebut

o Penelitian Kuantitatif adalah Penelitian dengan metode experimental (untuk menguji hipotesis atau hubungan aksiomatis) dan
o   Penelitian Kualitatif adalah Penelitian Non-Experimental.


  • Biologi termasuk Ilmu yang salah satu Ilmu Terapannya adalah Ilmu Tanaman dan pemanfaatannya dalam praktek bertani disebut Teknologi Budidaya. Bidang kajian ini dikenal dengan sebutan Ilmu Eksakta, bersamaan dengan Ilmu-ilmu eksakta lain seperti fisika dan kimia.

  • Dalam pada itu ilmu-ilmu sosial dan humaniora seperti Sosiolgi dan Ilmu Hukum disebut Ilmu Non Exakta.

o   Karenanya nampak amat wajar kalau orang berasumsi, bahwa penelitian di bidang biologi dan sejenisnya adalah Penelitian Kuantitatif (Penelitian Experimental), sedangkan penelitian di bidang Ilmu-ilmu Sosial dan Humaniora adalah Penelitian Kualitatif (Penelitian Non-Experimental).

  • Kenyataannya tidak sesederhana itu. Penelitian kualitatif, seperti halnya penelitian kuantitatif ada dan diperlukan untuk pengembangan ilmu-ilmu fisik alamiah, dan bukan hanya domain ilmu-ilmu sosial humaniora. Pada yang disebut terakhir ini, memang kebanyakan tidak sampai pada tahapan penelitian kuantitatif.


  • Tulisan ini akan mencoba menjelas-terangkan bahwa Penelitian Kualitatif juga seyogyanya merupakan bagian tidak terpisahkan dari penelitian di bidang Ilmu Tanaman/ Biologi dan Teknologi Budidaya.


PENELITIAN KUALITATIF VERSUS PENELITIAN KUANTITATIF
  • Fenomen alam yang fisik diyakini bersifat deterministik, tunduk sepenuhnya  pada hukum sebab akibat, hukum kausalitas.
(Ilmu-ilmu alam dapat dieksplanasi sepenuhnya (explanation, eklaeren)
  • Sebaliknya fenomen alam yang sosial tidak tunduk (atau paling tidak, tidak sepenuhnya tunduk) pada hukum kausaltas.
o   Konsekuensi logisnya ilmu-ilmu alam dapat dikembangkan melalui penelitian-penelitian kuantitatif (sehingga memperoleh eksplanation, atau “konfirmasi” menurut Prof Tarkus di atas), sedangkan
o   Ilmu-ilmu sosial hanya sampai pada tahap pemahaman, pada  tahap “verstehen” atau “penjelasan” menurut Prof Tarkus.
  • Sampai disini kokoh sudah pendapat bahwa
o   Penelitian Kuantitatif adalah penelitian yang menjadi domain bidang ilmu-ilmu alamiah (fisik), sedangkan
o   penelitian Kualitatif adalah domain dari penelitian ilmu-Ilmu sosial.
  • Namun benarkah demikian?
  • Sesara ideal suatu Pengetahuan baru bisa disebut Ilmu (baca: obyek ilmiah atau pernyataan-pernyataan ilmiah) bila memenuhi sarat-sarat (Kerlinger, 1973, cit. Muslih, 2008):
1)     dapat diamati (observable)              
2)      dapat diulang (repeatable)
3)      dapat diukur (measurerable)
4)      dapat diuji (testable)
5)      dapat diramalkan (predictable)
o   Telaah fenomen alam yang fisik (ilmu-ilmu alamiah) ternyata dapat memenuhi ke lima sarat tersebut, sedang
o   Telaah fenomen alam yang sosial ternyata kebanyakan hanya dapat memenuhi tiga sarat pertama, sedang sarat ke empat dan ke lima sering kali tidak dapat dipenuhinya.
  • Dari rincian pesyaratan tersebut, tersirat bahwa:
o   Urutan sarat yang harus dipenuhi itu, dapat pula dipandang sebagai tahapan proses tahu menuju “Puncak dari pengetahuan ilmiah” (Akyas 2012). Puncak dari pengetahuan ilmiah adalah kausalitas atau pengetahuan tentang sebab akibat.  Inilah pada dasarnya yang disebut teori.
  • Pertanyaan yang menyusul adalah bila dikatakan basis utama penelitian ilmu-ilmu sosial adalah Penelitian Kualitatif, berarti Ilmu-ilmu sosial tidak sampai kepada terbentuknya teori.
o   Memang demikian adanya pada kebanyakan ilmu-ilmu sosial.
(Ilmu sosial hanya sampai pada kerangka teori, atau suatu model pendekatan, semacam “working hypothesis” untuk menangkap gejala sosial yang setara pada kondisi dan/ atau waktu yang lain. If x than y1 pada p, y2 pada q, y3 pada r, dst).
  • Pada penelitian Kualitatif, tidak benar kalau dikatakan tidak ada data numerik (pengukuran); hanya saja data numerik disini tidak (atau lebih tepat - belum) dapat dipakai untuk eksplanasi, tapi hanya sampai pada pelengkap deskripsi untuk lebih meningkatkan “verstehen”, “understand”, atau pemahaman.[1]
  • Demikian sebaliknya, penelitian dalam fenomen fisik alamiah; penelitian kualitatif diperlukan sebagai tahapan menuju penelitian kuantitatif.
(Hasil-hasil penelitian kualitatiflah yang menjadi bahan penelitian kuantitatif untuk “konfirmasi”, untuk menjadikan statement ilmiah itu menjadi dapat diuji dan dapat dipakai untuk meramal)

POSISI PENELITIAN KUALITATIF DALAM PENGEMBANGAN ILMU TANAMAN DAN TEKNOLOGI BUDIDAYA
  •  Tersirat dari uraian di atas, bahwa pada penelitian fenomena alam yang fisik, jadi juga pada Ilmu Tanaman dan Biologi pada umumnya, Penelitian Kualitatif merupakan bagian tidak terpisahkan dari Penelitian Kuantitatif.
  • Namun bagaimana halnya dengan penelitian untuk menghasilkan teknologi, atau kita sebut saja Penelitian Teknologis.
Ø  Bukankah ilmu dan teknologi adalah dua hal yang berbeda?
  • Ilmu dan teknologi memang dua hal yang secara etimologis berbeda. Walau demikian ilmu dan teknologi memang saling bergantung dengan keterkaitan yang sangat kompleks (Kegley,1996).
Ø  Teknologi pada dasarnya adalah penjabaran dari ilmu.
Ø  Namun teknologi pun bisa muncul lebih dahulu dari ilmu.
Ø  Teknologi dapat  memicu perkembangan ilmu dan juga sebaliknya ilmu memacu terciptanya teknologi baru.
*      Ilmu bersifat kommunal, milik publik, bersifat terbuka, siap dikonfirmasi atau didiskonfirmasi oleh komunitas ilmiah dimanapun dan kapanpun, (sebaliknya .....)
*      teknologi bersifat tertutup, dapat atau bahkan harus tertutup dan selesai bila tujuannya telah tercapai.
*      Ilmu berkaitan dengan pertanyaan apa dan mengapa  terjadi atau tidak terjadi, (dalam pada itu .....)
*      teknologi berkaitan dengan pertanyaan “harus dibagaimanakan” agar terjadi atau tidak terjadi.

  • Perbedaannya mungkin bisa lebih terjelaskan dengan teladan berikut.
o   Kita mengetahui bahwa suatu kultivar Aple yang secara genetis buahnya akan berwana kemerahan bila telah matang, pada kenyataannya di lapangan intensitas warna merahnya berbeda dari suatu lokasi ke lokasi lain, atau dari suatu waktu panen ke waktu panen yang lain; bahkan pada lokasi atau waktu panen tertentu warna merah itu tidak muncul sama sekali.
o   Bila “pertanyaan penelitiannya” adalah apa dan mengapa terjadi atau tidak terjadi warna merah itu, penelitian yang dilakukan adalah penelitian ilmiah, atau penelitian yang “menghasilkan “ Ilmu. Namun .....
o   bila pertanyaan penelitiannya adalah ”dapatkah faktor-yang menjadi penyebab warna merah itu dimanipulasi”, penelitian ini adalah penelitian teknologis.  Proses penelitiannya bisa sama.

  • Dari aspek metode tidak ada perbedaan, kalaupun bisa disebut perbedaan, pada penelitian teknologis, dilanjutkan dengan analisis finansial, dan mungkin uji kelayakan lingkungan dan sosbud.
o   Perbedaan bukan terutama dari sudut metode, tapi dari sifat keterbukaannya, seperti telah diuraikan di atas.
(Berdasar telaah tersebut, untuk selanjutnya dalam membahas dimana posisi penelitian kualitatif dalam penelitian di bidang ilmu tanaman, kita tidak akan membuat perbedaan antara “penelitian ilmiah” yang menghasilkan imu dan “penelitian ilmiah” yang menghasilkan teknologi)
  • Posisi Penelitian kualitatif dalam bidang Ilmu Tanaman atau Biologi pada umumnya, dapat dijelaskan sebagai berikut.
  •  Analog dengan tahapan menuju pengetahuan ilmiah atau persaratan pengetahuan menjadi ilmu (obyek ilmiah, atau statement ilmiah) seperti telah diuraikan di atas, tahapan proses tahu menuju terbentuknya teori, dimulai dari
o   tahapan deskripsi (mendeskripsi obyek),
o   tahapan taxonomi (memilah atau membuat taxon dari  obyek terdeskripsi),
o   tahapan konseptualisasi (mengonsep kumpulan obyek terdeskripsi),
o   tahapan komparasi (mengajukan proposisi) dan terakhir
o   tahapan verifikasi (menguji hipotesis menjadi teori) (Akyas, 2012).
Ø  Semua upaya sadar untuk meningkatkan “ketahuan”  kita dalam tiap tahapan tersebut disebut penelitian.  
  • Bentuk penelitiannya – meminjam terma yang digunakan Prof Rusidi (Rusidi, 1979, cit. Akyas 2012) dapat berupa
o   Penelitian Eksploratif (untuk tahapan deskripsi dan taxonomi),
o   Penelitian Developmental (untuk tahapan konseptualisasi dan komparasi) dan
o   Penelitian Verificatif atau Eksperimental untuk uji hipotesis.
  •  Lalu yang mana yang disebut Penelitian Kualitatif dan yang mana yang Kuantitatif. 
o   Penelitian kualitatif adalah Penelitian Exploratif (biasa disebut Penelitian deskriptif, atau Survey)  dan Penelitian Develomental (biasa juga disebut Penelitian Deskriptif-Explanatif).
o   Penelitian Kuantitatif adalah Penelitian Verifikatif atau Penelitian Experimental, penelitian yang menguji hipotesis, atau aksioma.
Ø  Itulah posisi Penelitian Kualitatif dalam bidang Ilmu Exakta seperti Ilmu Tanaman dan turunannya Teknologi Budidaya.
Ø  Nampak jelas bahwa Penelitian Kualitatif merupakan bagian tidak terpisahkan dari Penelitian Kuantitatif.

  • Selama ini memang banyak salah pengertian. Banyak orang berpendapat hanya penelitian kuantitatif atau penelitian yang menguji hipotesislah yang disebut penelitian.
(Hal ini misalnya terrefleksi dalam “Pedoman Menulis Skripsi” yang berlaku sampai saat ini.
Ø  Disitu jelas tercantum adanya Bab/Sub Bab Kerangka Pemikiran dan Hipotesis, jang jelas hanya berlaku untuk penelitian experimental.
o   Kerangka Pemikiran ditujukan untuk mengumpulkan posisi keilmuan dari “pertanyaan penelitian” yang kita ajukan, sehingga kita bisa merumuskan “if x than y” sementara atau proposisi yang akan kita uji kebenarannya. If x than y itulah yang kita sebut hipotesis.
(Pada penelitian deskriptif kita belum bisa berbicara teori atau statement ilmiah existing yang terkait atau relevan dengan pertanyaan penelitian kita, karena wujud obyeknyapun belum kita ketahui; kita baru akan mendeskripsi obyek itu wujudnya seperti apa)
(Demikian pula halnya pada Penelitian Deskriptif-eksplanatif. Kalaupun ada yang disebut “hypothesis”, itu harus diartikan sebagai “dugaan sementara” bukan hipotesis dalam pengertian Penelitian Experemental)
(Variable pun dalam penelitian deskriptif-explanatif hanya variable sementara, sebagai pegangan awal. Di lapangan variable ini bisa berubah, atau yang tadinya tidak terpikirkan sebagai variable, ternyata adalah variable, atau faktor yang perlu kita perhitungkan dalam mengolah “pertanyaan penelitian” kita)
  • Memang puncak peneltian ilmiah – seperti telah dijelaskan di atas – adalah ditemukannya teori atau terkukuhkannya hubungan kausal.
  • Namun bila Laboratorium atau Badan Litbang suatu institusi hanya berkiprah di bidang Penelitian Experimental, mudah dibayangkan kontribusinya pada pengembangan ilmu dan teknologi akan minimal sekali.
Ø  Penemuan (baca: discovery & invevtion) menurut Prof Tarkus di atas hanya menjadi domain Penelitian Kualitatif.

TELADAN PENELTIAN KULITATIF DALAM ILMU TANAMAN DAN TEKNOLOGI BUDIDAYA
Proyek-proyek penelitian yang terprogram dengan baik, dengan tujuan menghasilkan sesuatu yang baru (novelty), biasanya terdiri dari rangkaian penelitian mulai dari explorasi (penelilitian deskriptif atau survai) untuk pengukuhan realitas obyek atau mencari celah yang bermakna untuk masuk ke penelitian experimental.
Akyas et. al.,(2004)  misalnya, dalam upaya mengembangkan teknologi hidroponik Dataran Medium di Laboratorium Kultur Terkendali, Fakultas Pertanian, Unpad, mengoperasionalkan 3 (tiga) macam penelitian, yaitu;
Penelitian Non-Experimental ( Penelitian Deskriptif dan Penelitian Develomental),
 Penelitian Experimental hipotetik, dan
Penelitian rekayasa (engineering, atau penelitian eksperimental aksiomatik).
Lengkapnya dapat disimak pada Tabel berikut.
Ringkasan Kegiatan dalam “Research and Development” (R&D) di Laboratorium Kultur Terkendali Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (1995-2004)
Macam Kegiatan Penelitian
Obyek/Target/Topic/Peneliti

Engineering/Rekayasa / Eksperimen Aksiomatik (Manipulasi langsung dan mengobservasi  dampaknya terhadap besaran lingkungan tumbuh, serta Pertumbuhan Tanaman dan Hasil)
o    Penguunaan Plastik Susu untuk bahan wadah/pot (Nursuhud, at al., 1997)
o    Pemasangan dinding kasa dan shower (Akyas et al., 1995)
o    Pengerasan Lantai (Putra et al., 1996)
o    Konstruksi Rumah Plasti Bentuk Joglo (Peggy-back Growing Structure) (Widayat et al., 1997)

Observasi / Survey
descriptif-explanatif (Penelitian Non-Experimental, menggunakan data statistik “sederhana” (misalnya purata dengan standar deviasi)
Tampilan Pertumbuhan Tanaman dan Hasil.
o    Ditanam pada temperatur terkontrol (konstan 300C menggunakan shower)
o    Ditanam dengan berbagai pola pangkas (Syamsudin at al., 1997, Putra et al., 2000)
o    Ditanam dengan formulasi nutrisi berbeda. (Suryadi, et al.,1999, Liawati et al., 1999, Sahudi et al, 1999, Kurniati et al., 2000)

Experiment Hipotetik (Penelitian menggunakan Rancangan Percobaan)
Pengaruh berbagai level perlakuan:
o    Irradiasi (Akyas, 2000, Yoghy, et al., 1997)
o    Tipe Substrat Wadah/Pot (Risdiani et al., 2002)
o    Formula Nutrisi (Fitriani, et al., 2000, Santi et al., 2001, Dwinanti et al., 2004, Ratnawati, et al., 2004)
o    Pola Pangkas (Hutabarat et al., 2000, Risdiani et al., 2002)
o    Macam bibit (Dari biji dan stek) (Suryadi et al, 2004)
Sumber: Akyas et. al.,(2004)

  • Contoh berikutnya adalah dua telaah tentang Kayu Surian, berupa Disertasi oleh Hidayat, 2011, dan Suhaya, 2012.
Ø  Hidayat, Y.  2011.  Variasi Genetik Populasi Pohon Surian (Toona sinensis Roem) di Pulau Jawa.  Disertasi Program Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran.  Bandung. (Tidak dipublikasikan). Penelitian ini adalah Penelitian Deskriptif.
Ø  Suhaya, Yoyo, 2012. Potensi dan Penyebaran serta  Karakteristik Fisik, Mekanik dan Anatomi Makro Kayu Surian (Toona Sinensis Roem. ) pada Berbagai Kondisi Ekologi di Jawa Barat. Draft Disertasi Program Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran.  . (Tidak dipublikasikan). Telaah sebaran Kayu Surian adalah Penelitian Deskriptif, dilanjutkan dengan Penelitian Developmental, mencoba mendudukkan lokasi sebaran Kayu Surian dengan data ekologisnya, dan kemudian dilanjutkan dengan Penelitian Experimental, menguji hubungan Data Ekologis dengan Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Kayu Surian. 
  • Teladan lain berupa Penelitian Non-Experimental, yaitu Peneitian Deskriptif dan Penelitian Developmental (Penelitian Deskriptif-Explanatif).
Ø  “Bertimmung der Optimalen Ernte Termin und Veraenderung der Phenolischen Inhaltstoffe der Schwarze Johannisbeeren” (Penetuan Waktu Panen Optimal dan Perubahan Kandungan Senyawa Phenol pada Buah Schwarze Johannesbeeren (Black Currant). Penelitian Disertasi Akyas (1977). Penelitian dimulai dengan
§  mendeskripsi perubahan kandungan kimiawi buah 34 kultivar Black Currant, dari menjelang matang optimal sampai lewat matang.
§  Penelitian Developmentalnya menggunakan metode berpikir Induktif, yaitu menarik generalisasi dari telaah deskriptif perubahan kandungan kimiawi buah 34 cultivar Black Currant tersebut.
§  Jadi penelitian ini tidak sampai pasa uji hipotesis (Penelitian Experimental). 
  • Teladan Penelitian Non-Experimental ini bisa dilanjutkan dengan teladan dari bidang kajian Hama dan Penyakit Tanaman, misalnya Penelitian Retrospektif tentang meledaknya suatu jenis Hama/Serangga tertentu (Wereng  atau yang terakhir ini meledaknya populasi “tom-cat”)

Daftar Pustaka

Akyas. A. M. 1978. Bestimmung der Optimalen Ernte Termin und Veraenderung der Phenolischen Inhaltstoffe der Schwarzen Yohannisbeeren, Disertation. Justus Liebig Universitaet. West Germany. Unpublished.   

Akyas, Aos M., Dedi Widayat, Nursuhud (2004). Research and Development in Hydroponics Technology at the Laboratory of Horticulture Padjadjaran University (A Case with Tomato cuvar. Recento). The 5th International Symposium-cum-Workshop in Southeast Asia. The Role of German Alumni in Rural/ Regional Development and Entrepreneurship, 23 -27 August 2004,  Phnom Penh – Cambodia.

Akyas, A. M. (2012). Metode Ilmiah. Kuliah Introduksi Kuliah Metode Ilmiah dan Penyampaian Karya Ilmiah (MIPKI), Prodi Agrotek, Fakultas Pertanian, Unpad. Tidak Dipublikasi.
Cook and Reichardt,1979. http://don.ratcliff.net/qual/expq1.html
Hidayat, Y.  2011.  Variasi Genetik Populasi Pohon Surian (Toona sinensis Roem) di Pulau Jawa.  Penelitian Disertasi Program Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran.  Bandung. (Tidak dipublikasikan)
Kegley, Jacquelyn Ann K. (1996). Science, Technology, Human Values and Choices. dalam International Conference on Values and Attitudes in Science and Technology. International Journal of Science & Technology, Kuala lumpur, Mslaysia, 3-6 September, 1996. Special Issue.
Muslich, Muhammad (2008). Filsafat Ilmu. Kajian atassumsi Dsara, Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan. , Penerbit Belukar, Yogyakarta.
Suganda, Tarkus (2011). Bahan Presentasi Kuliah Metode Ilmiah dan Penyampaian Karya Ilmiah. Prodi Agrotek. Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung.
Suhaya, Yoyo, 2012. Potensi dan Penyebaran serta  Karakteristik Fisik, Mekanik dan Anatomi Makro Kayu Surian (Toona Sinensis Roem. ) pada Berbagai Kondisi Ekologi di Jawa Barat. Draft Disertasi Program Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran.  Bandung. (Tidak dipublikasikan)


[1]  Bila muncul suatu gejala sosial di waktu dan tempat tertentu, gejala sosial itu dapat dipahami dengan menggunakan kerangka teori.

FOTOSINTESIS



Fotosintesis terjadi melalui 2 tahap reaksi, yaitu :
·      Reaksi terang, yaitu proses konversi energi cahaya menjadi energi kimia dan menghasilkan oksigen (O2)
·      Reaksi gelap, yaitu terjadinya seri reaksi siklik yang membentuk gula dari bahan dasar CO2 dan energi (ATP dan NADPH) dengan bantuan enzim Rubisco (pada tanaman C3). Energi yang digunakan dalam reaksi gelap ini diperoleh dari reaksi terang.. Dalam reaksi gelap terjadi Siklus Calvin yang membentuk senyawa antara, yaitu 3PGA.

Terdapat 3 tipe fotosintesis, yaitu:
·      C3: Hasil pertama dari fotosintesis adalah molekul yang mempunyai 3 atom karbon, yaitu 3 PGA (Phospho gliseric acid). Pada tanaman C3 fiksasi CO2 terjadi melalui siklus calvin. Contoh tanaman C3 adalah gandum, kentang, kedelai, dan lain-lain.
·      C4: Hasil dari fotosintesis adalah molekul dengan 4 atom karbon, yaitu malat. Contoh tanaman C4: jagung, tebu, sorgum.
·      CAM (Crasculacean Acid Metabolism). Seperti halnya tanaman C4, pada tanaman CAM molekul pertama dari fotosintesis adalah malat. Tanaman CAM mempunyai keistimewaan, yaitu dapat dorman pada keadaan ekstrim tanpa merusak sel, dan akan tumbuh kembali pada keadaan normal. Contoh tanaman CAM adalah kaktus, stone crop.

Tanaman C3
Tanaman C3 mempunyai efisiensi fotosintesis yang rendah karena enzim Rubisco mempunyai peran ganda, yaitu (a) untuk pengikatan CO2, dan (b) pengaktifan oksigenase dalam Fotorespirasi. Pada tanaman C3, pemanfaatan CO2 hanya sebesar 50% karena adanya  fotorespirasi, sehingga efisiensi fotosintesis rendah.

Tanaman C4
·      Mempunyai 2 tipe sel fotosintesis, yaitu mesofil dan bundle-sheath, sehingga CO2 yang dihasilkan dari siklus Calvin di Bundel Sheath ditangkap kembali dan dipergunakan di mesofil.
·      Fiksasi CO2 dilakukan oleh enzim PEPC yang afinitas terhadap CO2 lebih tinggi dibandingkan pada tanaman C3, yaitu enzim Rubisco. Substrat pada tanaman C4 adalah CA (Carbonic Anhydrose).
·      Ada pemisahan tempat antara: reduksi NO2 + NO3 dan reduksi CO2
·      Tidak ada fotorespirasi yang terukur.
·      Peningkatan efisiensi fotosintesis tanaman C3 menjadi tanaman C4 dapat dilakukan dengan cara mengintroduksi gen-gen yang terlibat dalam fotosintesis pada tanaman C4, yaitu :
1.    PEPC (fiksasi CO2 + karboksilasi PEP —->  OAA)
2.    PEPCK (dekarboksilasi OAA —->  PEP)
3.    PPDK (fosforilasi piruvat  ——>   PEP)

Peningkatan efisiensi fotosintesis
·      Keseimbangan Source – Sink;.
·      Meningkatkan konduktivitas stomata (dapat membuka dan menutup stomata sesuai kondisi lingkungan);
·      Luas daun hijau lebih lebar, morfologi dan anatomi daun (bentuk kanopi yang lebih tegak,daun lebih hijau dan tebal, ratio klorofil A/klorofil B, serta introduksi gen CAO);
·      Meningkatkan aktivitas enzim Rubisco, introduksi gen C4 pada tanaman C3;
·      Efisiensi penangkapan cahaya;
·      Efisiensi penggunaan cahaya (meningkatkan aktivitas enzim fotosintat dan  menurunkan aktivitas enzim respirasi).

Faktor utama yang menentukan laju fotosintesi

1.    Intensitas cahaya. Laju fotosintesis maksimum ketika banyak cahaya.
2.    Konsentrasi karbon dioksida. Semakin banyak karbon dioksida di udara, makin banyak jumlah bahan yang dapt digunakan tumbuhan untuk melangsungkan fotosintesis.
3.    Suhu. Enzim-enzim yang bekerja dalam proses fotosintesis hanya dapat bekerja pada suhu optimalnya. Umumnya laju fotosintensis meningkat seiring dengan meningkatnya suhu hingga batas toleransi enzim.
4.    Kadar air. Kekurangan air atau kekeringan menyebabkan stomata menutup, menghambat penyerapan karbon dioksida sehingga mengurangi laju fotosintesis.
5.    Kadar fotosintat (hasil fotosintesis). Jika kadar fotosintat seperti karbohidrat berkurang, laju fotosintesis akan naik. Bila kadar fotosintat bertambah atau bahkan sampai jenuh, laju fotosintesis akan berkurang.
6.    Tahap pertumbuhan. Penelitian menunjukkan bahwa laju fotosintesis jauh lebih tinggi pada tumbuhan yang sedang berkecambah ketimbang tumbuhan dewasa. Hal ini mungkin dikarenakan tumbuhan berkecambah memerlukan lebih banyak energi dan makanan untuk tumbuh.

Kapasitas Tukar Kation



Bahan Organik
          Pengaruh bahan organik terhadap KTK tanah sangat nyata, karena daya jerap bahan organik sangat besar seperti yang telah diutarakan pada bab sebelumnya. Bahan organik juga dapat menghasilkan humus yang mempunyai KTK jauh lebih tinggi daripada mineral liat. Oleh karena itu semakin tinggi kandungan bahan organik tanah semakin tinggi pula nilai KTK-nya. Ketentuan ini berlaku jika faktor-faktor lainnya relatif sama. Sebagai contoh pada Tabel diatas ditunjukkan bahwa KTK humus dapat mencapai 200me/100g.

Pengapuran dan Pemupukan
          Hubungan antara besar kecilnya KTK akibat pengapuran dan pemupukan berkaitan dengan perubahan pH tanah oleh pemberian kapur dan pupuk tersebut. Pada tanah-tanah yang bermuatan tergantung pH (pH dependent charge), seperti tanah yang kaya montmorilonit atau koloid organik, maka KTK akan meningkat dengan pengapuran. Di lain pihak pemberian pupuk tertentu akan dapat menurunkan pH tanah, sejalan dengan itu KTK-pun akan turun. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa pengaruh pengapuran dan pemupukan berkaitan dengan perubahan pH, yang selanjutnya mempengaruhi KTK tanah.
          Besarnya KTK suatu tanah dapat ditentukan dengan menjenuhkan kompleks jerapan atau misel dengan kation tertentu. Misalnya misel dijenuhkan dengan kation Ba2+ atau NH4+ yang bertujuan agar seluruh kation yang terjerap dapat digantikan oleh ion Ba2+ atau NH4+. Dengan menghitung jumlah Ba2+ atau NH4+ yang dapat menggantikan seluruh kation terjerap tadi, maka nilai tersebut adalah KTK tanah yang ditentukan.

Daya Pertukaran Kation
          Setiap kation mempunyai daya yang berbeda untuk dapat dijerap dan dipertukarkan. Jumlah yang dijerap biasanya tidak setara dengan jumlah yang dipertukarkan. Ion bervalensi dua biasanya lebih kuat dipegang dai pada ion bervalensi satu oleh koloid tanah, dengan demikian akan lebih sukar untuk dipertukarkan. Itulah sebabnya jika ion Ba2+ yang digunakan sebagai kation penukar, pertukaran tidak terjadi dalam jumlah yang setara. Barium dijerap kuat sekali oleh liat, tetapi mempunyai daya penetrasi yang rendah. Oleh karena itu jumlah pertukaran yang diperoleh lebih rendah dari jumlah barium yang dijerap, akan sering memberikan jumlah pertukaran yang lebih tinggi dari jumlah ion NH4+ yang dijerap. Amonium adalah ion bervalensi satu yang tentunya akan ditarik oleh koloid liat kurang kuat jika dibandingkan dengan ion barium, tetapi ion amonium mempunyai daya penetrasi yang lebih tinggi.
          Pengecualian dari hal tersebut mungkin terjadi pada penggunaan ion H+. Ion hidrogen dijerap lebih kuat dari semua ion bervalensi satu atau ion bervalensi dua. Pada liat hidrogen, reaksi pertukaran pada mulanya didominasi oleh sejumlah besar dari ion H+ yang dapat dipertukarkan dan sejumlah kecil ion Al3+. Walaupun demikian jumlah dari ion alumunium yang dapat dipertukarkan dapat bertambah dengan cepat. Hal itu disebabkan ion hidrogen yang dapat dipertukarkan menyebabkan pelapukan mineral dan alumunium yang dibebaskan dari mineral liat akan menjadi bentuk dapat dipertukarkan.

Penyebaran Kation
          Pada suspensi tanah dapat dibedakan permukaan padat yang umumnya bermuatan negatif dan kation-kation yang bermuatan positif dalam larutan. Penyebaran muatan pada sistem tersebut dapat disamakan dengan kondensor. Dalam hal ini lempeng bermuatan negatif adalah permukaan padat dan lempeng bermuatan positif adalah sejumlah kation yang tersebar. Semakin jauh dari permukaan bahan padat ia menjadi renggang sampai akhirnya merat dilarutkan. Penyebaran muatan dengan medan listriknya disebut lapis ganda listrik. Dengan adanya tenaga kinetis maka penyebaran kation bersifat difusi dan lapisan ganda disebut setengah difusi. Kation-kation yang menyebar disebut ion lawan (counter ion) dari muatan permukaan. Medan listrik makin berkurang dari permukaan bermuatan kelarutan sampai menjadi nol bila disosiasi ion lawan telah berhenti. Tebal lapis ganda ditentukan oleh kesetimbangan antara kecenderungan ion-ion untuk menyebar dan kekuatan tarik permukaan mineral.
          Kenaikan valensi atau kepekatan ion dalam larutan seimbang, menyebabkan berkurangnya tebal lapis ganda. Jika jumlah muatan ion lawan sama dengan muatan permukaan mineral liat, maka pada keadaan kering dapat dilukiskan seperti gambar A sedangakn gambar B memperlihatkan penyebaran ion dalam tanah dengan kadar air yang cukup.

Komposisi Ion pada Kompleks Pertukaran
          Larutan tanah terdiri dari berbagai campuran kation yang semuanya merupakan kation yang dapat ditarik oleh permukaan liat. Pada pembicaraan terdahulu kita telah mengetahui bahwa jerapan dan pertukaran kation tergantung pada kepekatan dan ciri kationnya. Ciri dan komposisi dari larutan tanah akan berubah-ubah, tergantung kepada jenis dan jumlah kation yang dipertukarkan dan pada kepekatan dari akhir kesetimbangan yang ditetapkan dengan kelarutan dan disosiasi. Telah diketahui bahwa pertukaran dapat terjadi pada komposisi ion atau pada ion-ion yang terdapat pada kompleks dan ini sangat penting dalam praktek. Agar kita dapat mempelajari masalah ini, maka beberapa rumus atau persamaan yang berhubungan dengan masalah komposisi ion perlu diketahui. Persamaan-persamaan tersebut akan diuraikan pada bagian khusus.
             

ILMU KESUBURAN TANAH



Arti sempit :
Suatu ilmu yang mempelajari tentang kapasitas kesanggupan tanah untuk menyediakan unsur-unsur hara (nutrisi) bagi tanaman dalam jumlah yang tepat, sehingga memberikan hasil yang optimal.

Arti luas :
Suatu keadaan tanah dengan udara, tata air, dan unsur hara dalam keadaan cukup, seimbang dan tersedia sesuai dengan tuntutan tanaman. Definisi tersebut mengandung makna bahwa tanah bukanlah suatu benda alam yang pasif, tetapi suatu benda alam yang dinamis dan kompleks, didalamnya terjadi proses-proses rumit bagaimana organisme tanah berperan dalam menyediakan unsur hara, bagaimana proses penyediaan unsur-unsur hara tadi melalui adanya pelapukan-pelapukan batuan maupun mineral, bagaimana ketersediaan air maupun udara baik bagi organisme maupun jalannya tata udara dalam tanah untuk perakaran tanaman. 
Juga meliputi kesuburan kimia, fisika, dan kesuburan biologi tanah. Dari ketiga variabel itu sangat  mendukung pada tingkat produktivitas tanah, akan tetapi tingkat produktivitas tanah bergantung pula pada manajemen atau cara pengelolaan tanah maupun lahan.

Tanah yang subur adalah  tanah yang memiliki kedalaman efektif (kedalaman tanah yang masih dapat ditembus akar tanaman) cukup dalam, bertekstur lempung berdebu, bertekstur remah, berkonsistensi gembur, memiliki kemasaman tanah netral (6,5-7,0), banyak organisme maupun mikroorganisme yang menguntungkan dan aktif dalam siklus hara, dan tidak ada faktor pembatas lain misalnya kriteria itu telah memenuhi syarat, akan tetapi ketersediaan air tidak terpenuhi maka tanah tidak dapat dikatakan subur. Dengan demikian selain terpenuhinya syarat-syarat tadi juga tidak ada faktor pembatas lain yakni adanya air yang tersedia bagi tanaman