Home AD

Friday, March 14, 2014

KLASIFIKASI IKLIM DI INDONESIA


1.    Klasifikasi Iklim MOHR (1933)
Klasifikasi iklim di Indonesia yang didasrakan curah hujan agaknya di ajukan oleh Mohr pada tahun 1933. Klasifikasi iklim ini didasarkan oleh jumlah Bulan Kering (BK) dan jumlah Bulan Basah (BB) yang dihitung sebagai harga rata-rata dalam waktu yang lama.
Bulan Basah (BB)  :  Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi).
Bulan Kering (BK)  :  Bulan dengan curah hujan kurang dari 60 mm (jumlah curah hujan lebih kecil dari jumlah penguapan).
Tahap-tahap penentuan kelas iklim menurut Mohr :
1.    Ambil data curah hujan bulanan dari jangka waktu lama (30 tahun).
2.    Jumlahkan curah hujan pada bulan yang sama selama jangka pengamatan.
3.    Cari curah hujan rata-rata bulanan.
4.    Dari harga rata-rata curah hujan bulan itu pilih BK dan BB nya.
5.    Dari kombinasi BK dan BB itu dapat ditentukan kelas iklimnya.
Klasifikasi Iklim Mohr (1933)
Jadi contoh perhitungan di atas BK=3, BB=6 berarti termasuk kelas iklim III, berarti “daerah dengan masa kering yang sedang”.

2.    Klasifikasi ilim Schmidt-Ferguson (1951)
Klasifikasi iklim di Indonesia menurut Schmidt-Ferguson (1951) didasrkan kepada perbandingan Bulan Kering (BK) dan Bulan Basah (BB).
Kriteria BK an BB yang digunakan dalam klasifikasi iklim menurut Schmidt-Ferguson sama dengan kriteria BK dan BB oleh Mohr (1933), namun perbedaan utama yakni dalam cara perhitungan BK dan BB akhir selama jangka waktu data curah hujan itu dihitung.
Bulan Kering  :  Bulan dengan curah hujan lebih kecil dari 60 mm.
Bulan Basah  :  Bulan dengan curah hujan lebih besar dari 100 mm.
Bulan Lembab  :  Bulan dengan curah hujan antara 60-100 mm.
Bulan Lembab (BL) tidak dimasukkan dalam urmus penentuan tipe curah hujan (rainfall type) yang dinyatakan dalam nilai Q (quotient Q).
Dari besarnya nilai Q inilah selanjutnya ditentukan tipe curah hujan suatu tempat atau daerah.
Tahap-tahap cara penentuan tipe curah hujan suatu tempat menurut Schmidt-Fergusom, yaitu :
1.    Gunakan data curah hujan dalam jangka waktu 30 tahun.
2.    Dari data curah hujan tiap tahun pilih masing –masing BK dan BB nya.
3.    Jumlahkan masing-masing BK dan BB seluruh tahun dan hitung harga rata-ratanya.
4.    Harga rata-rata BK dan harga rata-rata BB dimasukkan dalam rumus O, yakni :
5.    Lihat tabel atau setigita Schmidt-Ferguson yang berisi kisaran nilai O untuk menentukan tiper curah hujannya.
Tabel Schmidt-Ferguson :
Dari tabel 5-F atau segitiga S-F, maka daerah contoh tersebut di atas termasuk tiper curah hujan D (sedang).
Tipe curah hujan Schmdit-Ferguson terdiri dari 8 tiper (8 rainfall types). Tiap-tiap tipe mempunyai perbedaan 1,5 BK.  Misalnya : tipe curah hujan A O -1,5 BK (O 0,14), Tipe B mempunyai 1,5-33 BK, tipe C mempunyai 3-4,5 BK dan seterusnya.
Meskipun dengan klasifikasi ini dapat ditentukan sifat suatu daerah mulai dari kering, lembab dan basah, namun belum cukup memberikan informasi lengkap mengenai potensi pertaniannya, karena kriteria BB hanya disasarkan kepada penguapan (evaporasi).

3.    Klasifikasi iklim menurut Oldeman (1975)
Klasifikasi iklim menurut Oldeman (1975) disebut juga dengan klasifikasi agroklimat. Peta cuaca pertanian ditampilkan sebagai “peta agroklimat” atau Atroclimatic map.  Klasifikasi iklim ini terutama ditujukan kepada komoditi pertanian tanaman makanan utama seprti padi, jagung, kedelai dan tanaman palawija lainnya.
Karena penggunaan air bagi tanaman-tanaman utama merupakan hal yang penting di lahan tadah hujan, maka dnegna data curah hujan dlam jangka lama, peta agroklimat ddidasarkan pada periode kering. Curah hujan melebihi 200 mm sebulan dianggap cukup untuk padi sawah, sedangkan curah hujan paling sedikit 100 mm per bula diperlukan untuk bertanam di lahan kering.
Dasar klasifikasi agroklimat ini ialah kriteria Bulan Basah dan Bulan Kering.
Bulan Basah (BB)  :  Bulan dengan curah hujan sama atau lebih besar dari 200 mm.
Bulan Kering (BK)  :  Bulan dengan curah hujan lebih kecil dari 100 mm.
Kriteria penentuan ??? ini didasarkan pada besarnya evapotranspirasi, ???air melalui tanah dan tajuk tanman.  Evapotranspirasi dianggap sebagai banyaknya air yang dibutuhkan oleh tanaman.
Dalam klasifikasi agroklimat ini maka pembagian zone agroklimat didsasrkan pada seberan BB berturutan dan kombinasi BB dan BK.
1.    Berdasarkan BB
Suatu BB didefinisikan sebagai bulan dengan cukup air utnuk pertanaman padi sawah, yakni paling sedikit 200 mm curah hujannya.  Meskipun umur tanaman padai ditentukan oleh varietasnya, periode dengan 5 BB berturutan dianggap optimal untuk satu pertanaman padi sawah.  Apabila terdapat periode lebih dari 9 BB berturutan petani dapat bertanam padi 2 kali.  Namun bila BB kurang dari 3 bulan berturutan, tanaman padi mengandung resiko gagal kecual ada pengairan.
2.    Berdasarkan BB dan BK :
Pembagian Zone agroklimat selanjutnya didasrkan pula pada jumlah BK berturutan.  Bulan Kering mempunyai curah hujan kurang dari 100 mm.  Bila terdapat kurang dari 2 BK dalam setahun, petani dengan mudah dapat mangatasi kelangkaan air hujan, sebab pada umumnya masih terdapat cukup air dalam tanah untuk kebutuhan air tanaman.  Bila terdapat 2-4 BK rencana pola tanam harus hati-hati apabila ingin bertanam sepanjang tahun.  Suatu periode 5-6 BK berturutan dianggap terlalu lama bila tidak ada irigasi bagi tanaman.  Apabila bila periode kering melebihi 6 bulan, maka kemungkinan gagalnya tanaman makin besar.

PUYUH (Coturnix coturnix japonica)



A.  Deskripsi Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

            Puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan hasil domestikasi dari puyuh liar (Coturnix coturnix) yang dilakukan di Jepang (Cooper, 1976).  Burung puyuh yang dipelihara di Indonesia pada mulanya diimpor dari Taiwan, Hongkong dan Jepang (Nugroho dan Mayun, 1986).  Semenjak akhir tahun 1979, puyuh jenis Coturnix coturnix japonica mulai populer di Indonesia sebagai ternak yang dipelihara untuk usaha sambilan maupun komersil.  Selain diambil telurnya, daging puyuh juga merupakan makanan yang lezat dan mengandung gizi tinggi (Rasyaf, 1991).
            Menurut Nugroho dan Mayun (1986), klasifikasi puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica) adalah sebagai berikut :  
Class                :  Aves
Ordo                :  Galliformes
Sub Ordo        :  Phasianoidae
Famili              :  Phasianidae
Genus              :  Coturnix
Species            :  Coturnix-coturnix japonica.
            Puyuh yang telah didomestikasi ini mencapai kecepatan pertumbuhan yang tinggi dan dewasa kelamin dalam jangka waktu yang singkat.  Keadaan fisiologisnya hampir sama dengan ayam (Lee dkk., 1977).  Puyuh (Coturnix coturnix japonica) mempunyai panjang badan 19 cm, berbadan bulat, berekor pendek, paruh pendek dan kuat serta berjari kaki empat dan berwarna kekuning-kuningan dengan susunan tiga jari menghadap ke depan dan satu jari ke belakang (Nugroho dan Mayun, 1986).

B.  Pertumbuhan
            Pertumbuhan merupakan fenomena universal yang bermula dari satu telur yang dibuahi dan selanjutnya terus mencapai dewasa (Tillman dkk., 1986).  Pertumbuhan adalah proses yang sangat kompleks, bukan saja pertambahan berat badan tetapi juga menyangkut pertumbuhan semua bagian tubuh secara serentak dan merata.  Pola pertumbuhan tersebut dibagi dua tahap, yaitu tahap pertumbuhan cepat, terjadi sebelum ternak mencapai dewasa kelamin dan berat hidup bertambah terus-menerus dengan cepat.  Tahap kedua kecepatan pertumbuhan semakin menurun sampai dengan ternak mencapai dewasa kelamin (Maynard dkk., 1983).
            Pertumbuhan yang normal pada unggas bila berat badan diproyeksikan terhadap umur diperoleh kurva pertumbuhan yang secara umum berbentuk sigmoid (Soeharsono, 1976).  Kurva pertumbuhan pada puyuh bentuk sigmoidnya tidak jelas yang cenderung merupakan garis lurus.  Hasil penelitian Sreenivasaiah dan Joshi (1979) kurva pertumbuhan puyuh berbentuk sigmoid yang terdiri dari fase percepatan pertumbuhan (accelerating phase) yaitu umur 0 – 56 hari dan fase perhambatan pertumbuhan (retarding phase).  Pada fase percepatan pertumbuhan puyuh dibagi atas tiga bagian, yaitu umur 0 – 12 hari, 12 – 40 hari dan 40 – 56 hari. Kecepatan pertumbuhan sangat penting untuk keefisienan ransum (Jull, 1979).  Persentase kecepatan pertumbuhan puyuh jantan dan betina dari umur satu hari sampai dengan lima minggu tidak berbeda nyata.  Perbedaan kecepatan pertumbuhan antara jantan dan betina mulai tampak pada waktu puyuh berumur enam minggu (El Ibiary dkk., 1966).
            Puyuh mengalami laju pertumbuhan pertambahan yang paling cepat terjadi pada umur satu hari sampai empat minggu, yaitu pada saat pertambahan berta hidup meningkat dari tujuh gram pada umur satu hari menjadi 95,2 gram pada umur empat minggu.  Pada saat itu berat badan puyuh jantan relatif lebih rendah daripada puyuh betina.  Berat badan puyuh betina pada umur dua minggu adalah 26,4 gram meningkat menjadi  69,5 gram pada umur empat minggu dan pada umur enam minggu menjadi 106,4 gram.  Menurut El Ibiary dkk. (1966) laju pertumbuhan yang terbesar yaitu pada minggu pertama sampai minggu ketiga yaitu sebesar 56,5% - 58,3%.
            Unggas pada dasarnya mengalami pertumbuhan dan perkembangan sel pada fase embrional pertumbuhan dan perkembangannya terjadi di luar tubuh induk, maka pertumbuhan dan perkembangannya disamping ditentukan oleh faktor genetik, faktor lingkungan juga sangat mempengaruhi pertumbuhan (Soeharsono, 1976).

C.  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan
1.  Genetik
            Kecepatan pertumbuhan makhluk hidup berbeda-beda pada tiap spesies.  Pertumbuhan merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.  Potensi genetik merupakan faktor kelanggengan yang diperoleh setiap individu dari masing-masing induk dan bapaknya (Soeharsono, 1976).
2.  Ransum
            Makanan sebagai sumber energi dibutuhkan dalam semua proses biologis hewan, diantaranya untuk pergerakan, pernafasan, makan, sistem saraf, pengaturan suhu tubuh dan proses kehidupan pada umumnya (Card dan Nesheim, 1972).
            Ransum adalah sejumlah bahan makanan yang diberikan kepada seekor hewan selama periode 24 jam (Hartadi, 1980).  Hal yang diperhatikan dalam ransum adalah imbangan energi dan protein.  Ketidakseimbangan energi dan protein dalam ransum akan menyebabkan zat-zat makanan tidak dipergunakan sebagaimana mestinya (Ewing, 1963).
            Protein secara umum dibagi menjadi dua kategori, yaitu protein hewani yang berasal dari hewan dan protein nabati yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (Cullison, 1978).  Penggunaan protein hewani di dalam ransum unggas akan melengkapi nilai gizi ransum yang terdiri dari bahan nabati, sehingga akan memberikan hasil yang lebih unggul (Anggorodi, 1985).
            Menurut Wahju (1992), faktor-faktor yang menyebabkan protein hewan lebih unggul dibandingkan protein tumbuh-tumbuhan adalah  (1) Adanya kalsium dan fosfor yang berasal dari tulang hewan, (2) Vitamin B-complek terutama riboflavin pada susu skim kering, (3) Vitamin B12 yang terdapat pada semua bahan berasal hewan tetapi tidak ada pada tumbuh-tumbuhan, dan (4) asam amino methionin dan lisin yang terdapat pada protein ikan, telur dan susu dalam kadar yang lebih tinggi daripada protein berasal dari tumbuh-tumbuhan, sehingga pemberian ransum yang paling efisien diperoleh jika perbandingan energi dan zat-zat makanan dalam ransum sesuai untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan produksi telur.
            Laju pertumbuhan dan jumlah ransum yang dikonsumsi mempunyai korelasi positif.  Semakin banyak ransum yang dikonsumsi, semakin cepat pertambahan bobot badan yang akan dicapai (Schaible, 1979).  Menurut Lee dkk. (1979) konsumsi ransum pada puyuh meningkat sejalan dengan terjadinya peningkatan bobot badan dan apabila telah mencapai dewasa kelamin, baik konsumsi ransum maupun pertambahan berat badan sudah mulai menurun. 
            Pada setiap tahap pertumbuhan dan perkembangannya, puyuh membutuhkan pakan dengan kualitas berbeda.  Pembedaan kualitas pakan ditandai dengan kadar protein kasar yang terkandung dalam pakan tersebut (Abidin, 2002).
3.  Konversi Ransum
            Konversi ransum merupakan perbandingan rataan konsumsi ransum dengan rataan pertambahan berat badan.  Nilai rasio konversi ransum merupakan rasio yang menunjukan keefisienan penggunaan ransum untuk menghasilkan pertambahan bobot badan sebesar satu satuan.  Dengan demikian makin rendah angka konversi ransum, makin efisien dalam penggunaan ransum (Sudjarwo, 1988; North dan Bell, 1990).
            Konversi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bobot badan, imbangan energi protein ransum, suhu lingkungan dan kesehatan (Card dan Nesheim, 1979).  Menurut Marks (1980) menyatakan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap konversi ransum pada puyuh adalah perbaikan genetik untuk memperoleh bobot badan yang tinggi dengan konsumsi rendah, yang pada gilirannya didapatkan penggunaan ransum yang lebih efisien atau konversi ransum rendah.  Selanjutnya menurut Siegel dan Wisman (1966), terdapat hubungan positif antara selera makan (appetite) dan efisiensi penggunaan ransum dengan bobot badan.  Konversi ransum puyuh menurut Narahari, dkk (1988) pada umur 4 – 6 minggu berturut-turut 5,05; 5,15; 5,04 dan 5,29 dengan tingkat kandungan protein ransum 18%, 20%, 22% dan 24% dan tingkat energi ransum yang sama yaitu 2600 Kkal/kg.
4.  Umur Saat Dewasa Kelamin
            Dewasa kelamin pada puyuh betina ditandai dengan pertama kali bertelur, sedang pada jantan dengan mulai berkokok dengan suara khas (Djulardi, 1995).    Penelitian para pakar puyuh memberikan hasil bahwa umur dewasa kelamin pada puyuh dicapai sekitar 51 hari (Tiwari dan Panda, 1978), 49 – 52 hari (Pandelaki dkk., 1982), 53 hari (Hakim, 1983), dan 49 hari (Garnida, 1998).  Kisaran umur dewasa kelamin ini karena dipengaruhi oleh kesehatan, tatalaksana, genetik, pencahayaan, berat badan dan makanan (Sefton dan Siegel, 1974; North dan Bell, 1990).   

Tuesday, March 11, 2014

PERAN ISTRI DALAM MENJAGA KEHIDUPAN RUMAH TANGGA SUAMI ISTRI DAN BERGAUL DENGAN CARA YANG BAIK



Adapun kaum wanita muslimah, hendaklah ia mengetahui bahwa kebahagian, kasih sayang, dan rahmah tidak akan sempurna melainkan dengan menjaga kesucian dan agama, mengetahui batasan-batasan dan tidak melampaui batasan-batasan tersebut, menunaikan kewajiban terhadap suami yang merupakan pemimpin baginya, yang menjaganya, memberi nafkah kepadanya, maka seorang istri harus mentaati suaminya, menjaga diri dan harta suaminya, menguatkan amal, menunaikan tugasnya serta berhati-hati dalam menjaga diri dan keluarganya, niscaya ia akan menjadi seorang istri yang shalihah dan ibu yang penuh kasih sayang, istri yang memimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya, mensyukuri kebaikan yang diberikan suaminya dan tidak mengingkari  kebikan-kebaikan yang diperbuat suaminya. Nabi memperingatkan umatnya dari mengingkari kebaikan suami, Beliau bersabda ;
Aku telah melihat neraka, ternyata sebagian besar penghuninya adalah wanita, mereka kufur.' Rasulullah SAW ditanya, apakah mereka kufur  kepada Allah?. Rasulullah SAW bersabda: 'Tidak, mereka kufur terhadap kebaikan suaminya, jika engkau selalu berbuat baik kepada mereka kemudian suatu ketika mereka melihat dari kalian sesuatu yang tidak mereka sukai maka mereka berkata: Aku tidak melihat sedikitpun kebaikan darimu.
Maka hendaknya seorang istri tidak mempermasalahkan hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginannya pada diri suaminya. Dan tidak berakhlaq buruk terhadap suami ketika ia ada dan tidak berkhianat ketika ia tidak ada.
Dengan demikian akan tercapai keridhaan, langgeng rumah tangga dan menjadi mulia rasa kasih sayang dan rahmah. Dan
 Wanita manapun yang meninggal sementara suaminya ridha kepada nya, maka ia akan masuk ke dalam surga.”
Maka bertaqwalah kepada Allah SWT wahai umat islam... dan ketahuilah bahwa dengan hadirnya kesepakatan maka akan tercapai kebahagiaan dan terbentuk suasana yang baik untuk pendidikan anak dan mereka tumbuh di  dalam rumah yang mulia yang penuh dengan kasih sayang yang terbangun dengan saling memahami antara kasih sayang ibu dan kerja keras ayah, yang jauh dari keributan karena perselisihan, beda pendapat, memperpanjang masalah, dan tidak bersifat keras, tidak berakhlaq buruk terhadap kerabat dekat maupun jauh.
 “..."Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al Furqan: 74)

PERAN SUAMI DALAM MENJAGA KEHIDUPAN RUMAH TANGGA SUAMI ISTRI DAN BERGAUL DENGAN CARA YANG BAIK



Termasuk kecenderungan akal dan kematangan berfikit adalah membiasakan diri untuk dapat menerima kekurangan dan menahan diri menghadapi kesulitan hidup. Sementara itu, laki-laki adalah pemimpin dalam rumah tangga dituntut untuk lebih bersabar dari pada wanita, karena sungguh telah diketahui, bahwa wanita itu lemah fisik dan akhlaqnya, dan berlebihan dalam meluruskannya bisa mematahkannya dan mematahkannya adalah mencerainya. Al-Mushthafa yang tidak berbicara dari hawa nafsunya bersabda :
 Berilah nasihat kepada wanita dengan cara yang baik karena sesungguhnya ia diciptakan dari tulang rusuk dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas, jika engkau meluruskannya maka engkau akan mematahkannya, dan jika engkau membiarkannya maka ia akan tetap bengkok, maka nasehatilah wanita dengan cara baik.”
Yang bengkok pada wanita adalah dari segi penciptaannya, maka harus bersikap lemah lembut dan sabar dalam menghadapinya.
Maka hendaknya para lelaki tidak membiarkan dirinya larut dalam perasaan tertekan dari keluarganya, dan hendaklah ia tidak memperhatikan kekurangan mereka, dan hendaklah ia mengingat sisi kebaikan mereka, sungguh ia pasti menemukan banyak kebaikan dalam hal itu. Dan yang semisal dengan perkataan ini adalah sabda RasuluLlah SAW;
Janganlah seorang mu’min membenci mu’minah (yaitu merasa marah dan benci) karena jika ia membenci satu perilaku maka ia akan ridha dengan perilaku yang lain.”
Hendaklah para lelaki sangat berhati-hati dalam hal ini, maka jika ia melihat sesuatu yang tidak disukai, maka ia tidak mengetahui dari mana sebab-sebab kebaikan dan sumber-sumber kebajikan.
Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ;
 ...dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah SWT menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (An Nisa’:19)
Bagaimana mungkin akan terwujud ketenangan? Dimanakah ketenangan dan kasih sayang? Jika pemimpin rumah tangga memiliki sifat yang keras, berakhlaq buruk terhadap keluarga, memiliki wawasan yang sempit, bodoh, terburu-buru, sulit memaafkan, pemarah, jika bertemu selalu mengungkit-ungkit, jika berpisah selalu berburuk sangka.  Telah diketahui, bahwa berakhlaq yang baik terhadap keluarga dan sebab-sebab yang mengantarkan kepada kebahagiaan keluarga tidak akan terwujud melainkan dengan kelembutan, menjauhkan diri dari prasangka-prasangka dan keraguan tanpa dasar. Adakalanya rasa cemburu menjerumuskan seseorang kepada prasangka buruk , mendorongnya menta'wilkan ucapan dan keraguan dalam perilaku yang menyebabkan kesusahan hidup tanpa alasan yang jelas.
 “...dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. ...” (Ath Thalaq:6)
Bagaimana mungkin, padahal RasuluLlah SAW bersabda ;
Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya dan aku adalah orang yang paling baik kepada keluargaku.”