Home AD

Tuesday, March 11, 2014

PERAN ISTRI DALAM MENJAGA KEHIDUPAN RUMAH TANGGA SUAMI ISTRI DAN BERGAUL DENGAN CARA YANG BAIK



Adapun kaum wanita muslimah, hendaklah ia mengetahui bahwa kebahagian, kasih sayang, dan rahmah tidak akan sempurna melainkan dengan menjaga kesucian dan agama, mengetahui batasan-batasan dan tidak melampaui batasan-batasan tersebut, menunaikan kewajiban terhadap suami yang merupakan pemimpin baginya, yang menjaganya, memberi nafkah kepadanya, maka seorang istri harus mentaati suaminya, menjaga diri dan harta suaminya, menguatkan amal, menunaikan tugasnya serta berhati-hati dalam menjaga diri dan keluarganya, niscaya ia akan menjadi seorang istri yang shalihah dan ibu yang penuh kasih sayang, istri yang memimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya, mensyukuri kebaikan yang diberikan suaminya dan tidak mengingkari  kebikan-kebaikan yang diperbuat suaminya. Nabi memperingatkan umatnya dari mengingkari kebaikan suami, Beliau bersabda ;
Aku telah melihat neraka, ternyata sebagian besar penghuninya adalah wanita, mereka kufur.' Rasulullah SAW ditanya, apakah mereka kufur  kepada Allah?. Rasulullah SAW bersabda: 'Tidak, mereka kufur terhadap kebaikan suaminya, jika engkau selalu berbuat baik kepada mereka kemudian suatu ketika mereka melihat dari kalian sesuatu yang tidak mereka sukai maka mereka berkata: Aku tidak melihat sedikitpun kebaikan darimu.
Maka hendaknya seorang istri tidak mempermasalahkan hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginannya pada diri suaminya. Dan tidak berakhlaq buruk terhadap suami ketika ia ada dan tidak berkhianat ketika ia tidak ada.
Dengan demikian akan tercapai keridhaan, langgeng rumah tangga dan menjadi mulia rasa kasih sayang dan rahmah. Dan
 Wanita manapun yang meninggal sementara suaminya ridha kepada nya, maka ia akan masuk ke dalam surga.”
Maka bertaqwalah kepada Allah SWT wahai umat islam... dan ketahuilah bahwa dengan hadirnya kesepakatan maka akan tercapai kebahagiaan dan terbentuk suasana yang baik untuk pendidikan anak dan mereka tumbuh di  dalam rumah yang mulia yang penuh dengan kasih sayang yang terbangun dengan saling memahami antara kasih sayang ibu dan kerja keras ayah, yang jauh dari keributan karena perselisihan, beda pendapat, memperpanjang masalah, dan tidak bersifat keras, tidak berakhlaq buruk terhadap kerabat dekat maupun jauh.
 “..."Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al Furqan: 74)

PERAN SUAMI DALAM MENJAGA KEHIDUPAN RUMAH TANGGA SUAMI ISTRI DAN BERGAUL DENGAN CARA YANG BAIK



Termasuk kecenderungan akal dan kematangan berfikit adalah membiasakan diri untuk dapat menerima kekurangan dan menahan diri menghadapi kesulitan hidup. Sementara itu, laki-laki adalah pemimpin dalam rumah tangga dituntut untuk lebih bersabar dari pada wanita, karena sungguh telah diketahui, bahwa wanita itu lemah fisik dan akhlaqnya, dan berlebihan dalam meluruskannya bisa mematahkannya dan mematahkannya adalah mencerainya. Al-Mushthafa yang tidak berbicara dari hawa nafsunya bersabda :
 Berilah nasihat kepada wanita dengan cara yang baik karena sesungguhnya ia diciptakan dari tulang rusuk dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas, jika engkau meluruskannya maka engkau akan mematahkannya, dan jika engkau membiarkannya maka ia akan tetap bengkok, maka nasehatilah wanita dengan cara baik.”
Yang bengkok pada wanita adalah dari segi penciptaannya, maka harus bersikap lemah lembut dan sabar dalam menghadapinya.
Maka hendaknya para lelaki tidak membiarkan dirinya larut dalam perasaan tertekan dari keluarganya, dan hendaklah ia tidak memperhatikan kekurangan mereka, dan hendaklah ia mengingat sisi kebaikan mereka, sungguh ia pasti menemukan banyak kebaikan dalam hal itu. Dan yang semisal dengan perkataan ini adalah sabda RasuluLlah SAW;
Janganlah seorang mu’min membenci mu’minah (yaitu merasa marah dan benci) karena jika ia membenci satu perilaku maka ia akan ridha dengan perilaku yang lain.”
Hendaklah para lelaki sangat berhati-hati dalam hal ini, maka jika ia melihat sesuatu yang tidak disukai, maka ia tidak mengetahui dari mana sebab-sebab kebaikan dan sumber-sumber kebajikan.
Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ;
 ...dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah SWT menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (An Nisa’:19)
Bagaimana mungkin akan terwujud ketenangan? Dimanakah ketenangan dan kasih sayang? Jika pemimpin rumah tangga memiliki sifat yang keras, berakhlaq buruk terhadap keluarga, memiliki wawasan yang sempit, bodoh, terburu-buru, sulit memaafkan, pemarah, jika bertemu selalu mengungkit-ungkit, jika berpisah selalu berburuk sangka.  Telah diketahui, bahwa berakhlaq yang baik terhadap keluarga dan sebab-sebab yang mengantarkan kepada kebahagiaan keluarga tidak akan terwujud melainkan dengan kelembutan, menjauhkan diri dari prasangka-prasangka dan keraguan tanpa dasar. Adakalanya rasa cemburu menjerumuskan seseorang kepada prasangka buruk , mendorongnya menta'wilkan ucapan dan keraguan dalam perilaku yang menyebabkan kesusahan hidup tanpa alasan yang jelas.
 “...dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. ...” (Ath Thalaq:6)
Bagaimana mungkin, padahal RasuluLlah SAW bersabda ;
Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya dan aku adalah orang yang paling baik kepada keluargaku.”

PENTINGNYA MEMBANGUN RUMAH TANGGA DAN KETERIKATAN HATI DI DALAMNYA



Sesungguhnya pengaruh yang paling besar dalam hal tersebut bagi pribadi maupun masyarakat adalah membangun rumah tangga dan konsekuensi dalam menjalankan segala haq dalam urusan rumah tangga, dengan hikmah Allah SWT menjadikan keluarga sebagai tempat kembali yang mulia, yang didalamnya kehidupan manusia baik laki-laki maupun perempuan diatur, menetap, dan merasa senang di dalamnya.
Allah SWT Yang Maha Suci nama-nama -Nya, berfirman di dalam Al-Qur’an sebagai penguat bagi hamba-hamba -Nya yang artinya :
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan -Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan -Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”(Ar Ruum:21)
Ya, 'supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya”, bukan “supaya tinggal bersamanya”, ungkapan tersebut sebagai penguat makna istiqror (tinggal) dalam hal perilaku, perasaan tenang, terwujudnya kedamaian dan ketenangan, dan hal-hal yang semakna dengannya. Sehingga setiap pasangan akan saling menemukan ketenangan dari pasangannya ketika merasa gundah, dan muka yang manis ketika merasa sempit.
Sesungguhnya pondasi dari keterikatan suami istri adalah kebersamaan dan saling mendampingi dalam kebersamaan mewujudkan kasih sayang, perasaan senang dan saling mengasihi. Dan keterikatan seperti inilah yang merupakan keterikatan yang sangat kokoh tanpa batas waktu, seperti hubungan seseorang dengan dirinya sendiri. Allah SWT menjelaskan kepada kita di dalam kitabnya yang artinya :
 “...mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka....”al-Baqarah: 187
Lebih dari itu, ikatan ini merupakan persiapan untuk pendidikan putra putri dan mengurusi pertumbuhan mereka yang tidak akan mengkin terwujud melainkan dibawah asuhan ibu yang penuh kasih sayang dan ayah yang berungguh-sungguh dalam berkerja.
Keadaan manakah yang lebih suci lagi mulia dari suasana keluarga yang mulia seperti ini?

MELUPAKAN BERBAGAI PENDERITAAN MASA LALU YANG TIDAK DAPAT DITOLAK AGAR HATI MENJADI DAMAI

Di antara upaya menyingkirkan sebab-sebab yang mendatangkan kegelisahan dan meraih sebab–sebab yang mendatangkan kebahagiaan adalah melupakan berbagai kesulitan yang telah berlalu yang tidak dapat ditolak. Kita harus memahami bahwa menyibukkan diri dengan memikirkan hal tersebut merupakan perbuatan orang bodoh dan sia-sia. Oleh karena itu kita harus berusaha memalingkan hati kita untuk tidak memusatkan pikiran terhadap masalah tersebut dan agar tidak khawatir terhadap masa depan kita dari dugaan kefakiran dan ketakutan atau kesulitan-kesulitan lain yang kita bayangkan. Kita juga memahami bahwa kehidupan masa depan tidak ada yang mengetahui, apakah kita akan mengalami kebaikan atau keburukan, terpenuhinya harapan atau kepedihan. Karena sesungguhnya semua itu berada di tangan Allah Yang Maha Perkasa dan Bijaksana, manusia tidak berwenang sedikitpun di dalamnya kecuali berusaha untuk mendapatkan kebaikan masa depannya dan menghindari segala sesuatu yang membahayakan. Seseorang yang  mengetahui bahwa ketenangan dapat diraih jika kita menyingkirkan pikiran kita dari kekhawatiran terhadap masa depan, kemudian bertawakkal kepada Allah dengan memperbaiki nasib kehidupannya, maka hati kita akan tenang, kondisinya akan membaik serta rasa gundah dan kekhawatiran dalam hatinya akan hilang.

Thursday, October 24, 2013

Kenakalan Anak-Anak


Untuk menentukan apakah seorang anak itu nakal atau tidak, berbeda-beda pendapat orang. Ada yang menyangka bahwa anak yang keras kepala, tidak mau patuh kepada orang tua, sering mencuri, melakukan hal-hal yang terlarang, malas sekolah, tidak mau belajar dan sebagainya, adalah nakal.
Betapapun juga pendapat orang tentang kenakalan anak-anak itu, namun kita dapat merasakan betapa tertariknya orang tua, guru-guru, para pendidik dan orang-orang yang bekerja di bidang sosial dan agama, kepada persoalan-persoalan tersebut. Kenakalan anak-anak terdapat dalam tiap-tiap masyarakat, hanya yang berbeda adalah meluas atau tidaknya hal itu di kalangan anak-anak. Di negara kita persoalan ini juga sangat menarik perhatian, kita sering mendengar anak-anak belasan tahun berbuat jahat, mengganggu ketentraman umum, misalnya; mencuri, menodong, minum-minuman keras, berkelahi, ngebut, main wanita dan sebagainya.
Persoalan itu perlu ditanggapi dengan baik agar dapat diselamatkan anak-anak dari berlarut-larut dalam kenakalan, serta menjaga masyarakat supaya terhindar dari gangguan-gangguannya. Di samping itu agar dapat dicegah/dihindarkan anak-anak yang belum nakal dari kenakalan itu.
Namun demikian, tentu masih tetap ada pendapat umum tentang kenakalan anak-anak itu. Ada kelakuan dan kebiasan tertentu yang dipandang sebagai kelakuan yang digolongkan kepada kenakalan, misalnya mencuri, merampok, menodong, membunuh, melanggar kehormatan dan sebagainya. Dan yang oleh hukum dipandang sebagai suatu tindak pidana yang harus dihukum, jika yang melakukan tindak pidana tersebut anak-anak yang belum dewasa, dipandang sebagai perbuatan nakal atau kenakalan.
Menurut Zakiah Daradjat kenakalan anak-anak bila ditinjau dari segi ilmu jiwa (dalam hal ini Ilmu Kesehatan Mental);
Maka kelakuan-kelakuan atau tindakan-tindakan yang mengganggu ketenangan dan kepentingan orang lain, yang dianggap sebagai kenakalan atau sebagai perbuatan dosa oleh ajaran agama, dipandang oleh ahli jiwa sebagai manifestasi dari gangguan jiwa atau akibat tekanan-tekanan batin yang tak dapat diungkapakan dengan wajar. Atau dengan perkataan lain bahwa kenakalan anak-anak adalah ungkapan dari ketegangan perasaan (tension), kegelisahan dan kecemasan atau tekanan batin (frustation). Misalnya jika seorang anak dari orang yang kaya dan berpangkat, mencuri atau melakukan kejahatan-kejahatan tertentu, maka kejahatan atau kenakalan yang dilakukan oleh anak itu bukanlah karena ia kekurangan uang dari orang tuanya, akan tetapi adalah ungkapan dari rasa tidak puas, kecewa atau rasa tertekan, merasa kurang mendapat perhatian, kurang merasakan kasih sayang orang tua dan sebagainya. Di samping ungkapan dari hati yang gelisah, mungkin pula perbuatannya itu untuk meminta perhatian orang tua atau pembalasan terhadap tindakan dan perlakuan orang tua yang tidak menyenangkan. Bahkan di antara kelakuan yang mungkin dibuat oleh anak-anak, tidak saja menyakiti orang lain, tetapi mungkin pula menyakiti dirinya sendiri (Daradjat, 1979: 112-113).
Dari ungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kenakalan anak-anak, baik dipandang sebagai perbuatan yang tidak baik, perbuatan dosa, maupun sebagai manifestasi dari rasa tidak puas, kegelisahan, ialah perbuatan-perbuatan yang menganggu ketenangan dan kepentingan orang lain dan kadang-kadang diri sendiri.
Lebih lanjut Zakiah Daradjat mengungkapkan dan mencari solusinya dengan memberikan konsep perawat mental yakni mencari akar permasalahannya, apa yang menyebabkan timbulnya kenakalan tersebut?
Sesungguhnya banyak sekali faktor-faktor yang mendorong anak-anak sampai kepada kenakalan. Faktor pendidikan, lingkungan keluarga, ekonomi, masyarakat, sosial politik dan sebagainya. Memang terlalu banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kepribadian si anak. Di samping itu juga banyak contoh-contoh dari kelakuan yang tidak baik yang mereka dapatkan dari orang dewasa, film,film, cerita-cerita pendek, komik-komik yang bersifat cabul, tidak mengindahkan nilai atau mutu, tetapi hanya memandang segi komersilnya saja.
Menurut Zakiah Daradjat di antara faktor-faktor yang menonjol antara lain: Kurangnya didikan agama, kurang pengertian orang tua tentang pendidikan, kurang teraturnya pengisian waktu, tidak stabiinya keadaan sosial, politik dan ekonomi, kemerosotan moral dan mental orang dewasa, banyaknya film dan buku-buku bacaan yang tidak baik, pendidikan dalam sekolah yang kurang baik, perhatian masyarakat terhadap pendidikan anak-anak kurang (Daradjat, 1979:113-120).
Zakiah Daradjat seorang figur atau tokoh perawatan mental tidak putus asa dalam mencarikan solusi atau jalan keluaraya upaya menghadapi kenakalan anak-anak.:
Untuk mengembalikan anak-anak yang nakal kepada budi pekerti yang baik atau kepada kelakuan yang sehat, tidaklah mungkin dengan menghukumnya dengan hukuman-hukuman seperti penjara, hukuman badan, dipukul, disiksa dan sebagainya. Karena hukuman-hukuman tersebut hanya akan mempunyai pengaruh dalam waktu yang singkat saja. Memang hukuman-hukuman itu dapat menahan atau menghentikan kelakuan-kelakuan terlarang selama hukuman itu mengancam. Setelah itu ia akan kembali kepada kelakuan-kelakuan yang tidak baik, apabila ketegangan perasaannya itu tidak diselesaikan. Dan untuk menghindarkan anak-anak dari kegelisahan dan kenakalan-kenakalan dapat usaha-usaha prefentif antara lain dengan pendidikan agama, dikebalikan pada orang tua harus mengerti dasar-dasar pendidikan, pengisian waktu terluang dengan teratur, membentuk markas-markas bimbingan dan penyuluhan, pengertian dan pengamalan ajaran agama, penyaringan buku-buku cerita, komik, film dan sebagainya (Daradjat, 1979 : 121-125).
 Dari ungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa konsep Zakiah Daradjat dalam upaya menghadapi kenakalan anak-anak adalah bukannya menghukum secara fisik maupun mentalnya bahkan dipenjara melalui jalur hukum pidana, melainkan dicari akar permasalahannva sehingga, tanpa melakukan hukuman yang keras anak akan kembali kepada kondisi semula. Dengan demikian kiranya telah diketahui bersama bahwa langkah konkrit Zakiah Daradjat sebagai tokoh perawatan mental adalah signifikan dengan kenyataan dan kondisi saat sekarang.