Home AD

Tuesday, April 12, 2016

KEMITRAAN USAHA

Hitt  (2001; 54) memberikan pengertian bahwa kemitraan merupakan terjemahan dari kata partneship/aliansi, artinya kemitraan antara perusahaan-perusahaan yang mengkombinasikan sumber daya, kapabilitas untuk memenuhi kepentingan bersama dalam perancangan, produksi, atau distribusi barang dan jasa. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995, mendefinisikan  kemitraan adalah kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan prinsip-prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Sejalan dengan definisi di atas Marbun (1996; 34) mengemukakan bahwa konsep kemitraan merupakan terjemahan dari kebersamaan (partnership) atau bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungannya sesuai dengan konsepnya yaitu manajemen partisipatif, perusahaan harus juga bertanggung jawab mengembangkan usaha kecil dan masyarakat pelanggannya, karena pada akhirnya hanya konsep kemitraan (partnership) yang dapat menjamin eksistensi perusahaan besar, terutama untuk jangka panjang. Ian Linton (1995) mengatakan bahwa kemitraan adalah suatu sikap menjalankan bisnis yang diberi ciri dengan hubungan jangka panjang, suatu kerjasama bertingkat tinggi, saling percaya, dimana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama.
Jafar (1999 : 10) mengemukakan bahwa  kemitraan sebagai suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih atau memperoleh suatu keuntungan bersama dengan prinsip saling menguntungkan. Menurut Wirasamita (1995 : 4) bahwa kemitraan adalah merupakan kerjasama usaha antara pengusaha kecil dengan pengusaha besar yang didasarkan adanya prinsip saling menguntungkan, dan juga dapat disertai adanya bantuan pembinaan berupa peningkatan kualitas sumber daya manusia, pemasaran, teknik produksi, modal kerja dan kredit bank.
Adapun keterkaitan kerja sama antara perusahaan besar, menengah dengan perusahaan kecil, lebih lanjut  dikemukakan oleh Trisura dalam Thee Kian Wie (1995 : 95) bahwa keterkaitan melalui sistem bapak angkat dengan mitra usaha atau bisnis antara pengusaha besar, menengah (sektor produksi maupun sektor jasa) dengan industri kecil, tendensi utamanya adalah pemecahan masalah pemasaran disertai dengan pembinaan berupa bimbingan teknis (teknologi, manajemen dan permodalan. Pendapat tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Soeharsono (1999) yang mengemukakan bahwa untuk mengatasi problem mendasar pengembangan usaha kecil dan menengah diperlukan pembinaan dan pengembangan unit usaha yang diikuti serangkaian aktivitas konsultasi dan bantuan  teknis dalam bidang sumber daya manusia meliputi ; pelatihan teknis dan manajemen plus, akses pendanaan, usaha pemagangan pada sentra industri besar.
Lewin dan Koza (1998) mengajukan teori evolusi aliansi strategi. Teori ini membedakan dua logika dasar untuk menjalin jaringan kerjasama. Pertama, kerjasama dapat menjadi sumber peningkatan pendapatan dari aktivitas penggalangan sumber-sumber daya pelengkap / penunjang yang sulit didapatkan secara individu. Karakteristik kedua adalah kerjasama eksploitasi yang fokusnya pada pemantauan dan penilaian kinerja. Target kinerja kerjasama eksploitasi biasanya dinyatakan dalam bentuk target-target operasional yang dapat diukur, guna memudahkan pemantauan kemajuannya melalui kontrol-kontrol kecil. Selanjutnya Lewin dan Koza (2000)  dalam hasil penelitiannya  mengemukakan bahwa peluang keberhasilan jaringan kerjasama akan meningkat jika pihak-pihak yang bermitra sejak semula memiliki kesamaan dalam tujuan ekplorasi atau eksploitasi strategi mereka yang secara terus menerus disesuaikan dan dipertahankan.

Meskipun jaringan pengembangan usaha memiliki karakteritik stuktural (non-hirarkis), namun pada intinya ini adalah proses pengembangan dan berpartisipasi dalam suatu jaringan hubungan-hubungan kolaboratif tidak dapat dipastikan atau dipahami layaknya sebuah strategi Return on Investment (ROI). Pada umumnya suatu jaringan kerjasama tergantung pada kualitas kolaborasi para pendukungnya. Komitmen individu, nilai-nilai bersama, rasa saling percaya dan kemampuan serta kemauan untuk memobilisasi dan mengembangkan sumber daya dalam suatu sistem sosial adalah syarat utama untuk menjamin keberhasilan jaringan pengembangan (Kalimin, 1998). Sedangkan Marzuki Usman (1997) menyatakan bahwa jaringan usaha bukanlah sesuatu yang terjadi demikian saja, tetapi merupakan hasil keputusan dan upaya para usahawan untuk meningkatkan daya saing melalui kerja sama dengan unit-unit lain. Daya saing yang lebih tinggi ini dapat dicapai karena pelakunya dapat : 1) melakukan efisiensi dan spesialisasi; 2) menekan biaya-biaya transaksi; 3) meningkatkan fleksibilitas karena adanya rekanan yang terpercaya. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya jaringan usaha bagi kehidupan usaha dan daya siang menyebabkan usahawan yang terlibat berusaha keras untuk memeliharanya. Yang dijadikan pedoman adalah kepentingan jangka panjang, bukan sekedar kepentingan sesaat.

KEPEMIMPINAN DALAM PERUSAHAAN/WIRAUSAHA

Pemimpin merupakan unsur pokok dan sumber yang langka dalam setiap perusahaan. Statistik perkembangan perusahaan menunjukan bahwa setiap 100 perusahaan yang baru berdiri, kira-kira 50% gagal dalam tempo 2 tahun dan pada akhir tahun kelima hanya tinggal 30% yang masih jalan. Pada umumnya kegagalan itu disebabkan oleh kepemimpinan yang tidak efektif’ mereka tidak mampu memimpin karyawan, tidak bisa bekerja sama dengan orang lain atau mereka tidak bisa menguasai, mengendalikan diri sendiri. Berbagai kekeliruan terjadi di bawah kepemimpinannya. Misalnya karyawan tidak dimotivasi untuk bekerja lebih baik, kurang disiplin, demikian pula dengan relasi perusahaan tidak terjalin kerjasama yang baik, dan juga perilaku pemimpin sendiri yang tidak bisa menjadi contoh (Alma,2001;127). 
Jerald Greenberg, (1996;207) menyatakan bahwa leadership as the process by which an individual influences others in ways that help attain group or organizational goals. Menurut Robbins (2004; 39) kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan. Definisi kepemimpinan menurut  Sarros dan Butchatsky dalam Sumarsono (2010; 181)  leadership is defined as the purposful behaviour of benefit of individual as well as the organization or common goal. Menurut definisi tersebut  kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu prilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi. Sedangkan menurut  Anderson (1998) leadership means using power to influence the thoughts and actions of others in such a way that achieve high performance.


Banyak definisi kepemimpinan yang dikemukan para ahli diantaranya George R. Terry serta Harold Koontz dan Cyril O’Donnell dalam Alma (2001;127),  leadership is the activity of influencing people to strive willingly for group objectives. Koontz, state that leadership is influenceing people to follow in the achievement of a common goal. (Hersey &Blanchard, 1977; 84)
Sifat-sifat kepribadian yang harus dimiliki para pemimpin menurut Andy Undap (1983; 29) adalah sebagai berikut :
1.  Pendidikan umum yang luas, seorang yang berpendidikan akan mempunyai kemampuan untuk mengembangkan keterampilan kepemimpinan.
2.     Kematangan mental, seorang pemimpin harus memiliki kematangan mental yang terlihat pada kestabilan emosional, tidak mudah tersinggung, tidak gampang marah dan sebagainya
3.    Sifat ingin tahu, sifat ini mendorong seorang pemimpin untuk menyelidik, inovatif dan kreatif.
4.      Kemampuan analisis, seorang pemimpin harus mampu menganalisis gejala-gejala informasi yang ia terima, sehingga dapat mengambil keputusan yang positif dan berguna untuk kemajuan bisnisnya.
5.    Memiliki daya ingat yang kuat, seorang pemimpin akan berhadapan dengan banyak orang berbagai sifat perilaku sehingga diperlukan kemampuan untuk mengingat.
6.    Integratif, seorang pemimpin harus memiliki kepribadian terpadu tidak terpecah-pecah yang membuat dia tidak terombang-ambing
7.  Keterampilan berkomunikasi, hal ini diperlukan untuk berkomunikasi dengan lingkungan bisnisnya.
8.   Keterampilan mendidik, harus mampu memberikan petunjuk dan mendidik para karyawan dalam beberapa hal yang berhubungan dengan pekerjaan. Kadang-kadang juga ada hal-hal yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.
9.   Rasional dan objektif. Pemikiran-pemikiran, kesimpulan dan keputusan yang diambil harus didasarkan pada pemikiran-pemikiran sehat, rasional dan objektif, tidak pilih kasih dan tidak emosional.
10.   Pragmatisme. Keputusan-keputusan harus dibuat sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang tersedia. Keputusan jangan bersifat teoritis sehingga sulit dalam pelaksanaanya.
11.  Ada naluri prioritas. Berhubungan terbatasnya sumber daya yang tersedia maka harus mampu menerapkan skala prioritas apa yang harus dikerjakan lebih dahulu. Sehingga demikian semua pekerjaan dan proyek akan dapat berjalan secara bertahap.
12. Pandai mengatur waktu, harus mampu bertindak cepat dan tepat dan mempertimbangkan waktu secara efisien.
13.  Kesederhanaan, harus mampu menampilkan kesederhanaan dan bekerja dengan penuh efisien.
14. Sifat keberanian. Walaupun seorang pemimpin punya banyak karyawan, akan tetapi hanya hanya beberapa karyawan saja yang dapat diajak bicara. Oleh karena itu harus mempunyai keberanian untuk mengambil keputusan dengan mengajak beberapa karyawan inti.
15.   Kemauan mendengar, harus mampu menggali informasi dan mendengar apa ide dan keinginan dar para karyawannya. Segala informasi ini merupakan barang berharga untuk mengambil keputusan.
Rensis Likert mengembangkan teori kepemimpinan dalam dua dimensi yaitu orientasi tugas dan orientasi bawahan, yang dijabarkan dalam empat tingkat model efektivitas kepemimpinan yaitu sebagai berikut (Alma 2001; 131) :
1.  Exploitative authoritative, bercirikan tidak ada kepercayaan kepada bawahan. Pemimpin ini selalu menggunakan ancaman dan hukuman kepada karyawan
2.   Benevolent authoritative, sedikit kepercayaan kepada bawahan tetapi hubungan seperti tuan dengan budaknya hanya juga masih menggunakan ancaman dan hukuman dalam melaksanakan tugas. Komunikasi ada sedikit terbuka tetapi tetap berdasarkan ketidakpercayaan.
3.  Consultative, berdasarkan kepercayaan kepada bawahan tetapi tidak penuh. Proses pengambilan keputusan untuk hal yang penting tetap berada ditangan pimpinan, tetapi kepercayaan sudah merupakan dassar komunikasi.
4.   Partisipative, merupakan sitem yang ideal ada kepercayaan penuh dari atasan. Percaya diri dan kreativitas karyawan merupakan unsur penting. Komunikasi sangat terbuka hubungan antar karyawan lancar dan suasana perusahaan segar dan sehat.
Ordway Tead mengemukakan 10 sifat kepemimpinan sebagai berikut : (Kartini Kartono 1983; 37)
1.    Energi jasmaniah dan mental, seorang pemimpin memiliki daya tahan keuletan, kekuatan yang luar biasa seperti tidak akan pernah habis. Demikian pula semangat, motivasi kerja, disiplin, kesabaran, daya tahan batin, kemauan yang luar biasa untuk mengatasi semua permasalahan yang dihadapi
2.    Kesadaran akan tujuan dan arah, memiliki keyakinan teguh akan kebenaran dan kegunaan dalam mencapai tujuan yang terarah.
3.  Antusiasme, dia yakin tujuan yang hendak dicapai akan memberikan harapan sukses dan membangkitkan semangat optimisme dalam bekerja.
4.   Keramahan dan kecintaan. Sifat ramah mempunyai kebaikan dalam mempengaruhi orang lain sehingga menimbulkan kasih sayang, simpati yang tulus, diikuti dengan kesediaan berkorban untuk mencapai kesuksesan perusahaan
5. Integritas. Seorang pemimpin mempunyai perasaan sejiwa dan senasib sepenanggungan dengan para karyawannya dalam menjalankan perusahaan. Integritas pribadi dan rumah tangga pemimpin merupakan tauladan yang dapat dicontoh oleh karyawannya
6.      Penguasaan teknis, agar pemimpin mempunyai wibawa terhadap bawahan maka dia harus menguasai sesuatu pengetahuan atau keterampilan teknis.
7. Ketegasan dalam mengambil keputusan (decisiveness). Dia harus memiliki kecerdasan dalam mengambil keputusan sehingga mampu meyakinkan bawahan, dan mendukung kebijakan yang telah diambil dalam pelaksanaannya.
8.      Kecerdasan. Seorang pemimpin harus mampu melihat dan memahami sebab dan akibat dari suatu gejala, cepat menemukan jalan keluar dan mengatasi kesulitan dengan cara yang efektif
9.   Keterampilan mengajar (teaching skill). Seorang pemimpin adalah seorang guru yang mampu mendidik, mengarahkan, memotivasi karyawannya untuk berbuat sesuatu yang menguntungkan perusahaan. Dia harus mengatur pelatihan-pelatihan, mengawasi pekerjaan rutin sehari-hari dan mengevaluasi pekerjaan karyawan.
10.   Kepercayaan (Faith). Jika seorang pemimpin disenangi oleh bawahan  maka akan muncul kepercayaan dari bawahan kepada pemimpin. Kepercayaan bawahan ini akan memunculkan sikap rela berjuang, melaksanakan semua perintah, disiplin dalam bekerja untuk menjalankan roda perusahaan
Di samping harus memiliki sifat-sifat seperti tersebut di atas seorang pemimpin harus memiliki keterampilan kepemimpinan (leadership skills).
1.  Technical skills, berarti suatu kemampuan yang dimiliki oleh seorang pemimpin untuk melaksanakan suatu pekerjaan teknis. Maksudnya dapat melakukan pekerjaan tersebut agar dia mampu melaksanakan pengawasan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh karyawannya, misalnya keterampilan pembukuan keuangan, mengetik, pekerjaan komputer dasar, menggunakan beberapa alat sederhana dan sebagainya.
2.    Human skills, berarti kemampuan untuk bekerja sama dan membangun tim kerja bersama orang-orang lain
3.    Conceptual skills, berarti kemempuan berfikir dan mengungkapkan pemikirannya dalam bentuk model kerangka kerja dan konsep-konsep lain dalam memudahkan pekerjaan
Keterampilan kepemimpinan (leadership skills) seseorang tidak serta merta dapat terbentuk  tanpa memiliki pengalaman luas, seperti dikemukakan oleh Hughes (2002 : 59), memperkaya pengalaman adalah kata kunci untuk mengembangkan kemampuan kepemimpinan seseorang. Dengan kata lain, pengembangan kepemimpinan tidak hanya tergantung pada satu jenis pengalaman saja tetapi juga pada bagaimana seseorang menggunakan pengalaman-pengalaman tersebut untuk mendorong pertumbuhan.
Sebuah studi sebagaimana diungkap Mc Call, Lombardo & Marrison (1998 : 122)  tentang para eksekutif yang berhasil, mereka menemukan bahwa satu kualitas kunci yang ditandai diantara para eksekutif tersebut adalah kekuatan luar biasa mereka dalam menggali sesuatu yang berharga dari pengalaman mereka sehingga memberikan kesempatan mereka untuk berkembang. Lombardo & Eichinger dalam Hughes (2002 : 61), akan lebih efektif sebagai sarana pengembangan kepemimpinan jika lingkungan pekerjaan tersebut terus menantang, dinamis yang mengakibatkan dibutuhkan selalu solusi yang selalu terbaru dan kreatif, termasuk pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan rencana strategis dan peramalan pada situasi tidak menentu di masa mendatang dapat meningkatkan kualitas dari seorang pemimpin atau calon pemimpin.
Tolb dalam Hughes (2002 : 49), berpendapat bahwa seseorang akan belajar banyak pada pengalamannya jika orang tersebut meluangkan waktu untuk memikirkannya (reflection). Pendapat tersebut kemudian dikembangkan dalam sebuah model kepemimpinan Action – Observation – Reflection (A-O-R), menunjukan bahwa pengembangan kepemimpinan akan berkembang ketika faktor pengalaman dilibatkan dalam proses AOR tersebut. Jika seseorang bertindak akan sesuatu namun tidak mengamati atau tidak memikirkan konsekuensi dan arti dari tindakannya, maka orang tersebut tidak belajar dari pengalamannya, karena hanya seorang yang mengamati dan memikirkan konsekuensi dan arti dari tindakannya saja yang dapat menjadikan mereka pemimpin yang lebih baik, dikarenakan pengembangan kepemimpinan dihasilkan secara lebih efektif oleh terjadinya pengulangan proses kegiatan yang melalui ketiga proses tersebut (AOR) dari pada hanya sekedar oleh lamanya orang tersebut menjadi seorang pemimpin.
Perbedaan antara kepemimpinan dengan manajemen menjadi perdebatan di antara para ahli. Beberapa penulis seperti Bennis & Nanus, Zaleznik dalam Gerry Yukl (2005 : 6-7) berpendapat bahwa kepemimpinan dan manjemen adalah berbeda secara kualitatif dan saling meniadakan. Manajer menghargai stabilitas, keteraturan dan efisiensi, sementara pemimpin menghargai fleksiblitas, inovasi dan adaptasi. Pakar lainnya (seperti Bass, 1990; Hickman, 1990; Kotter, 1988; Mintzberg, 1973; Rost, 1991) memandang memimpin dan mengelola sebagai proses yang berbeda, tetapi mereka tidak berasumsi bahwa pemimpin dan manajer merupakan jenis orang yang berbeda, tetapi para pakar tersebut memiliki pebedaan dalam mendefinisikan kedua proses tersebut. Mintzberg (1973) menggambarkan kepemimpinan sebagai salah satu dari peran manajerial, kepemimpinan meliputi memotivasi bawahan dan menciptakan kondisi yang menyenangkan dalam melaksanakan pekerjaan. Kepemimpinan dipandang sebagai peran manajerial yang penting meliputi peran-peran lain.
Kotter (1990) membedakan antara manajemen dan kepemimpinan dalam hal proses inti dan hasil yang diharapkan. Manajemen berusaha untuk membuat perkiraan dan aturan dengan: 1). Menetapkan sasaran operasional, membuat rencana tindakan berdasarkan jadwal dan mengalokasikan sumber daya; 2). Mengorganisasi dan menugaskan (menentukan struktur, menugaskan orang ke berbagai pekerjaan); dan 3). Memantau hasil dan menyelesaikan masalah. Kepemimpinan berusaha untuk membuat perubahan dalam organisasi dengan: 1). Menyusun visi masa depan dan strategi untuk membuat perubahan yang dibutuhkan, 2). Mengkomunikasikan dan menjelaskan visi, dan 3). Memotivasi dan menginspirasi kepada orang lain untuk mencapai visi. Rost (1991) medefinisikan manajemen sebagai hubungan wewenang yang ada antara manajer dan bawahan. Sedangkan kepemimpinan sebagai hubungan pengaruh ke berbagai arah antara pemimpin dan bawahannya yang mempunyai tujuan yang sama dalam mencapai perubahan yang sebenarnya.
Kepemimpinan adalah proses memengaruhi orang lain kearah tujuan organisasi (Bartol, 1991 dalam Tika, 2006:63). Variabel kepemimpinan ini secara operasional diukur dengan menggunakan 4 (empat) indikator yang diadopsi dari teori kepemimpinan situasional Hersey-Blanchard dalam Robbins (2004:45) dan Wirjana dan Supardo (2005:48) yaitu sebagai berikut: (1) Kemampuan untuk memberitahu anggota apa yang harus mereka kerjakan (Telling), (2) Kemampuan menjual/memberikan ide-ide kepada anggota (Selling), (3) Kemampuan berpartisipasi dengan anggota (Participating), dan (4) Kemampuan mendelegasikan kepada anggota (Delegating).

Berdasarkan teori-teori di atas,  penulis menarik garis besar bahwa seorang pemimpin harus memiliki peran sebagai :1). pengarah untuk memberi arahan tentang tujuan perusahaan yang harus searah dengan tujuan individu dalam perusahaan; 2). motivator untuk pencapaian tujuan perusahaan maupun individu; 3). komunikator yang baik sehingga tercipta suasana yang menyenangkan; 4). inisitor dalam menciptakan pengembangan usaha; 5). evaluator dalam pencapaian sasaran kerja; 6). mencari solusi  terbaik dalam memecahkan masalah yang dihadapi. 

KOMPETENSI UTAMA WIRAUSAHA

Disamping kompetensi di atas wirausaha juga harus memiliki pengalaman yang seimbang. Menurut  Douglas Cloud (1993; 8) ada empat kemampuan utama yang diperlukan untuk mencapai pengalaman yang seimbang agar wirausaha berhasil, yaitu :
1.    Technical competence, yaitu memiliki kompetensi dalam bidang rancang bangun sesuai dengan bentuk usaha yang akan dipilih. Misalnya, kemampuan dalam bidang teknik dan disain produksi, ia harus betul-betul mengetahui bagaimana barang dan jasa dapat dihasilkan dan disajikan.
2.      Marketing competence, yaitu memiliki kompetensi dalam menemukan pasar yang cocok, mengidentifikasi pelanggan dan menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Ia harus mengetahui bagaimana menemukan peluang pasar yang spesifik, misalnya pelanggan dan harga khusus yang belum dikelola pesaing.
3.  Financial competence, yaitu memiliki kompetensi dalam bidang keuangan, mengatur pembelian, penjualan, pembukuan, perhitungan laba/rugi. Ia harus mengetahui bagaimana cara mendapatkan dana dan menggunakannya.
4.      Human relation competence, yaitu kompetensi dalam mengembangkan hubungan personal, seperti kemampuan berelasi, dan menjalin kemitraan antar perusahaan. Ia harus mengetahui hubungan interpersonal secara sehat.
Small Business Development Centre dalam Suryana (2009 : 92) mengemukakan bahwa wirausaha yang berhasil memiliki lima kompetensi yang merupakan fungsi dan kapabilitas yang diperlukan, yaitu teknik, pemasaran, keuangan, personalia, dan manajemen. Wirausaha sebagai manajer dan sekaligus pemilik perusahaan dalam mencapai keberhasilan usahanya harus memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, tujuan, pandai mencari peluang, dan adaptif dalam menghadapi perubahan. Untuk mencapai keberhasilan usaha yang dimiliki sendiri sangatlah bergantung pada :
1.      Individual skills and attitudes, yaitu keterampilan dan sikap individual
2.      Knowledge of business, yaitu pengetahuan tentang usaha yang akan dimasukinya
3.      Estabilihment of goal, yaitu kemantapan dalam menentukan tujuan perusahaan
4.      Take advantages of the apportunities, yaitu keuanggulan dalam mencari peluang
5.      Adapt to the change, yaitu  kemampuan beradaptasi dengan perubahan.

6.  Minimize the threats to business, yaitu kemampuan meminimalkan ancaman terhadap perusahaan.

PENGETAHUAN DAN PENGALAMAN WIRAUSAHA

Seperti dikemukakan dalam hasil suvey yang dilakukan Lambing (2000) dalam Suryana ( 2009 : 88), kebanyakan responden menjadi wirausaha karena didasari oleh pengalaman sehingga ia memiliki jiwa dan watak kewirausahaan. Jadi, untuk menjadi wirausaha yang berhasil, persyaratan utama yang harus dimiliki adalah memiliki jiwa dan watak kewirausahaan. Watak dan jiwa kewirausahaan tersebut dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan, atau kompetensi. Kompetensi itu sendiri ditentukan oleh pengetahuan dan pengalaman usaha.


Menurut Dun & Bradstreet Business Credit Service (1993; 1), ada 10 kompetensi yang harus dimiliki seorang wirausaha, yaitu :
1.     Knowing your business, yaitu harus mengetahui usaha apa yang akan dilakukan. Dengan kata lain, seorang wirausaha harus mengetahui segala sesuatu yang ada hubungannya dengan usaha atau bisnis yang akan dilakukan.
2. Knowing the basic business management, yaitu mengetahui dasa-dasar pengelolaan bisnis, misalnya cara merancang usaha, mengorganisasikan, dan mengendalikan perusahaan, termasuk dalam memperhitungkan, memprediksi, mengadministrasikan dan membukukan kegiatan-kegiatan usaha. Mengetahui manajemen bisnis berarti memehami kiat, cara, proses dan pengelolaan semua sumber daya perusahaan secara efektif dan efisien
3.     Having the proper attitude, yaitu memiliki sikap yang benar terhadap usaha yang dilakukan. Ia harus bersikap sebagai pedagang, industriawan, pengusaha, ekskutif yang sungguh-sungguh, dan tidak setengah hati.
4.   Having adequate capital, yaitu memiliki modal yang cukup. Modal tidak hanya berbentuk materi, tetapi juga moril. Kepercayaan dan keteguhan hati merupakan modal utama dalam usaha, oleh karena itu harus terdapat kecukupan dalam hal waktu, tenaga, tempat dan mental
5.   Managing finances effectively, yaitu memiliki kemampuan mengatur/mengelola keuangan secara efektif dan efisien, mencari sumber dana dan menggunakannya secara tepat, serta mengendalikannya secara akurat.
6.    Managing time efficiently, yaitu kemampuan mengatur waktu seefisien mungkin. Mengatur, menghitung dan menepati waktu sesuai dengan kebutuhannya.
7.  Managing people, yaitu kemampuan merencanakan, mengatur, mengarahkan, menggerakan (memotivasi), dan mengendalikan orang-orang dalam menjalankan perusahaan
8.   Satisfying customer by providing high quality product, yaitu memberi kepuasan kepada pelanggan dengan cara menyediakan baraqng dan jasa yang bermutu, bermanfaat dan memuaskan.
9.   Knowing how to compete, yaitu mengetahui strategi/cara bersaing. Wirausaha harus dapat menganalisa SWOT dalam diri dan pesaingnya.
10. Copying with relulations and paperwork, yaitu membuat aturan/pedoman yang jelas (tersurat, tidak tersirat).
Sedangkan menurut Norman M. Scarborough (1993), kompetensi kewirausahaan yang diperlukan sebagai syarat-syarat bisnis meliputi :
1.      Proaktif, yaitu selalu ada inisiatif dan tegas dalam melaksanakan tugas.
2. Berorientasi pada prestasi/kemajuan, cirinya; a) selalu mencari peluang; b) berorientasi pada efisiensi; c) konsentrasi untuk bekerja keras; d) perencanaan yang sistematis; e) selalu memonitor.
Komitmen terhadap perusahaan atau orang lain, cirinya; a) selalu komitmen dalam mengadakan kontrak kerja; b) mengenali pentingnya hubungan bisnis.

FUNGSI DAN PERANAN WIRAUSAHA

Siapa yang dapat digolongkan sebagai wirusahawan menurut J.A. Schumpeter dalam Alma (2007;4) adalah seorang inovator, sebagai individu yang mempunyai kenalurian untuk melihat benda materi sedemikian rupa yang kemudian terbukti benar, mempunyai semangat, kemampuan dan pikiran untuk menaklukan cara berfikir lamban dan malas. Seorang wirausahawan mempunyai peran untuk mencari kombinasi-kombinasi baru, yang merupakan gabungan dari lima hal, yaitu; 1) pengenalan barang dan jasa baru; 2) metode produksi baru; 3) sumber bahan mentah baru; 4) pasar-pasar baru; dan 5) organisasi industri baru. Menurut J. B. Say dalam Suryana (2008;77) wirausaha adalah orang yang menggeser sumber-sumber ekonomi dari produktivitas terendah menjadi produktivitas tertinggi. Menurutnya, wirausahalah  yang menghasilkan perubahan. Perubahan tersebut dilakukan tidak dengan mengerjakan sesuatu yang lebih baik, tetapi dengan melakukan sesuatu yang berbeda.


Menurut Suryana (2008:4) fungsi dan peran wirausaha dapat dilihat melalui dua pendekatan, yaitu secara mikro dan makro. Secara mikro, wirausaha memiliki dua peran, yaitu sebagai penemu (innovator) dan perencana (planner). Sebagai penemu, wirausaha menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru, seperti produk, teknologi, cara, ide, organisasi, dan sebagainya. Sebagai perencana, wirausaha berperan merancang tindakan dan usaha baru, merencanakan strategi usaha yang baru, merencanakan ide-ide dan peluang dalam meraih sukses, menciptakan organisasi perusahaan yang baru, dan lain-lain. Secara makro, peranan wirausaha adalah menciptakan kemakmuran, pemerataan kekayaan, dan kesempatan kerja yang berfungsi sebagai mesin pertumbuhan perekonomian suatu negara. Lebih jauh Suryana (2008;77) menyampaikan bahwa secara kualitatif, peranan wirausaha melalui usaha kecilnya tidak diragukan lagi, yaitu : Pertama, usaha kecil dapat memperkokoh perekonomian nasional melalui berbagai keterkaitan usaha, seperti fungsi pemasok, produksi, penyalur, dan pemasaran bagi produk-produk industri besar. Usaha kecil berfungsi sebagai transformstor antarsektor yang mempunyai kaitan ke depan maupun ke belakang (Drucker,1997;54). Kedua, usaha kecil dapat meningkatkan efisiensi ekonomi, khususnya dalam menyerap sumber daya yang ada. Usaha kecil sangat fleksibel, karena dapat menyerap tenaga kerja dan sumber daya lokal serta meningkatkan sumber daya manusia agar dapat berwirausaha yang tangguh. Ketiga, usaha kecil dipandang sebagai sarana pendistribusian pendapatan nasional, alat pemerataan berusaha dan pendapatan karena jumlahnya tersebar di perkotaan maupun pedesaan.


Menurut Zimmerer (1996;51), fungsi wirausaha adalah menciptakan nilai barang dan jasa di pasar melalui proses pengombinasian sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda untuk dapat melakukan persaingan. Nilai tambah tersebut diciptakan melalui : 1) pengembangan teknologi baru; 2) penemuan pengetahuan baru; 3) perbaikan produk dan jasa yang ada; 4) penemuan cara-cara yang berbada untuk menyediakan barang dan jasa dalam jumlah  lebih banyak dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit.
Suatu pernyataan yang bersumber dari PBB menyatakan bahwa suatu negara akan mampu membangun apabila memiliki wirausahawan sebanyak 2% dari jumlah penduduknya (Alma, 2001:4). Menurut Heidjracman Ranu P dalam Buchori Alma, (2001:5) keberhasilan pembangunan negara Jepang ternyata disponsori oleh wirausahawan yang telah berjumlah 2% dari jumlah penduduknya. Inilah kunci keberhasilan pembangunan negara Jepang.

KARAKTERISTIK KEWIRAUSAHAAN

Para ahli mengemukakan karakteristik kewirausahaan  dengan konsep yang berbeda-beda. Meredith (2000:5-6) mengemukakan ciri-ciri utama kewirausahaan dapat dilihat dari watak dan perilakunya, sebagai berikut :
1.      Percaya diri dan optimis, yaitu memiliki kepercayaan diri yang kuat, ketidaktergantungan terhadap orang lain dan induvidualistis.
2.      Berorientasi pada tugas dan hasil, yaitu kebutuhan untuk berprestasi, berorientasi laba, mempunyai dorongan kuat, energik, tekun dan tabah, tekad kerja keras serta inisiatif.
3.      Berani mengambil resiko dan menyukai tantangan, yaitu mampu mengambil resiko yang wajar
4.    Kepemimpinan, yaitu berjiwa kepemimpinan, mudah beradaptasi dengan orang lain, dan terbuka terhadap saran serta kritik
5.      Keorsinilan, yaitu inovatif, kreatif dan fleksibel
6.      Berorientasi masa depan, yaitu memiliki visi dan perspektif terhadap masa depan
Ahli lain seperti Zimmerer dan Scarborough (2008:6-7) mengemukakan delapan karakteristik kewirausahaan sebagai berikut :
1.    Desire for responsibility, yaitu memiliki rasa tanggung jawab atas usaha-usaha yang dilakukannya. Seseorang yang memiliki tanggung jawab akan selalu mawas diri
2.    Preference for moderate risk, yaitu lebih memilih resiko yang moderat, artinya selalu menghindari resiko, baik yang terlalu rendah maupun yang terlalu tinggi
3.   Confidence in their ability to success, yaitu memiliki kepercayaan diri untuk memperoleh kesuksesan
4.   Desire for immediate feedback, yaitu selalu menghendaki umpan balik dengan segera
5.     High level of energy, yaitu memiliki semangat dan kerja keras untuk mewujudkan keinginannya demi masa depan yang lebih baik
6.     Future orientation, yaitu berorientasi serta memiliki perspektif dan wawasan jauh ke depan
7.     Skill of organizing, yaitu memiliki keterampilan dalam mengorganisasikan sumber daya untuk menciptakan nilai tambah
8.      Value of achivement over money, yaitu lebih menghargai prestasi dari pada uang.
Sedangkan Arthur Kuriloff John M. Mempil (1993:20) mengemukakan karakteristik kewirausahaan dalam bentuk nilai-nilai, yaitu nilai-nilai kewirausahaan meliputi komitmen, risiko moderat, peluang, objektif, umpan balik, optimisme, uang, dan proaktif dalam manajemen. Keberhasilan atau kegagalan wirausaha sangat dipengaruhi oleh sifat dan kepribadiannya. The Officer of Advocacy of Small Business Administration (1989) yang dikutip oleh Dun Steinhoff dan John F. Burgess dalam Suryana (2008:27) mengemukakan bahwa wirausaha yang berhasil pada umumnya memiliki sifat-sifat kepribadian sebagai berikut :
1.      Memiliki kepercayaan diri untuk dapat bekerja keras secara independen dan berani mengambil resiko untuk memperoleh hasil
2.      Memiliki kemampuan berorganisasi, dapat mengatur tujuan, berorientasi hasil, dan bertanggung jawab terhadap kerja keras
3.      Kreatif dan mampu melihat peluang yang ada dalam kewirausahaan
4.      Menikmati tantangan dan mencari kepuasan pribadi dalam memperoleh ide.

Berdasarkan kajian terhadap literatur-literatur kewirausahaan   Covin dan Slevin (1996, 1991) menyatakan bahwa  ada tiga dimensi yang mencirikan orientasi kewirausahaan seorang individu atau suatu organisasi yaitu 1). Inovasi, 2). Pengambilan risiko dan 3) proaktif.

JIWA KEWIRAUSAHAAN

Secara umum entrepreneur diartikan sebagai wirausaha, sedangkan entrepreneurship diartikan sebagai kewirausahaan (Lupiyoadi, 2007:3). Menurut Suryana (2008:2) kewirusahaan (entrepreneurship) adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Inti dari kewirausahaan menurut Drucker (1959) adalah kemampuan untuk  menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda melalui pemikiran kreatif dan tindakan inovatif demi terciptanya peluang.
David E. Rye (1996:6) menyatakan bahwa kewirausahaan adalah suatu pengetahuan terapan dari konsep dan teknik manajemen yang disertai risiko dalam merubah atau memproses sumber daya menjadi output yang bernilai tambah tinggi (value added). Perubahan ini dilakukan melalui menciptakan diferensiasi, standarisasi, proses dan alat disain dalam menciptakan pasar dan pelanggan baru. Kao (1995:84) memberikan pemahaman bahwa kewirausahaan merupakan proses melakukan sesuatu yang kreatif dan inovatif untuk tujuan menciptakan kesejahteraan seseorang dan memberikan nilai tambah kepada masyarakat.
Hasrich dan Poter (2005:10) menyatakan entrepreneurship merupakan proses penciptaan sesuatu yang baru dengan nilai melalui pencurahan waktu dan usaha yang diperlukan, menghadapi resiko-resiko finansial, psikis, sosial dan menerima ganjaran sebagai hasil baik berupa keuangan, kepuasan pribadi dan kebebasan. Dalimunthe (2004:1) mengemukakan bahwa kewirausahaan adalah semangat, prilaku dan kemampuan untuk memberikan tanggapan yang positif terhadap peluang  memperoleh keuntungan untuk diri sendiri dan atau pelayanan yang lebih baik, serta menciptakan dan menyediakan produk yang lebih bermanfaat dan menerapkan cara kerja yang  efisien, melalui keberanian mengambil resiko, kreativitas dan inovasi serta kemampuan manajemen. Lambing dan Kuehl (Hendro dan Chandra, 2006:21) memberikan definisi tentang kewirausahaan ialah suatu usaha yang kreatif yang membangun suatu value (nilai) yang belum ada menjadi ada dan bisa dinikmati oleh orang banyak.
Zimmerer dan Scarborough (2008:6) menyatakan bahwa wirausahawan adalah seseorang yang menciptakan bisnis baru dengan mengambil resiko dan ketidakpastian demi mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi berbagai peluang penting dan menggabungkan sumber daya yang diperlukan untuk mengapitasisasikan sumber daya-sumber daya itu. Dewanti (2008:21) memberi definisi wirausahawan adalah orang-orang yang mampu menjawab tantangan-tantangan dan memanfaatkan peluang-peluang yang ada untuk menciptakan tujuan sehingga meningkatkan kesejahteraan hidup diri sendiri maupun lingkungan yang lebih luas.