Home AD

Thursday, January 12, 2017

TAHUN 2020, RESTORASI GAMBUT CAPAI DUA JUTA HEKTARE

Jakarta, 11 Januari 2017
Pemerintah terus berkomitmen dalam upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan serta restorasi gambut yang ada di Indonesia, terutama pada tujuh provinsi yang telah ditetapkan sebagai kawasan budi daya. Bahkan Presiden Joko Widodo secara langsung menegaskan kepada jajarannya saat memimpin rapat terbatas pada Rabu, 11 Januari 2017 di Kantor Presiden Jakarta.
"Saya ingin menegaskan kembali komitmen pemerintah untuk melakukan restorasi lahan gambut di 7 provinsi, yaitu di Provinsi Riau, Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan, dan di Provinsi Papua," ujar Presiden Joko Widodo.
Hal tersebut sejalan dengan misi awal Badan Restorasi Gambut (BRG) yang dibentuk Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Presiden No. 1 Tahun 2016. Sebelumnya BRG tersebut telah dibentuk pada tanggal 6 Januari 2016.
"Sejalan dengan pembentukan Badan Restorasi Gambut di awal 2016, kita telah menargetkan target restorasi lahan gambut sampai 2020 seluas dua juta hektare di 7 provinsi tersebut dan pada tahun 2017 ini target kita adalah 400 ribu hektare," imbuhnya.
Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo meminta seluruh kementerian/lembaga untuk bersama-sama mendukung dan menyelaraskan agenda kerja pelaksanaan restorasi gambut. Apalagi pada tahun 2017 pemerintah telah menargetkan restorasi gambut pada kawasan budi daya, hutan lindung, dan konservasi tanah air.
"Dari peta indikatif terlihat jelas bahwa restorasi gambut harus dilakukan di kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan budi daya, mulai dari hutan produksi sampai areal pengguna lain, baik yang sudah berizin maupun yang belum berizin. Sisanya restorasi juga dilakukan di kawasan hutan lindung dan konservasi, yaitu seluas 685 ribu hektare," ucap Presiden.
Empat Arahan Presiden Terkait Restorasi Gambut
Selain itu, Presiden Joko Widodo juga menekankan beberapa hal terkait restorasi gambut di kawasan budi daya. Yang pertama, Presiden Joko Widodo meminta agar masyarakat dilibatkan dalam restorasi gambut yang sedang dijalankan pemerintah.
"Sosialisasi dan edukasi kepada warga harus digencarkan," kata Presiden Joko Widodo”.
Tak hanya itu, dalam arahan kedua Presiden Joko Widodo meminta agar semua unsur, mulai dari pemerintah pusat, daerah, hingga swasta turut mengambil peran dalam restorasi gambut tersebut.
"Saya minta kalangan swasta maupun BUMN pemegang konsesi, diwajibkan untuk terlibat dalam restorasi lahan gambut ini," ujarnya
Lebih lanjut, pemberian hukuman yang tegas bagi para pelaku pembakar hutan dan alih fungsi kawasan juga salah satu yang disinggung Presiden Joko Widodo dalam arahan ketiga.
"Penegakan hukum lingkungan yang tegas termasuk evaluasi pada izin-izin konsesi yang telah dikeluarkan bagi pembakar maupun pelaku alih fungsi kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung lahan gambut," terang mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Ke empat, Presiden Joko Widodo meminta jajarannya untuk menutup izin baru dan pembukaan lahan sebagai bentuk perlindungan bagi kurang lebih 6,1 juta hektare areal gambut yang masih utuh. Apalagi pemerintah telah menerbitkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) mengenai perlindungan gambut atau PP Nomor 57/2016 yang merupakan perubahan atas PP Nomor 71/2014 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut.
"Saya minta semua kebijakan maupun perizinan yang dikeluarkan oleh kementerian terutama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Pertanian dalam pemanfaatan area di kawasan ekosistem gambut harus betul-betul menjaga fungsi hidrologis gambut dan juga memperhatikan kesejahteraan masyarakat sekitar," tutupnya.

Sejumlah menteri dan jajaran lainnya hadir dalam rapat terbatas tersebut. Tampak dari sekian banyak yang hadir tersebut di antaranya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek, dan Kepala Badan Restorasi Gambut Nazir Foead.
Sumber : Bey Machmudin (Kepala Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden)

Wednesday, January 11, 2017

MENYATUPADUKAN HIGH IMPACT PRACTICES DI PENDIDIKAN TINGGI

Sistem pembelajaran dan cara belajar yang disebut sebagai High Impact Pratices (HIP) atau High Impact Educational Practices (HIEP) telah terbukti membawa dampak atau hasil yang positif bagi mahasiswa yang berasal dari berbagai latar belakang di perguruan tinggi. Dalam sistem pembelajaran HIP, mahasiswa terlibat langsung dan aktif dalam proses belajar, mereka bukan hanya belajar di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas dan mereka dilatih dan diharapkan untuk melihat keterkaitan antara apa yang mereka pelajari atau kerjakan dengan pengalaman pribadi maupun pengalaman hidup mereka. Mereka dilatih untuk berpikir kritis dan bisa memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam pekerjaan, magang maupun di kelas. Mahasiswa juga dilatih untuk bekerja sama dalam kelompok, berkomunikasi dan berinteraksi langsung dengan masyarakat dan menerapkan apa yang mereka pelajari dari buku, kelas, dosen maupun temannya dalam situasi yang mereka hadapi. Faktor lain yang penting dalam HIP adalah proses refleksi. 
Dalam proses refleksi, mahasiswa mengkritisi pandangan atau perspektif mereka dan menghubungkannya dengan teori maupun pengalaman langsung yang mereka alami baik di kelas, dalam melakukan internship atau magang, maupun kegiatan sosial, pengabdian dan kegiatan belajar yang lain. Mereka menilai secara kritis asumsi dasar mereka, sehingga mereka bisa mengenal diri mereka sendiri dengan lebih baik dan melihat bagaimana hubungan mereka dengan orang lain maupun masyarakat secara umum. Dalam proses refleksi ini mereka juga dilatih untuk mengenal kelemahan pandangan mereka agar bisa memperbaikinya di kemudian hari. Proses refleksi ini bisa dilakukan secara tertulis maupun lisan dan secara individual maupun bekelompok.
Secara singkat ada enam karakteristik yang membedakan HIP dari sistem pembelajaran yang lain (AAC&U, 2008; https://www.aacu.org/leap/hips). Keenam karakteristik tersebut adalah:
  1. HIP memerlukan komitmen penuh dari mahasiswa. Oleh karena HIP mensyaratkan keterlibatan mahasiswa langsung dalam proses pendidikan mereka, HIP menuntut komitmen dan keterlibatan mahasiswa yang tinggi. Hal ini berarti mahasiswa juga harus meluangkan waktu dan usaha yang intensif dalam proses pendidikan mereka. Mahasiswa melakukan active-learning atau proses belajar yang aktif.
  2. HIP menekankan interaksi yang mendalam dan intensif secara teratur dan berlangsung beberapa lama. Interaksi ini meliputi interaksi dengan dosen, sesama mahasiswa, maupun dengan anggota masyarakat. Melalui hubungan sosial yang intensif ini terjalin pemahaman maupun proses belajar yang berkelanjutan. Proses ini juga mendorong mahasiswa untuk mengevaluasi apa yang mereka pelajari maupun evaluasi terhadap diri dan anggapan dasar mereka.
  3. Mahasiswa mendapatkan masukan atau feedback secara berkala dan mendalam baik dari pengajar, supervisor (apabila melakukan magang) maupun dari anggota masyarakat (apabila mereka melakukan kegiatan pengabdian). Dari masukan ini, mahasiswa bisa secara terus-menerus mengevaluasi apa yang mereka lakukan.
  4. Mahasiswa mendapatkan kesempatan untuk menerapkan dan menguji apa yang mereka pelajari dalam berbagai konteks dan beragam situasi sehingga mereka bisa melihat hasilnya langsung dan bisa memperbaiki apa yang mereka lakukan berdasar hasil yang mereka dapatkan.
  5. HIP membuka peluang bagi mahasiswa untuk melakukan refleksi tentang siapa dirinya, bagaimana nilai-nilai sosial yang mereka miliki dan dampak sosial dari apa yang mereka lakukan. Dengan melakukan refleksi, mereka bisa menilai apa yang mereka lakukan dan bisa memahami dirinya sendiri dan hubungan antara diri mereka dengan masyarakat secara luas sehingga mereka bias melakukan tindakan maupun langkah-langkah intelektual untuk memperbaiki kondisi masyarakat yang bisa dipertanggung jawabkan secara moral.
  6. Melalui HIP, mahasiswa belajar tentang berbagai perspektif dan ide, terutama perspektif yang berbeda dari perspektif maupun pengalaman mereka. Hal ini diperoleh melalui interaksi langsung dan kerja sama dengan kelompok masyarakat yang berbeda dari mereka. Berdasarkan pengalaman ini mahasiswa kemudian secara aktif mendiskusikan ide dan perspektif yang mereka dapatkan dengan dosen, sesama mahasiswa, maupun anggota masyarakat. Dari hasil diskusi, mereka diharapkan bisa mensintesakan teori dan praktik yang mereka pelajari maupun mereka alami secara langsung. Oleh karena sifatnya yang intensif, HIP juga disebut sebagai sistem pembelajaran yang menggunakan pendekatan yang mendalam dan menghasilkan dampak positif bagi mahasiswa.
Sumber : Siti Kusujiarti (Department of Sociology, Warren Wilson Collage, NC)

Friday, January 06, 2017

PEMERINTAH LAKUKAN REFORMASI SUBSIDI LISTRIK SUPAYA TEPAT SASARAN

Jakarta, 6 Januari 2017
Pemerintah melakukan reformasi dalam sistem subsidi listrik, sehingga subsidi listrik yang  ditanggung  oleh  negara  melalui  APBN,  dapat  dijalankan  secara  tepat  sasaran. Selama ini, subsidi listrik diberikan oleh PLN berdasarkan besaran daya listrik pengguna di tingkat rumah tangga.  Dengan melakukan reformasi sistem subsidi ini, para penduduk atau rumah tangga miskin  yang  menggunakan  daya  listrik  sebesar  450  VA  tetap  mendapatkan  subsidi penuh, sedangkan rumah tangga dengan daya sebesar 900 VA diperiksa ulang dengan Berbasis Data Terpadu (BDT). Melalui cara ini, dapat diketahui mana pelanggan RT 900 VA yang berkategori miskin dan layak mendapatkan subsidi, dan mana pelanggan yang tidak lagi layak mendapatkan subsidi.  
Reformasi Sistem Subsidi
Terhadap para pelanggan RT 900 VA yang tidak lagi mendapatkan subsidi, kenaikan tarif menuju keekonomian akan dilakukan secara bertahap setiap dua bulan supaya tidak  membebani  konsumen  dan  membuat  keterkejutan,  yang  dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No.28/2016 tentang Tarif Tenaga Listrik. Dalam Permen tersebut dinyatakan, terhadap rumah tangga mampu 900 VA, tarif listriknya disesuaikan menuju tarif keekonomian secara bertahap setiap dua bulan.  
Permen  ESDM  No  28/2016  secara  tegas  menyatakan  bahwa  rumah  tangga  miskin dengan daya listrik terpasang 450 VA tetap mendapatkan subsidi listrik. Demikian juga terhadap rumah tangga dengan daya listrik terpasang 900 VA yang berkategori tidak mampu/miskin. Menteri ESDM juga telah mengeluarkan Permen No.29/2016 yang mengatur  tentang  Mekanisme  Pemberian  Subsidi  Tarif  Tenaga  Listrik  Untuk  Rumah Tangga. 
Persetujuan DPR-RI
Berdasarkan UU No.30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, Pemerintah sesuai dengan kewenangannya menetapkan tarif tenaga listrik untuk konsumen DENGAN PERSETUJUAN Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI).  Berdasarkan UU tersebut, pada tanggal 17 September 2015 diadakan rapat kerja dengan antara Pemerintah dengan Komisi VII DPR-RI, yang menyepakati subsidi sebesar 24,7 juta  rumah  tangga  miskin  dan  rentan  miskin  sesuai  dengan  data  dari  TNP2K  (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan). 
Setelah itu, dalam Sidang Kabinet Terbatas 4 November 2015, Pemerintah mengeluarkan keputusan bahwa seluruh rumah tangga berdaya listrik 450 VA tetap mendapat subsidi tarif tenaga listrik, sedangkan rumah tangga 900 VA yang mampu dicabut subsidinya. 
Penentuan rumah tangga mampu dan tidak yang memiliki daya listrik terpasang 900 VA dilakukan dengan merekonsiliasi dan menyinkronkan data yang dimiliki oleh TNP2K dan data pelanggan yang dimiliki oleh PLN.  Keputusan itu kemudian dibawa dalam rapat kerja (raker) antara Pemerintah dengan Komisi  VII  DPR  pada  14  Juni  2016.  Dalam  raker  tersebut,  usulan  untuk  mencabut subsidi listrik untuk rumah tangga mampu per 1 Juli 2016 tidak disetujui oleh DPR. Keputusan tersebut kemudian dibahas kembali dalam rapat kerja antara Pemerintah dengan DPR dalam penyampaian Nota Keuangan dan RAPBN 2017.  Dalam  rapat  kerja  lanjutan  antara  Pemerintah  dan  Komisi  VII  DPR  pada  22  September 2016, DPR menyetujui rencana Pemerintah untuk melakukan pencabutan subsidi bagi RT mampu 900 VA, yang dilaksanakan mulai 1 Januari 2017.
Subsidi Tepat Sasaran
Dalam Nota Keuangan tahun 2017 tentang Subsidi Listrik, kebutuhan subsidi listrik dengan  penerapan  kebijakan subsidi listrik tepat sasaran adalah sebesar Rp.48,56 Triliun. Apabila subsidi listrik dijalankan tanpa memperhatikan sinkronisasi dan rekonsiliasi data pelanggan listrik miskin/tidak mampu dengan  sistem Basis Data Terpadu (BDT), maka kebutuhan subsidi listrik adalah sebesar Rp.70,63 Triliun.  Dengan  demikian, SUBSIDI TEPAT SASARAN akan menghasilkan efisiensi subsidi listrik sebesar Rp.22,07 Triliun. 
Dalam Nota Keuangan 2017 yang telah disetujui oleh Komisi VII DPR-RI, persentase pelanggan Rumah Tangga yang mendapatkan subsidi adalah sebesar 46%. Angka ini menurun dibandingkan tahun 2016 yang besarnya adalah 79%. Penerapan rekonsiliasi data pelanggan PLN dengan data penduduk miskin menggunakan Basis Data Terpadu (BDT)  telah  memastikan  bahwa  subsidi  listrik  yang  dijalankan  per  1  Januari  2017 adalah tepat sasaran.  Berdasarkan  pemadanan  data  pelanggan  PT  PLN  dengan  data  penduduk miskin yang ada pada TNP2K, terdapat kurang lebih 4,1 juta rumah tangga miskin yang memiliki listrik terpasang sebesar 900 VA, sehingga berhak mendapatkan subsidi listrik. Dari jumlah tersebut, sebanyak 3,9 juta RT sudah ditemukan dan diverifikasi, sedangkan 196 ribu sisanya memerlukan validasi. Proses validasi dapat dilakukan melalui penyampaian pengaduan kepada Pos Pengaduan Masyarakat. 
Dengan demikian, dari jumlah pelanggan listrik RT 900 VA sebanyak 23,09 juta rumah, terdapat 4,1 juta RT yang tetap mendapatkan subsidi listrik berdasarkan amanat UU Ketenagalistrikan, sedangkan sisanya akan dicabut subsidi listriknya dan diberlakukan tarif listrik normal, yang penyesuaian tarifnya dilakukan secara bertahap. 

Sumber : Kantor Staf Presiden Republik Indonesia 

KEBENARAN KENAIKAN PAJAK KENDARAAN

Jakarta 6 Januari 2017
Informasi yang menyebutkan bahwa pajak kendaraan bermotor dinaikkan adalah tidak benar. Yang BENAR adalah kenaikan biaya administrasi, yang pada umumnya berlaku untuk  pengurusan surat-surat kendaraan berjangka waktu lima tahun sekali. Kenaikan biaya tersebut akan dikembalikan lagi kepada masyarakat untuk meningkatkan pelayanan publik yang berkaitan dengan pengurusan surat kendaraan bermotor, termasuk memperbaiki  kualitas  surat  kendaraan,  serta  meningkatkan  keamanan  dan  kenyamanan berkendaraan di jalan raya. 
Ada beberapa alasan yang mendasari perubahan tarif ini. Pertama perlu adanya peningkatan fitur  keamanan  dan  material  STNK  sebagai  dokumen  berharga  pada  layanan  Samsat  tiap daerah hingga seluruh Indonesia.   Kedua,  perlu  peningkatan  dukungan  anggaran  untuk  melaksanakan  peningkatan  pelayanan STNK di Samsat. Ketiga, meningkatnya biaya perawatan peralatan Samsat dan dukungan biaya jaringan agar dapat online seluruh Polres, Polda se Indonesia ke Korlantas Polri (NTMC Polri). Keempat perlu adanya modernisasi peralatan komputerisasi Samsat seluruh  Indonesia untuk mewujudkan standar pelayanan. Kelima, perlu dukungan anggaran untuk  pembangunan sarana dan prasarana kantor Samsat seluruh Indonesia agar berstandar nasional. 
Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2016 Tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) meliputi: a. Pengujian untuk penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM) baru; b. Penerbitan perpanjangan SIM; c. Penerbitan Surat Keterangan uji Keterampilan Pengemudi; d. Penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) Bermotor; e. Pengesahan surat   Tanda   Nomor Kendaraan Bermotor; f. Penerbitan Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor; g. Penerbitan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor; h. Penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB); i. Penerbitan surat Mutasi Kendaraan Bermotor ke Luar Daerah; j.  Penerbitan  surat  Tanda  Nomor  Kendaraan  Bermotor  Lintas  Batas  Negara;  k. Penerbitan Tanda  Nomor  Kendaraan  Bermotor  Lintas  Batas  Negara;  l.  Penerbitan  Nomor  Registrasi Kendaraan Bermotor Pilihan.
PP No. 60 tahun 2016 tersebut ditandatangani oleh Presiden pada 2 Desember 2016, diundangkan pada 6 Desember 2016 oleh Menkumham, dan mulai berlaku 6 Januari 2017. PP ini tidak muncul tiba-tiba. FGD sudah dimulai sejak dua tahun lalu. Usulannya kemudian  disampaikan  Kapolri  sejak  tahun  2015 kepada Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan. Setelah itu dilakukan harmonisasi pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan didiskusikan dengan Kemenko Polhukam. 
Melalui  rangkaian  tahapan  tersebut,  PP  No.  60  tahun  2016  resmi  diberlakukan  pada  6  Januari  2017. ini, jenis PNBP yang berlaku pada Polri di antaranya meliputi penerimaan dari: Penyesuaian tarif PNBP terkait STNK dan BPKB ini dilakukan karena tarif dasarnya sudah tidak tepat (berdasarkan kondisi tahun 2010). Tarif dasar tahun 2010 ini kemudian dinaikkan pada tahun 2016 agar pelayanan dapat ditingkatkan secara online dan cepat disertai jaminan kepastian tarif yang lebih transparan dan akuntabel. 
Seperti diketahui PNBP adalah salah satu sumber pendapatan yang diperoleh negara dari masyarakat selain pajak. PNBP ini bersifat earmarking, artinya ketika sudah disetor masuk ke negara akan dikembalikan ke masyarakat untuk mendanai kegiatan yang berhubungan dengan sumber PNBP tersebut. Misalnya tarif PNBP untuk pengurusan STNK hanya boleh digunakan untuk kegiatan yang berhubungan dengan pengurusan STNK.  Konsekuensi  kenaikan  PNBP  untuk  mendorong  reformasi  pelayanan  publik  yang  lebih  efisien transparan dan akuntabel. 


Sumber : Kantor Staf Presiden Republik Indonesia 

Monday, October 10, 2016

FUNGSI DAN PERAN HUMAS PERGURUAN TINGGI

Humas pada prinsipnya sebagai suatu fungsi manajemen, komunikasi dua arah antara organisasi dengan publik secara timbal balik dalam menumbuhkan good will (kemauan baik), understanding (saling pengertian), simpati, dukungan, dan kerjasama baik internal maupun eksternal dari lembaga. Edwin Emery (Rahmadi, 1994) menyebut fungsi humas sebagai upaya terencana dan terorganisasi dari sebuah lembaga untuk menciptakan hubungan–hubungan yang saling bermanfaat dengan berbagai publiknya.
Sedangkan yang menjadi sasaran akhir humas adalah: pertama, untuk memperoleh dan menumbuhkan good will (kemauan baik), understanding (saling pengertian), simpati dan dukungan terhadap organisasi yang diwakilinya; kedua, menetralisasikan sikap dan pendapat yang tidak menguntungkan organisasi.
Fungsi humas tidak dapat dipisahkan dari kegiatan manajemen lembaga perguruan tinggi karena secara struktural humas merupakan bagian dari perguruan tinggi. Fungsi humas perguruan tinggi harus mampu mengidentifikasi dan memetakan sasaran dan stakeholder pendidikan, meliputi mahasiswa, dosen, staf administrasi, alumni, masyarakat, pemerintah, media pers, dan orang tua mahasiswa.


Disamping itu, menurut Nasution (2006 : 29) fungsi penting lainnya yang harus dilakukan humas perguruan tinggi ada dua hal, yakni :
1. Fungsi membangun (konstruktif), dalam hal ini perguruan tinggi dapat membagi pada aspek keilmuan sebagai alat memecahkan masalah yang dapat diterima masyarakat, dan kebijakan perguruan tinggi bisa diterima segenap civitas akademika.
2.    Fungsi korektif, dimana humas harus mampu menetralisir setiap opini negatif yang berkembang di masyarakat internal maupun eksternal. Fungsi korektif ini berusaha agar perguruan tinggi tidak melakukan sesuatu yang bisa merugikan organisasi. Selain itu juga memberikan input yang diperlukan dalam mengambil kebijakan.
Dozier dan Broom (dalam Ruslan, 2008), menyebutkan empat kategori peran humas, yaitu :
1.    Penasehat ahli (expert prescriber)
Seorang praktisi humas yang berpengalaman dan memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dapat membantu mencarikan solusi dari masalah hubungan dengan publiknya (public relationship).
2.    Fasilitator komunikasi (communication facilitator)
Dalam hal ini, praktisi humas bertindak sebagai komunikator atau mediator untuk membantu pihak manajemen dalam hal untuk mendengar apa yang diinginkan dan diharapkan oleh publiknya. Dipihak lain, dia juga dituntut mampu menjelaskan kembali keinginan, kebijakan dan harapan organisasi kepada publiknya, sehingga dengan komunikasi timbal balik tersebut dapat tercipta saling pengertian, mempercayai, menghargai, mendukung dan toleransi yang baik dari kedua belah pihak.
3.   Fasilitator pemecahan masalah (problem solving proses facilitator)
Peranan praktisi humas dalam proses pemecahan persoalan sebagai bagian dari tim manajemen. Hal ini dimaksudkan untuk membantu pimpinan lembaga sebagai penasehat (adviser) hingga mengambil tindakan eksekusi (keputusan) dalam mengatasi persoalan atau krisis yang dihadapi secara rasional dan profesional.
4.   Teknisi komunikasi (communication technician)
Sistem komunikasi dalam organisasi tergantung dari masing-masing bagian atau tingkatan (level), yaitu secara teknis komunikasi baik arus maupun media komunikasi yang dipergunakan ditingkat pimpinan dengan bawahan akan berbeda dari bawahan ke tingkat atasan.
Menurut Nasution (2006 : 30), ada tiga alasan yang mendasari pentingnya peran humas di perguruan tinggi:
1. Pengelolaan perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi negeri, pada masa sekarang dan mendatang semakin otonom, sehingga pimpinan sering menghasilkan kebijakan yang terkait dengan perguruan tingginya. Karena itu, dibutuhkan suatu bagian dalam hal ini bagian humas yang secara terus-menerus dan terencana mensosialisasikan, memberikan informasi kebijakan tersebut kepada masyarakat di dalam perguruan tinggi (mahasiswa, dosen, Staf Humas) dan masyarakat di luar perguruan tinggi (orang tua mahasiswa, alumni, lembaga/instansi lain).
2. Persaingan yang sehat dan dinamis antar sesama perguruan tinggi di dalam negeri dan internasional dalam merebut minat calon mahasiswa, orang tua calom mahasiswa, dan masyarakat luas, membuat pimpinan perguruan tinggi dituntut menyiapkan suatu bagian dalam hal ini humas untuk mengelola informasi yang jelas dan memberikan kesan citra positif.
3. Perkembangan media massa cetak dan elektronik di daerah semakin meningkat, misalnya surat kabar, radio swasta, dan televisi lokal di daerah, yang sudah pasti selalu mencari informasi yang aktual di perguruan tinggi. Oleh sebab itu dibutuhkan bagian dalam hal ini bagian humas untuk membina hubungan yang harmonis dengan pihak pers tersebut. Tujuannya agar informasi atau berita-berita yang positif dan membangun tentang perguruan tingginya selalu menjadi bahan informasi pers tersebut.
Sedangkan menurut Djanaid (2005 : 13) peran humas perguruan tinggi merupakan kunci bagi suatu lembaga perguruan tinggi, yaitu :
1.  Humas membantu mencari solusi terhadap masalah antara perguruan tinggi dengan masyarakat.
2. Humas bertindak sebagai mediator untuk membantu pimpinan perguruan tinggi mendengarkan saran, kritikan, dan harapan masyarakat. Dan sebaliknya humas juga harus mampu menjelaskan informasi dan kebijakan dari pimpinan perguruan tinggi.
3.  Humas membantu mengatasi permasalahan yang terjadi pada perguruan tinggi dengan memberikan masukan pada pimpinan.

Wednesday, October 05, 2016

PROKARYOTIC CELL DIVISION

Prokaryotes, such as bacteria, propagate by binary fission. For unicellular organisms, cell division is the only method to produce new individuals. In both prokaryotic and eukaryotic cells, the outcome of cell reproduction is a pair of daughter cells that are genetically identical to the parent cell. In unicellular organisms, daughter cells are individuals.
To achieve the outcome of cloned offspring, certain steps are essential. The genomic DNA must be replicated and then allocated into the daughter cells; the cytoplasmic contents must also be divided to give both new cells the machinery to sustain life. In bacterial cells, the genome consists of a single, circular DNA chromosome; therefore, the process of cell division is simplified. Karyokinesis is unnecessary because there is no nucleus and thus no need to direct one copy of the multiple chromosomes into each daughter cell. This type of cell division is called binary (prokaryotic) fission.

Binary Fission
Due to the relative simplicity of the prokaryotes, the cell division process, called binary fission, is a less complicated and much more rapid process than cell division in eukaryotes. The single, circular DNA chromosome of bacteria is not enclosed in a nucleus, but instead occupies a specific location, the nucleoid, within the cell Although the DNA of the nucleoid is associated with proteins that aid in packaging the molecule into a compact size, there are no histone proteins and thus no nucleosomes in prokaryotes. The packing proteins of bacteria are, however, related to the cohesin and condensin proteins involved in the chromosome compaction of eukaryotes.
The bacterial chromosome is attached to the plasma membrane at about the midpoint of the cell. The starting point of replication, the origin, is close to the binding site of the chromosome to the plasma membrane (Figure 1). Replication of the DNA is bidirectional, moving away from the origin on both strands of the loop simultaneously. As the new double strands are formed, each origin point moves away from the cell wall attachment toward the opposite ends of the cell. As the cell elongates, the growing membrane aids in the transport of the chromosomes. After the chromosomes have cleared the midpoint of the elongated cell, cytoplasmic separation begins. The formation of a ring composed of repeating units of a protein called FtsZ directs the partition between the nucleoids. Formation of the FtsZ ring triggers the accumulation of other proteins that work together to recruit new membrane and cell wall materials to the site. A septum is formed between the nucleoids, extending gradually from the periphery toward the center of the cell. When the new cell walls are in place, the daughter cells separate.



Figure  1  These images show the steps of  binary  fission  in  prokaryotes.  (credit:   modification   of  work  by “Mcstrother”/Wikimedia Commons)


Mitotic Spindle Apparatus
The precise timing and  formation  of the mitotic spindle  is critical to the success of eukaryotic cell division. Prokaryotic cells, on the other hand, do not undergo karyokinesis and  therefore have  no need for a mitotic spindle. However, the FtsZ protein  that  plays  such a  vital role in prokaryotic  cytokinesis is  structurally and functionally  very  similar  to  tubulin,  the building  block  of the  microtubules that make up  the  mitotic spindle  fibers  that  are necessary for eukaryotes. FtsZ  proteins can form filaments,  rings,  and  other  three- dimensional  structures that resemble the way tubulin forms microtubules, centrioles, and various cytoskeletal components. In addition, both FtsZ and tubulin employ the same energy source, GTP (guanosine triphosphate), to rapidly assemble and disassemble complex  structures.
FtsZ and tubulin are homologous structures derived from common evolutionary origins. In this  example, FtsZ is the ancestor protein to tubulin (a modern protein). While both proteins are found in extant  organisms, tubulin function  has  evolved  and diversified tremendously since  evolving  from its FtsZ  prokaryotic origin. A survey of mitotic assembly components found in present-day unicellular eukaryotes reveals crucial intermediary steps to the complex membrane-enclosed genomes of multicellular eukaryotes (Table 1).

Cell Division Apparatus among Various  Organisms


Structure of
genetic material
Division of nuclear material
Separation of daughter cells
Prokaryotes
There is no nucleus. The single, circular chromosome exists in a region of cytoplasm called the nucleoid.
Occurs through binary fission. As the chromosome is replicated, the two copies move to opposite ends of the cell by an unknown mechanism
FtsZ proteins assemble into a ring that pinches the cell in two.
Some protists
Linear chromosomes exist in the nucleus.
Chromosomes attach to the nuclear envelope, which remains intact. The mitotic spindle  passes through  the envelope and elongates the cell. No centrioles exist.
Microfilaments form a cleavage furrow that pinches the cell in two.
Other protists
Linear chromosomes exist in the nucleus.
A mitotic spindle  forms from the centrioles and passes through  the nuclear membrane, which remains intact. Chromosomes attach to the mitotic spindle,  which separates the chromosomes and elongates the cell.
Microfilaments form a cleavage furrow that pinches the cell in two.
Animal cells
Linear chromosomes exist in the nucleus.
A mitotic spindle  forms from the centrosomes. The nuclear envelope dissolves. Chromosomes attach to the mitotic spindle,  which separates the chromosomes and elongates the cell.

Microfilaments form a cleavage furrow that pinches the cell in two.

Tabel 1.