Home AD

Wednesday, March 21, 2012

PRESIPITASI

                Di atmosfir terdapat uap air sebagai hasil dari evaporasi dan transpirasi. Terjadinya proses-proses fisika di atmosfir, maka uap air ini mengalami perubahan, baik menjadi cair (air, embun) atau padat (es dan salju). Produk-produk tersebut jatuh ke permukaan bumi dan disebut sebagai presipitasi.
Selama butir-butir es, salju, air masih melayang-layang di atmosfir karena kecilnya, dan belum sampai ke permukaan bumi belum disebut sebagai presipitasi.
                Presipitasi dalam bentuk padat (es, salju) banyak terjadi di daerah dimana terdapat musim dingin, yaitu di daerah beriklim sedang (temperate) dan beriklim dingin.
·         Salju  :  Bentuk presipitasi dari air beku, berbentuk kristal heksagonal bercabang atau bintang. Pada suhu rendah sekali, kristal itu kering. Bentuk dan ukurannya ditentukan oleh proses terjadinya sublimasi.
·         Sleet  :  Salju yang mencair atau campuran dari hujan dan salju. Banyak bentuk presipitasi seperti ini terjadi di daerah lintang tinggi dan pertengahan. Mulainya sebagai salju di lapisan atas, berubah menjadi “Sleet” pada dan di bawah batas mencair dan jatuh ke bumi sebagai hujan.. sebaliknya bila hujan jatuh melewati udara dingin di dekat bumi, air ini tidak berubah menjadi salju tapi berubah menjadi butir-butir es.
·         Glaze (Hujan Beku)  :  Terjadi bila hujan jatuh melewati lapisan udara dingin dan membela waktu mencapai tatah, pohon-pohon dan kawat listrik banyak menimbulkan kelrusakan.
·         Hujan Es (Hailstone)  :  Bongkah-bongkah es berdiameter antara 5-55 mm atau lebih. Biasanya terjadi bila terjadi hujan guntur karena awan besar naik dengan kecepatan besar, seperti Cumulonimbus (Cb).
·         Hujan  :  Presipitasi berbentuk cair, amat umum di daerah tropis karena suhunya yang tinggi. Diameter butir airnya antara 0,5-4,0 mm. kecepatan jatuhnya tergantung dari besarnya butir air yang berbentuk, seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
Kecepatan jatuh butir hujan dan butir-butir awan dalam udara tenang.
Jatuhnya butier air akan dipercepat dengan gaya tarik bumi. Bila kecepatan meningkat, gesekan dengan udara disekitarnya juga membesar dan sesudah itu kedua gaya tersebut seimbang. Akhirnya butiran itu jatuh dengan kecepatan konstan (terminal velocity).
·         Drizzle (Gerimis)  :  Terdiri dari butiran air sangat kecil hampir seragam berdiameter kurang dari 0,5 mm. butiran begitu kecil sehingga seakan-akan mengapung dan mengikuti gerakan aliran udara. Kalau menggunakan payung, butiran air akan berputar-putar di bawah payung. Butiran air ini juga banyak selain kecil-kecil.
·         Embun (dew)  :  Terbentuk secara langsung dengan kondensasi di tengah, daun, batu dll. Pada malam hari pada benda (obyek) yang mendingin melalui radiasi kembali. Di daerah banyak hujan peranan embun kurang berarti dibandingkan pada daerah kering bagi pertumbuhan tanaman. Apalagi pada steppe yang berada dekat pantai. Uap air dari laut akan mengembun pada malam hari.
Klasifikasi genetis presipitasi
                Berdasarkan sifat genetisnya ada 3 macam presipitasi, yaitu :
·         Presipitasi berkesinambungan (intermittent) : Hujan dan salju, jatuh lebih kurang merata dari awan altostratus dan nimbostratus. Presipitasi ini terjadi karena gerakan ke atas secara meluas dan menyebar dari suatu massa udara yang besar. Biasanya pada hujan frontal dan hujan konvergen (siklon).
·         Hujan Lebat (Shoer)  :  Presipitasi jangka pendek dengan interval dan lebat. Biasanya terjadi dari awan Cumulonimbus yang tidak stabil dan mengalami gerakan ke atas yang cepat.
·         Gerimis (drizzle)  :  Butiran air kecil dan banyak berasa dari kabut atau stratus bagian bawah. Ciri dari suatu stratifikasi yang stabil tanpa gerakan ke atas yang berarti.
Proses terjadinya hujan
                Ada dua proses yang menyebabkan awan menjadi hujan, yaiut proses kristal es (ice-crystal process) dan proses tangkapan (capture process).
Pertama  : 
Proses kristal es : Bila udara mendingin dengan cara mengambang, sementara mendingin, RH udara akan naik. Kalau udara itu jenuh terbentuklah butir-butir kecil awan. Butir ini tidak membeku sampai suhu jauh dibawah titik leleh (0oC). Pada suhu antara 32-10oF, awan masih berisi butir-butir air kecil. Pada suhu 10o sampai -20oCF terdapat campuran antara butir air dan kristal es. Butir air kecil akan menguap dan uapnya akan bersatu dengan kristal es dan menjadi besar dan jatuh. Ini disebut juga Bergeron Effect (Pengaruh Bergeron).
Kedua :
Proses tangakapan (Capture process), terjadi benturan antara butir-butir air. Butir yang lebih besar jatuh dan menangkap butiran lainnya dan makin membesar kemudain jatuh sebagai hujan.
Hujan konveksi :
Adanya pemansan pada permukaan bumi, membuat udara di atasnya menjadi panas dan ringan. Bersamaan itu pula terjadi evabrasi, dan uap air terdorong ke atas dan membentuk awan. Huja konveksi ini cukup lebat.
Hujan orografis :
Masa udara dari suatu daerah dipaksa naik ke gunung oleh dorongan angin. Pada batas ketinggian tertentu terbentuklah awan karena kondensasi (Batas kondensasi atau “condensation level”). Hujan yang terjadi cukup lebat.

Hujan frontal :
Udara panas bertemu dengan udara dingin dari arah berlawanan. Tidak lebat, terjadi di daerah lintang pertengahan. Di tropis jarang terjadi karena suhu masa udara hampir seragam.
Hujan konvergen :
Hujan berasal dari awan yang terbentuk karena adanya daerah konvergensi. Masa udara dair berbagai arah masuk ke suatu pusat tekanan rendah, hujannya cukup lebat.
Siklus Air (Hydrologic Cycle)
Air dari laut, sungai, danau, tanah akan menguap (evaporasi). Penguapan air dari tumbuhan disebut transpirasi. Udap air ini akan masuk ke atmosfir dan membentuk awan bila terjadi kondensasi. Awan yang mengalami pendinginan karena gerakan naik akan menguap lagi, mengali permukaan (run off) dan meresap ke dalam tanah (infiltrasi dan perkolasi). Air infiltrasi akan diserap akar, sedangkan air perkolasi akan menjadi  air tanah (ground water) dan keluar lagi melalui mata air, menuju sungai dan akhirnya ke laut. Demikian peredaran air di permukaan bumi yang disebut siklus air.
                Air yang beredar dalam sistem ini sebenarnya hanaya sebagian kecil saja dari air yang terdapat di muka bumi. Sebanyak 97,5% air terdapat di lautan dan samudra, 2% berbentuk es dan salju terjebak di kedua kutub, dan sisanya adalah air untuk penunjang hidup mahkluk di daratan. Jumlah air yangmemang relatif sedikit ini juga tidak terbagi merata di setiap tempat di muka bumi (daratan).
                Berdasarkan siklus air di atas, maka upaya manusia untuk melestarikan air sepanjang musim adalah memperbesar resapan air ke dalam tanah, memperkecil limpahan permukaan (run-off), memperkecil evaporasi.
Inilah yang dinamakan dengan upaya konservasi tanah dan air seperti :
·         Pembuatan sengkedan
·         Penutupan lahan dengan mulsa
·         Penghijauan dan reboisasi
·         Pemberian bahan organik pada tanah
·         Tanaman penutup tanah (LCC = Leguma Cover Crops).
Tanah-tanah yang gundul akan menjadi korban untuk erosi, karena pukulan-pukulan butir hujan, apalagi yang diameternya besar. Agregat tanah akan rusak, butiran tanah akan menutupi pori-pori tanah, sehingga air hujan sulit meresap ke dalam tanah (infiltrasi dan perkolasi). Aliran permukaan (run-off) akan berlangsung efektif dan partikel-partikel tanah di permukaan akan tererosi, masuk sungai sehingga terjadi pelumpuran dan pendangkalan.
Satuan curah hujan :
                Curah hujan yang jatuh dinyatakan dengan satuan milimeter (mm) atau inch (inci). Berarti seakan-akan air hujan itu tergenang saja di permukaan, padahal air hujan yang jatuh akan mengalami :
·         Peresapan
·         Penguapan
·         Aliran permukaan (limpahan) = run-off.
Dengan demikian, maka banyaknya air hujan yang jatuh pada suatu areal tertentu dapat dihitung volumenya.
                Banyaknya hujan sebagai hasil pengukuran dengan alat penakar hujan (ombrometer) dijumlahkan tiap bulan dan tiap tahun sehingga dapat diketahui sifat (karakteristik) curah hujan di suatu tempat. Apabila diambil nilai rata-rata curah hujan selama 30 tahun, maka nilai rata-rata curah hujan itu disebut curah hujan normal. Angka ini digunakan sebagai patokan untuk mengevaluasi apakah curah hujan suatu waktu berada di atas normal (AN) atau dibawah normal (BN).
Curah hujan tahunan yang terendah di Indonesia berada di lembah Palu (Sulawesi Tengah) (530 mm/tahun) dan yang tertinggi di baturaden (Jawa Tengah) yaitu ±7200 mm/tahun.
Intensitas hujan :
                Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan yang jatuh per satuan waktu, dinyatakan dalam mm/jam. Intensitas hujan menunjukkan lebat tidaknya hujan. Intensitas hujan yang besar, berarti air yang dicurahkan jumlahnya banyak dalam waktu singkat, butiran air yang dicurahkan jumlahnya banyak dalam waktu singkat, butiran airnya besar, dan akan menyebabkan erosi lebih besar lagi, karena limpasan permukaan yang besar, sementara resapan air akan terhambat.
Distribusi hujan (penyebaran hujan) :
                Untuk mengetahui sifat hujan, diantaranya perlu dilihat distribusinya dalam jangka waktu tertentu, yaitu distribusi hujan dalam sebulan dan distribusi hujan dalam setahun.
·         Distribusi hujan dalam sebulan  :  Dapat dilihat dari banyaknya hari, hujan (rainy day) yaitu suatu hari dengan curah hujan yang lebih dari 0,5 mm. dari hari hujan dalam sebulan dapat dilihat bagaimana merata dan tidaknya distribusi hujannya. Bagi pertumbuhan tanaman diperlukan distribusi yang merata, tapi bagi pemasokan buat tidak lagi diperlukan curah hujan yang banyak.
·         Distribusi hujan dalam setahun  :  Penyebaran curah hujan dalam setahun dicirikan dengan banyaknya bulan basah (BB) dan bulan kering (BK). Yang juga dapat menggambarkan persediaan air untuk tanaman. Pengertian BB dan BK tercantum pada tabel di bawah ini.
Kriteria BK dan BB dari Mohr (1933( dan Schmidt-Ferguson (1951) didasarkan pada pengertian evaporasi. Bila angaka evaporasi bulanan lebih besar dari angka presipitasinya (curah hujan) maka tidak ada air tersisa dan disebut Bulan Kering. Bila ada air tersisa dan angka evaporasi maka disebut Bulan Basah.
Oldeman (1975) mendasarkan kriteria BK dan BB pada angka evapotranspirasi. Bila curah hujan ≥200 mm per bulan orang dapat bertanam padi sawah, sedangkan paling sedikit diperlukan curah hujan 100 mm/bulan apabila bertanam di lahan kering.
                Distribusi hujan dalam setahun ini sangat penting bagi penentuan pola tanam di suatu daerah yang hanya mengandalkan air hujan saja dengan melihat karakteristik curah hujannya. Distribusi hujan ini dapat digambarkan dalam bentuk histogram.
Dengan melihat bentuk histogram itu dapat ditentukan waktu tanam, urutan jenis tanaman yang diusahakan, dan waktu panennya. Tergantung dari distribusinya, pola tanam dapat berbentuk :
                Padi – padi – palawija
                Padi – palawija – beras
                Palawija – beras

Musim di Indonesia


Di Indonesia terdapat dua musm dalam setahun, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Perbandingan sifat cuaca kedua musim ini adalah sebagai berikut :
Pada musim hujan, persediaan air untuk tanman cukup akan tetapi sinar matahari untuk proses fotosintesis akan kurang karena terhalang oleh awan dan hujan. Sementara itu kelembaban yang tinggi dapat merangsang timbulnya penyakit tanaman, penjemuran hasil panen terganggu. Sebaliknya pada musim kemarau sinar matahari melimpah, kelembaban rendah sehingga penyakit tanaman berkurang, akan tetapi curah hujan sedikit sehingga hal ini menjadi faktor pembatas (limiting factor). Bilamana kebutuhan air tanaman dapat dipenuhi melalui irigasi, maka dapat dicapai hasil panen yang tinggi, apalagi pasca panen seperti penjemuran sangat ideal karena penyinaran yang banyak.
Kriteria datangnya musim hujan :
Musim hujan sudah tiba apabila curah hujan dalam satu dekade dan dekade-dekade selanjutnya lebih besar dari 50 mm. Satu bulan dibagi dalam 3 dekade. Dekade I = 10 hari, dekade II=10 hari dan dekade III=10,11,8, atau 3 hari.
Kriteria datangnya musim kemarau :
Musim kemarau sudah mulai bila curah hujan dalam satu dekade dan dekade-dekade selanjutnya kurang dari 50 mm.
Pengertian antara kedua musimn ini dianamakan musmi peralihan (masa pancaroba, transisi) yang ditandai dengan tiupan angin yang tidak menentu arahnya.
                Musim hujan dinamakan juga musim Barat karena pada musim itu bertiup angin barat (west monsoon) yang banyak membawa uap air dan banyak menimbulakn hujan di Indonesia. Sebaliknya pada musim kemarau bertiup angin Timur (East monsoon) yang tidak cukup mengandung uap air karena terasal dari tengah-tengah kontinen Australia yang kering sifat daerahnya.
Hujan buatan (Cloud seeding) :
                Hujan buatan merupakan suatu upaya memodifikasi cuaca karena adanya kekurangan air bagi pertanian, sebagai akibat tidak ada kurangnya presipitasi.
                Dalam operasi hujan buatan, agar dapat berhasil, maka diperlukan beberapa persyaratan antra lain, RH paling sedikit 70% dan angin jangan sampai menguapkan atau membawa awan yang terbentuk ke tempat lain yang bukan tujuan hujan buatan.
                Pada pagi hari, pesawat terbang menyebarkan serbuk (kristal) NaCl ditambah dengan sertbuk Urea ke atmosfir. Beberapa waktu kemudian terbentuklah awan-awan kecil karena inti kondensasi itu menyerap uap air sehingga terbentuk air kecil yang berkumpul sebagai awan. Awan-awan kecil tersebut kemudian bergabung satu sama lain, sehingga terbentuk awan besar. Pada waktunya pesawat masuk ke dalam awan itu dan menyemprotkan “dry ice” (Co2 yang dipadatkan) yang berfungsi medinginkan awan. Segera setelah itu berubahlah awan itu menjadi hujan.

The Effect Ration contain of Earth-Worm Meal (Lumbricus rubellus) to Performance of Japanese Quail (Coturnix Coturnix japonica) Growth Phase


The objective of this research is to know the effect ration contain various earth-worm meal (Lumbricus rubellus) storey; level to performance of Japanese quail (Coturnix coturnix japonica) growth phase.
Realization this research in Karangmulya Village, District of Telukjambe, Karawang during is six-month, starting from  May 01  to October 31 2004.
Amount of used  quail counted 120 Coturnix coturnix japonica species quail tail old age one day. Quail divided at random into 24 cage provided with feeding  trough, dringking  trough and lamp 15 watt as heater.
These Research method used laboratoris eksperimental method and use Completely Randomized Design with four treatment of ration that is T0 :  ration contain 0 % earth-worm meal + 12,5% fish meal, T1 : ration contain 10,0% earth-worm meal + 0% fish meal, T2 : ration contain 12,5% earth-worm meal + 0% fish meal and T3 : ration contain 15,0% earth-worm meal + 0% fish meal and repeated [by] counted 6 times. To know difference between treatment used by Duncan Multiple Range Test at level 5%.
Result of the research indicate that showed of the effect ration contain 12,5% earth-worm meal (Lumbricus rubellus) yielding performance of Japanese quail (Coturnix coturnix japonica) optimal growth phase.

Monday, November 29, 2010

PENELITIAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH

A.    Latar Belakang Masalah
              Pada abad modern ini, banyak jasa perbankan yang dipergunakan masyarakat dan –terutama- kalangan wiraswasta untuk dijadikan sarana dalam penambahan modal usaha. Bank sebagai suatu lembaga keuangan yang juga bergerak dalam perkreditan, amatlah berpengaruh dalam hal lancar tidaknya arus lalu lintas perekonomian masyarakat terlebih bagi bangsa Indonesia yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan dalam berbagai bidang dan sektor kehidupan. Karenanya, dengan adanya kesempatan untuk mendapatkan fasilitas kredit tersebut sudah barang tentu sangat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat terutama kalangan pengusaha baik dalam bidang perdagangan, produksi dan berbagai macam industri lainnya dari mulai hulu sampai hilir.
              Dalam penggunaan jasa perbankan tersebut, biasanya masyarakat dan kalangan pengusaha mengajukan pinjaman atau lazimnya membuka perjanjian kredit untuk penambahan modal usahanya. Akan tetapi dalam hal pengajuan tersebut masyarakat dan kalangan pengusaha yang nantinya dalam istilah perbankan disebut sebagai debitur harus menyerahkan jaminan baik berupa benda bergerak maupun benda yang tidak bergerak.
              Lembaga-lembaga perbankan baik milik pemerintah maupun swasta pada prinsipnya sama dalam hal unit ekonomi mereka yakni tidak mengabaikan aspek komersial meskipun terdapat perbedaan dalam aspek kegunaannya bagi masyarakat umumnya dan kalangan pengusaha pada khususnya yang mana  mereka lebih banyak mengajukan pinjaman kepada Bank pemerintah dibanding Bank swasta karena ada kecenderungan bunganya relatif rendah.
              Pihak Bank (kreditur) maupun peminjam (debitur) sama-sama mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan bertujuan untuk menambah nilai real kekayaannya. Sementara dalam hal besar kecilnya fasilitas kredit yang diberikan oleh suatu Bank sebagaimana pendapat R. Tjitroadinugroho (1973 : 2) ditentukan oleh falsafah yang dianut atau digariskan oleh Bank yang bersangkutan.
              Dalam pasal 1 point 12 Undang-undang Nomor. 10 Tahun  1998 tentang Perbankan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dalam pengertian yang sederhana, pengertian kredit terkait erat dengan kepercayaan dari kreditur yang lazimnya lembaga perbankan kepada debitur perseorangan maupun lembaga yang berbadan hukum, dalam bentuk uang dengan disertai syarat bahwa setelah jangka waktu tertentu uang tersebut harus dibayar atau diberikan kembali kepada yang memberikannya (kreditur).

Selanjutnya di sini 



PENELITIAN KERJA WAKTU TERTENTU


1.                              Latar Belakang Penelitian
Pertumbuhan penduduk Indonesia setiap tahun  bertambah jumlahnya dan tidak seimbang dengan perkembangan industri, sehingga negara mempunyai kewajiban untuk memberikan jaminan akan kedudukan warga negara Indonesia pada keseluruhan harkat dan martabat sebagai manusia yang mempunyai kebutuhan untuk pribadi, jaminan tersebut salah satunya adalah memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.1ý 

Untuk memperoleh suatu pekerjaan dan penghidupan yang layak sudah barang tentu memerlukan suatu kemampuan atau skill serta kompotensi khusus yang sesuai dengan keinginan pencari tenaga kerja, setelah mempunyai kemampuan/skill, para calon tenaga kerja harus berkompetisi dengan calon tenaga kerja lainnya untuk memperoleh pekerjaan.

Setelah menjadi pekerja tentu yang menjadi harapan adalah mendapatkan jaminan pekerjaan yang tetap dan upah yang layak.

Setiap pekerja sangat mengharapkan dan mendambakan suatu pekerjaan yang tetap sebagai jaminan kelangsungan hidup pekerja serta mendapatkan  penghasilan atau upah yang layak demi kelangsungan hidup dimasa mendatang. Masalahnya adalah jaminan kerja bagi pekerja sampai saat ini belum ada karena setiap perusahaan dalam hal penerimaan calon tenaga kerja selalu memakai perusahaan jasa tenaga kerja sebagai penyuplay maupun out sorcing karena melihat dan mengacu pada ketentuan pemerintah yang tertuang dalam Undang-undang  nomor 13 tahun 2003 dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia.2ý
Negara Indonesia yang mempunyai penduduk sangat besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi keadaan ini akan menimbulkan angkatan kerja yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi, belum lagi ditambah dengan angkatan kerja baru, sehingga sebagian angkatan kerja tidak akan memperoleh pekerjaan.
Data statistik pengangguran atau jumlah calon tenaga kerja secara keseluruhan  dalam setiap tahun  kurang lebih 25 %(dua puluh lima perseratus) dan secara specipik dari perhitungan data statistik jumlah calon tenaga kerja yang ada di Kabupaten Karawang sampai dengan sekarang kurang lebih 29 000 orang3ý yang belum kerja dan ini masalah yang timbul yang harus dijamin oleh pemerintah .
Pembangunan Ketenagakerjaan dalam rangka menciptakan lapangan pekerjaan dan mengurangi pengangguran serta pengembangan Sumber Daya Manusia diarahkan pada pembentukan tenaga kerja profesional yang mandiri, beretos kerja tinggi dan produktif.
Pembangunan Ketenagakerjaan upaya menyeluruh dan di tujukan kepada pada peningkatan pembentukan dan pengembangan tenaga kerja yang berkwalitas, produktif, efisien, efektif dan berwirausaha sehingga mampu megisi ,menciptakan dan memperluas lapangan kerja serta kesempatan kerja.
Upaya Pemerintah untuk membina, mengarahkan pada angkatan kerja agar dapat menciptakan lapangan usaha masih banyak mengalami hambatan, terutama dari sumber daya manusianya, yang akhirnya semua bertumpu pada industri–industri yang sudah ada, akibat dari semua itu mengakibatkan ketidakseimbangnya antara lapangan pekerjaan dengan jumlah angkatan kerja ,disisi lain para pengusaha hanya dapat menerima pekerja yang sudah siap pakai tetapi ada juga perusahaan karena dengan alasan membantu pemerintah untuk menanggulangi pengangguran dan sisi lain karena tuntunan produksi maka banyak perusahaan yang mengerjakan pekerja kontrak pekerja kontrak biasanya hanya mengerjakan pekerjaan yang siftnya temporer/tidak rutin. 


1ý UUD. 1945 Ketetapan-ketetapan MPR Arkala, Surabaya, pasal 27 ayat I hal 120
2ý KEP.NO 100/MEN/2004
3ý Data Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Karawang (PENTAKERJA)


Silahkan lanjut di sini 



PENELITIAN PAJAK THD OTONOMI DAERAH


A. Latar Belakang
Negara Republik Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 Ayat (1). Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional menggariskan bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur merata baik materiil dan spirituil berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib, dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
Untuk merealisasikan tujuan tersebut negara memerlukan sumber dana yang cukup besar, sumber dana tersebut memegang peranan penting guna mendukung kelangsungan pemerintahan dan masyarakat itu sendiri. Sumber dana tersebut dapat diperoleh melalui peran serta masyarakat secara bersama dalam berbagai bentuk satu diantaranya adalah pajak. Sebagai negara hukum segala sesuatu tentang pajak telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23A yang berbunyi : “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang“
Dalam menghadapi tantangan persaingan global baik di dalam maupun luar negeri, pemerintah telah mengantisipasinya dengan menyelenggarakan otonomi daerah yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang berprinsip pada pemberian otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional. Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara yang menganut sistem pemecahan kekuasaan secara vertikal suatu Negara dikenal dengan istilah desentralisasi yang membagi kekuasaan negara terbagi antara pemerintah pusat dan daerah. Desentralisasi dan otonomi daerah mempunyai pemahaman masing-masing dimana otonomi daerah lebih cenderung pada political aspect, desentralisasi lebih cenderung pada administrative aspect. Namun jika dilihat dari konteks Sharing of Power dalam prakteknya kedua sistem tersebut mempunyai keterkaitan yang diwujudkan dengan pemberian kewenangan yang cukup luas kepada pemerintah daerah untuk mengatur, mengurus, mengembangkan daerah dan masyarakatnya sesuai kepentingan dan potensi daerah dimana kewenangan yang diberikan kepada daerah tanpa campur tangan pemerintah pusat.
Dalam kaitannya dengan otonomi daerah, pajak merupakan sumber pendapatan daerah yang dipandang mampu menjadi motor penggerak sekaligus sebagai pendorong peningkatan dan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah telah menetapkan bagi hasil pajak antara pusat dan daerah, bagi hasil tersebut dalam APBD dapat diketahui dari jenis-jenis pajak pusat yang pungutannya dibagi dengan daerah, diantaranya sebagai berikut :
1. Pajak Pusat, yakni pajak yang kewenangan pemungutanya berada pada pemerintah pusat. Yang tergolong jenis pajak ini adalah : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai atas barang dan Jasa (PPn), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn.BM), Bea Materai dan cukai
2. Pajak Daerah, yakni pajak yang kewenangan pemungutanya berada pada pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Undang-Undang  Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan retribusi daerah dalam Pasal 2, disebutkan :
a.   Jenis pajak propinsi terdiri dari :
1) Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air.
2) Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air.
3) Pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
4) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.
b.   Jenis pajak kabupaten/ kota terdiri dari :
1) PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)
2) BPHTB (Bea Perolehan Atas Hak Tanah dan Bangunan)
3) Pajak hotel
4) Pajak restoran
5) Pajak hiburan
6) Pajak reklame
7) Pajak penerangan jalan
8) Pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C
9) Pajak parkir


Lanjutannya download di sini 



Penelitian PHK


A.    Latar Belakang Masalah
Satu hal yang paling ditakuti oleh buruh adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Bagi buruh/pekerja Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan awal dari hilangnya mata pencaharian, yang akibatnya berarti pekerja/buruh kehilangan pekerjaan dan penghasilannya. Oleh sebab itu istilah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dapat menjadi momok bagi semua pekerja/buruh, dikarenakan mereka dan keluarganya terancam akan kelangsungan hidupnya dan merasakan penderitaan akibat dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) itu. Mengingat fakta di lapangan bahwa mencari pekerjaan tidaklah mudah seperti yang dibayangkan. Semakin ketatnya persaingan di dunia kerja dengan semakin banyaknya jumlah pencari kerja dan kondisi dunia usaha yang selalu fluktuatif, sangatlah wajar jika perkerja/buruh selalu khawatir dengan ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tersebut.
Masalah mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) selalu menarik untuk dikaji dan ditelaah lebih mendalam. Tenaga Kerja/buruh selalu menjadi pihak yang lemah apabila dihadapkan pada Pemberi Kerja yang merupakan pihak yang memiliki kekuatan. Sebagai pihak yang selalu dianggap lemah, tak jarang para tenaga kerja selalu mengalami ketidakadilan apabila berhadapan dengan kepentingan perusahaan.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) telah memiliki pengaturan tersendiri. namun Undang-undang yang mengatur mengenai PHK tersebut juga memiliki beberapa kelemahan. Namun law inforcement yang terdapat di lapangan juga masih sangat rendah. Sehingga, infrastuktur penegakkan hukum tidak mampu untuk melaksanakan apa yang sudah diatur dalam UU nya.
Sehubungan dengan dampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sangatlah kompleks dan cenderung menimbulkan perselisihan, maka mekanisme dan prosedur Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) telah diatur sedemikian rupa agar para pekerja/buruh mendapatkan perlindungan yang layak dan memperoleh hak-haknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Beberapa dasar hukum yang mengatur mengenai mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ada dalam :
  1. Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
  2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI nomor : Kep-150/men/2000 tentang penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan ganti kerugian di perusahaan
  3. Surat Edaran nomorSE-907/men/PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal.

Lengkapnya silahkan di sini


PENELITIAN KLAUSULA-EKSONERASI


A.    Latar Belakang Masalah
Masalah konsumen merupakan hal yang selalu aktual, menarik perhatian. Persoalan konsumen selalu hangat dipersoalkan, dibicarakan dan diperdebatkan. Masalah konsumen adalah masalah manusia. Berkaitan dengan kesehatan manusia dan juga ternyata tidak lepas dari unsur di luar kesehatan. Masalah nilai-nilai keagamaan, malah bias berkaitan dengan isu konsumen.
Kasus bumbu masak (penyedap) makanan ajinomoto yang pernah menghebohkan Indonesia beberapa tahun lalu, hanya salah satu diantara kasus besar yang berkaitan dengan masalah konsumen. Produk perusahaan multinasional ini ternyata mengandung lemak babi. Tidak mengherankan jika kandungan yang diharamkan bagi umat islam itu segera menjadi masalah yang menghebohkan.
Lepas dari kasus ajinomoto, dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan kualitas produk, konsumen di Indonesia sudah lama menjadi korban. Pada tahun 1990-an, masyarakat sempat dihebohkan oleh masalah kandungan dalam bakso. Penelitian yang dilakukan terhadap bakso menunjukkan, dalam makanan yang sangat jadi favorit masyarakat itu terdapat senyawa kimia yang mengandung unsur boraks. Zat dalam boraks itu biasanya berfungsi sebagai pengawet berbahaya dan memberi efek renyah pada makanan.
Padahal diketahui jelas bahwa unsur kimia ini sangat berbahaya pada sistem stimulasi saraf pusat. Begitu berbahayanya bahan ini, sehingga pada tahun 1979, Departemen Kesehatan menyatakan boraks merupakan unsur kimia yang dilarang digunakan pada produk pangan. Biasanya bahan ini lebih sering digunakan untuk kosmetika. Hasil penelitian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) membuktikan 52,38 persen dari contoh yang diteliti ternyata memakai boraks.[1]
Kasus-kasus makanan yang tersebut di atas merupakan sebagian dari contoh peristiwa yang mencuat ke permukaan dan menelan korban manusia. YLKI mengungkapkan sejak 1973 hingga tahun 1990 mereka menerima sedikitnya 81 (delapan puluh satu) pengaduan per tahun. Lonjakan angka pengaduan terjadi pada tahun 1990 saat YLKI menerima 583 kasus pengaduan.
Beberapa kasus antara lain : Perumahan, listrik, telepon dan bank selalu menempati peringkat atas dalam laporan pengaduan meskipun tetap ditempati masalah listrik, telepon, perumahan, dan bank, setiap waktu terjadi perubahan peringkat jenis pengaduan perumahan misalnya menempati peringkat pertama tahun 2004 dimana pada tahun 2000 berada pada peringkat kedua, sementara transportasi pada peringkat kelima pada tahun 2000 menjadi peringkat ketujuh pada tahun 2004.
Masalah-masalah yang umumnya sering timbul dalam kasus perumahaan adalah keterlambatan serah terima atau malah rumah belum dibangun sama sekali, padahal janji pengembang sudah siap ditempati konsumen pada waktu yang dijanjikan. Terkadang rumah yang diperjanjikan sudah dibangun tetapi sarana fasilitas yang dijanjikan sama sekali belum tersedia. Masalah lainnya adalah sertifikat mutu bangunan, fasilitas social dan fasilitas umum dan sebagainya.
Fakta-fakta sosial yang merugikan masyarakat merupakan refleksi kurangnya etika pada pemerintah dan pelaku ekonomi (pelaku usaha). Pemerintah lebih senang berlindung di balik birokrasi daripada mengedepankan pertanggungjawaban etika dan moral.



Silahkan download di sini untuk data lengkapnya.



[1] N.H.T. Siahaan. Hukum Konsumen, Perlindungan Konsumen dan Tanggungjawab Produk, Penerbit Panta Rei. 2005 hlm 2.
[2] N.H.T. Siahaan, ibid, hlm 10.
[3] Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. 2004 hlm 80.

Thursday, November 11, 2010

Budidaya Jamur Tiram Putih

PENDAHULUAN 
  • Jamur tiram (Pleurotus spp.) merupakan komoditas yang banyak diminati konsumen, karena memiliki rasa yang enak dan kadar gizi yang tinggi. Kadar protein yang dikandungnya 10 – 30 %. Jamur tiram juga merupakan makanan yang bergizi yang tidak mengandung kolesterol sehingga aman bagi kesehatan 
  • Jawa Barat merupakan propinsi yang memiliki prospek untuk pengembangan komoditas jamur khususnya jamur tiram. Hal ini dimungkinkan karena Jawa Barat banyak memiliki daerah dengan agroklimat yang sesuai untuk pengembangan jamur tiram yaitu daerah dataran tinggi dengan kisaran suhu lebih rendah dari 28°C dan kelembaban 80 – 90 %.

USAHA JAMUR TIRAM PUTIH 
Usaha budidaya jamur tiram putih mempunyai karakteristik unik, yang berbeda dengan usaha yang lain
- Keberhasilan sangat tergantung dengan seberapa jauh kita mendalami dan dekat dengan jamur 
- Dapat berkembangan dengan baik jika usaha ini mengakar di masyarakat (suatu komunitas) 
- Sangat cocok dengan iklim Indonesia: suhu 24 – 28°C, kelembaban 70-80%.

ALTERNATIF PENGEMBANGAN JENIS USAHA JAMUR TIRAM PUTIH
Ada tiga alternatif  model usaha tani yang muncul dari skema di atas, yaitu:
  • Usaha tani model pembibitan, yaitu usaha budidaya jamur tiram putih yang bergerak pada pembuatan bibit..
  • Usaha tani model penanaman, yaitu model usaha tani jamur tiram putih yang bergerak pada tingkat penanaman sampai ke pemasaran, sedangkan bibit beli dari pihak lain.
  • Usaha tani model terpadu, dimana usaha ini bergerak mulai dari pembibitan sampai ke pemanenan dan pemasaran 
Selengkapnya silahkan klik di sini