Memahami media sebagai lanskap
“ruang publik” yang setiap saat diperebutkan oleh
berbagai kepentingan, maka dasar-dasar mengenai “pemanfaatan” ruang publik itu
penting untuk kita pahami.
Pertama, media bukanlah ruang “steril” yang
mampu memantulkan realitas publik seperti “apa adanya”.
Kedua, isi media telah dibentuk oleh
beragam faktor yang menghasilkan bermacam-macam “realitas”, baik faktor-faktor
internal maupun eksternal media. “Realitas”
itu hakikatnya hanyalah simbolik, bahkan ada yang
menyebut semua isi media adalah “the
second-hand reality”.
Ketiga, media harus dipahami
sebagai ruang publik. Ketika suatu peristiwa diberitakan, maka informasi yang
disampaikan akan membawa dampak signifikan bagi pihak lain, baik menyangkut
dikotomi baik-buruk, positif-negatif, benar-salah. Di sinilah akan selalu muncul masalah etika, yang
setiap saat mengusik wartawan yang menulis berita dan redaktur yang menyunting
berita tersebut.
Keempat, selalu ada mekanisme
pembentukan frame (bingkai) dalam
mengonstruksi realitas. Jadi,
dalam menulis berita, orientasi seseorang akan selalu diusik: untuk apa dan
untuk siapa berita ini ditulis dan disajikan? Maka
persoalannya, bagaimana proses framing untuk membentuk realitas itu
mengarah pada semaksimal mungkin kemaslahatan publik.
Realitas media dan mekanisme
framing ini terkait dengan agenda
media. Secara mendasar, agenda media adalah menjalankan
fungsi ideal pers: menyampaikan informasi – memberi edukasi – memberi hiburan –
menjalankan kontrol
sosial. Berikutnya, merupakan sikap bisnis ketika media mana
pun tentu dituntut untuk memperkuat respons
terhadap realitas pasar.
Dalam agenda itu, kita
harus selalu mempertimbangkan bagaimana sebijak
mungkin merespons realitas konstruksi-konstruksi yang “mengintervensi”, lalu memilih mana yang kita anggap paling tepat bagi
orientasi kemaslahatan publik itu.
Jadi kita buka seluas
mungkin akses untuk membangun “ruang publik”, memberi ruang kepada siapa pun untuk menjadi “peserta
diskusi publik” dalam pemberitaan kita. Pada saat yang sama, sesungguhnya kita
sedang membangun jaringan pemangku kepentingan (stakeholders) yang
kuat.
Dari agenda-agenda tersebut,
perseorangan maupun institusi/ korporasi diniscayakan untuk
menyampaikan “pesan” melalui berbagai bentuk rubrikasi media.(Amir Machmud NS)
No comments:
Post a Comment