Salah satu kebutuhan dasar yang sangat penting untuk perkembangan suatu
negara adalah listrik. Dengan listrik, pembangunan negara secara keseluruhan
dapat terdukung baik itu melalui sarana pendidikan, kesehatan, komunikasi,
transportasi, industri, teknologi, dan lainnya. Terlebih di era digital seperti
saat ini, kebutuhan energi listrik akan semakin meningkat dengan pesat. Di
Indonesia, tantangan untuk pemasokan listrik dapat dilihat dari rasio
elektrifikasi nasional yang berkisar 70%. Ini berarti sekitar 78 juta penduduk Indonesia
masih belum terjangkau listrik. Pemerintahan Jokowi yang mencanangkan proyek
listrik 35 Ribu MW patut dihargai, namun masih jauh dari cukup. Terlebih
melihat kondisi geografis Indonesia yang terdiri atas ribuan kepulauan dan
pegunungan yang akan menjadi tantangan unik dalam pendistribusian listrik.
Untuk daerah-daerah sulit terjangkau dan terpencil dimana populasi penduduknya
sedikit, sangat
tidak ekonomis bagi PLN untuk membangun infrastruktur jaringan listrik
dengan biaya sangat mahal. Solusi lain seperti penyediaan genset yang awalnya
terlihat murah untuk daerah-daerah tersebut pun akhirnya tidak tepat karena
biaya pemeliharaan dan kebutuhan bahan bakar. Oleh karena itu, solusi
alternatif sangat dibutuhkan agar penyediaan listrik ke desa-desa di pedalaman
dan di kepulauan dapat dipenuhi secara lebih efektif dan ekonomis.
Salah satu metode listrik pedesaan yang sangat populer saat ini
adalah dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan. Seperti juga Negara-negara
lain, Indonesia terus meningkatkan penggunaan sumber energy terbarukan agar
dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak. Untuk listrik
pedesaan, pemanfaatan energi terbarukan dirasa sangat tepat karena setiap desa
dapat memiliki pembangkit listrik sendiri dengan kapasitas yang jauh lebih
kecil dari pembangkit listrik PLN karena disesuaikan dengan jumlah populasi di
desa tersebut. Karena lokasi pembangkit listrik energi terbarukan tersebut
lokal, maka jaringan listrik jarak jauh untuk pendistribusian listrik tidak
lagi diperlukan sehingga biaya kapital untuk membangun sistem listrik pedesaan
dapat menjadi lebih ekonomis.
Namun di balik menariknya sumber energi terbarukan untuk pedesaan,
beberapa teknologi yang sudah diterapkan seperti mikrohidro sayangnya masih
banyak tantangan dan kekurangannya. Inilah yang mengakibatkan banyak proyek
mikrohidro yang gagal baik di Indonesia maupun di belahan dunia lainnya. Satu
faktor utama adalah biaya kapital yang relatif masih tinggi untuk masyarakat
pedesaan. Penyebab lain adalah kurangnya sustainable micro-financing, dan
juga pendekatan sosial yang mengakibatkan permasalahan internal maupun
eksternal antar-desa. Mikrohidro juga memerlukan petugas terampil untuk
perawatan dan pengoperasiannya. Walaupun kapasitas daya mikrohidro lebih kecil
dari pembangkit PLN dan lokal, pada implementasinya pembangkit mikrohidro tetap
memerlukan jaringan lokal untuk distribusi listrik ke rumah-rumah. Ini akan
menjadi kendala besar jika kondisi geografis sulit atau bahkan tidak mungkin
membangun jaringan listrik lokal. Kendala ini menjadi lebih buruk jika
masyarakat di pedesaan tersebut tersebar sehingga jarak antara rumah cukup jauh.
Oleh karena itu, teknologi lain pemanfaatan energi terbarukan yang dapat
menutupi atau mengurangi permasalahan-permasalahan tersebut sangat diperlukan
untuk meningkatkan efektivitas akses listrik di pedesaan.
Dari sinilah timbul gagasan pengembangan teknologi baru listrik
pedesaan yang diberi nama The DC House Project atau proyek Rumah DC. Proyek
Rumah DC dimulai sejak tahun 2010 untuk mengembangkan teknologi baru listrik
pedesaan yang lebih efektif dan efisien dari solusi listrik pedesaan yang ada.
Listrik Rumah DC dapat berasal dari sumber energi terbarukan dan tenaga manusia
atau hewan. Disebut Rumah DC karena tipe aliran listrik yang digunakan adalah
DC (Direct Current). Ini berbeda dengan mayoritas solusi pemanfaatan
energi terbarukan untuk listrik pedesaan yang menggunakan aliran listrik AC (Alternating
Current). DC dipilih karena sistem listrik yang dihasilkan akan lebih efisien
dibanding AC apalagi bila sumber energi yang digunakan seperti panel surya
menghasilkan listrik DC. Di samping itu, peralatan elektronik seperti TV,
telepon genggam, radio, dan sebagainya di dalamnya beroperasi dengan DC. Dengan
demikian pada sistem AC, bila sumber energi menghasilkan DC maka listrik DC
tersebut harus diubah menjadi AC dahulu sebelum kemudian diubah lagi menjadi
DC. Proses konversi energi dari DC-AC-DC inilah yang mengakibatkan hilangnya
daya sehingga mengurangi efisiensi dari sistem listrik.
Organisasi professional terbesar bidang elektro (IEEE) menyebutkan
bahwa daya hilang pada sistem listrik AC yang menggunakan sumber energi DC berkisar
antara 15% sampai dengan 35%. Untuk listrik pedesaan dimana akses daya listrik
sangat terbatas, hilangnya daya tersebut menjadi sangat vital. Hal lain yang
membuat DC lebih menarik adalah berhubungan dengan pesatnya kemajuan teknologi
DC seperti lampu LED. Sebagaimana kita ketahui, kebutuhan utama listrik di
pedesaan adalah untuk penerangan. Dengan Rumah DC, pemakaian beban listrik DC
seperti lampu LED di pedesaan akan menjadi efisien.
Berikut beberapa kunci penting dari teknologi Rumah DC:
1.
Flexible. Rumah DC dapat menerima segala jenis sumber energy terbarukan
dengan perangkat keras yang sama. Fitur ini penting karena setiap daerah
pedesaan akan memiliki potensi sumber energi terbarukan yang berbeda-beda.
Rumah DC dapat juga menampung energi tambahan dari tenaga manusia seperti “generator
sepeda” atau tenaga hewan. Metode sumber energy tenaga manusia lain yang sedang
kami kembangkan adalah dari taman permainan anak-anak seperti ayunan, merry-go-round,
jungkat-jungkit, dan sebagainya.
2.
Expandable. Rumah DC dapat menerima satu atau lebih sumber energi
terbarukan. Ini penting untuk daerah-daerah yang memiliki lebih dari satu
potensi sumber energi terbarukan. Dengan demikian Rumah DC dapat memaksimalkan
sumber-sumber energi lokal yang berpotensi dan meningkatkan reliabilitas system
listrik.
3.
Scalable. Rumah DC dapat dipasang sesuai dengan kebutuhan listrik dan
kemampuan finansial setiap keluarga di setiap rumah. Ini penting untuk menekan
biaya akses listrik karena setiap rumah dan keluarga memiliki kebutuhan listrik
dan juga kemampuan ekonomi yang berbeda-beda. Rumah DC dirancang dengan
strategi modular. Setiap perangkat modul memiliki batas daya 150 Watt dan
beberapa modul dapat dihubungkan dengan mudah untuk menghasilkan daya yang
lebih besar. Artinya, jika satu rumah hanya memerlukan daya listrik sebesar 100
Watt,
1.
maka hanya satu modul yang
perlu dibeli sehingga biaya menjadi murah. Jika kemudian kebutuhan listriknya
bertambah menjadi 250 Watt dan merasa mampu untuk membeli tambahan daya listrik,
maka satu modul lagi dapat ditambahkan dengan mudah.
4.
Localized. Keseluruhan sistem Rumah DC dipasang di setiap rumah. Ini
berbeda dengan mikrohidro, misalnya, dimana pembangkit mikrohidro bersifat
terpusat dan listrik harus didistribusikan melalui jaringan listrik lokal.
Karena sistem Rumah DC ada di setiap rumah, maka jaringan listrik lokal desa
tidak lagi diperlukan sehingga biaya instalasi sistem listrik pedesaaan secara
keseluruhan dapat ditekan. Karena posisinya yang lokal, maka Rumah DC merupakan
solusi listrik pedesaan yang sangat reliable dan efisien.
5.
Networkable. Di banyak daerah seperti Papua, beberapa rumah berkelompok
membentuk satu kluster yang biasanya ditempati oleh anggota keluarga dari satu
klan. Keluarga lain mendirikan kluster sendiri yang jaraknya relatif jauh
antara satu dan lainnya. Untuk komposisi rumah di “pedesaan” seperti ini,
sistem Rumah DC dapat dihubungkan ke Rumah-Rumah DC lainnya. Dengan demikian
rumah-rumah dalam satu kluster dapat membentuk network Rumah DC dimana sharing
energi listrik dapat terakomodasi.
6. Compliable. Satu fitur yang akan sangat bermanfaat pada teknologi listrik
pedesaan adalah kemampuan untuk menarik energi dari sumber energi listrik
sekecil apa pun. Contohnya adalah sumber energi air dengan arus kecil yang
jumlahnya berlimpah ruah di Indonesia namun belum bisa dimanfaatkan karena
terlalu rendah kapasitas dayanya untuk mikrohidro. Dengan Rumah DC, aliran air
tidak deras ini tetap dapat dimanfaatkan energinya untuk menghasilkan listrik.
Rumah DC untuk listrik pedesaan menerapkan strategi pendekatan “Bottom-Up”
dimana proses pengenalan dan pendidikan merupakan bagian yang terintegrasi
dalam pemasangan sistemnya. Misalkan dengan fitur scalable-nya,
masyarakat diberi kebebasan untuk memilih kapasitas listrik di rumah DC-nya.
Jika mereka masih ragu tentang manfaat listrik, maka kapasitas listrik cukup
kecil saja untuk penerangan rumah dengan beberapa lampu LED. Lambat laun ketika
mereka sudah menyadari manfaat listrik, kapasitas listrik dapat ditambah sesuai
dengan kemampuan ekonomi. Dengan proses tersebut maka masyarakat tidak terkena “technological
shock” dan akan menciptakan rasa tanggung jawab untuk merawat dan menjaga
sistem Rumah DC mereka. Dalam hal perawatan, karena teknologi Rumah DC memakai perangkat
modular dengan ukuran kecil dan mudah dipasang, perawatannya menjadi relatif
mudah sehingga tidak memerlukan orang yang memiliki keterampilan khusus. Dalam
segi biaya, system Rumah DC sangat kompetitif dengan solusi alternatif lain
yang serupa.
Misalnya satu produk yang menggunakan panel surya berkapasitas 60Wp
dijual dengan harga hampir Rp19 juta. Dengan teknologi Rumah DC, sistem serupa
dengan kapasitas 150Wp dapat dibeli dengan harga sekitar Rp12 juta. Sejak
proyek Rumah DC dimulai, sudah tiga prototipe Rumah DC yang telah selesai
dibangun: di Cal Poly State University, Amerika Serikat; di Technological
Institute of the Philippines, Filipina; dan di Jatinangor dekat kampus
Universitas Padjadjaran, Indonesia. Langkah berikutnya adalah pilot project pemasangan
Rumah DC di beberapa daerah di Indonesia dan luar Indonesia.
Pada akhirnya, teknologi sistem Rumah DC adalah hasil karya putra bangsa
Indonesia yang pada waktu artikel ini ditulis perangkat modularnya sudah
didaftarkan untuk hak paten di Amerika Serikat dan di Indonesia. Harapan kami,
teknologi Rumah DC untuk listrik pedesaan ini menjadi kontribusi kami bagi
tanah air tercinta dan menjadi produk kebanggaan bangsa Indonesia.
Sumber : Taufik (Department of
Electrical Engineering, California Polytechnic State University, San Luis
Obispo, CA)
No comments:
Post a Comment