a. Seminar untuk mahasiswa baru atau mahasiswa tahun pertama
Banyak universitas telah mengembangkan berbagai model seminar
untuk mahasiswa baru. Seminar ini biasanya dilakukan dalam kelas yang relatif
kecil, sekitar 15 sampai 18 mahasiswa. Sebelum semester dimulai, mahasiswa baru
menerima informasi tentang berbagai topik seminar yang tersedia. Mahasiswa baru
diperbolehkan memilih seminar dengan tema yang mereka sukai. Selama satu
semester mereka mengambil seminar ini yang diajarkan oleh seorang dosen,
dibantu dengan mahasiswa senior sebagai peer group leader. Biasanya
seminar ini juga bertujuan untuk memperkenalkan mahasiswa dengan berbagai
kegiatan maupun kehidupan di perguruan tinggi secara umum. Pada dasarnya
seminar ini juga didesain untuk memberikan orientasi kepada mahasiswa baru.
Oleh karena mahasiswa baru mengambil mata kuliah seminar ini selama satu semester,
mereka bisa mendapatkan informasi, support, maupun berdiskusi dengan
dosen ataupun mahasiswa lain terutama apabila mereka mendapatkan kesulitan
untuk beradaptasi dengan pembelajaran dan kehidupan di perguruan tinggi.
Seminar ini di samping memberikan kesempatan mahasiswa baru untuk
melakukan transisi dalam kehidupan di pendidikan tinggi, juga membahas secara
mendalam topik yang menjadi focus seminar. Sebagian besar seminar untuk
mahasiswa baru juga dikombinasikan dengan unsur pengabdian yang dilakukan
secara berkala yang berkaitan dengan topik yang menjadi fokus kelas. Refleksi
berdasarkan pengalaman dalam melakukan pengabdian pada masyarakat maupun
refleksi yang berkaitan dengan bahan-bahan bacaan untuk kelas dan
pengalaman-pengalaman lain secara intensif dilakukan dalam kelas seminar ini.
Selain itu, penulisan paper ilmiah yang mensintesakan topik yang menjadi fokus
seminar, pengalaman pengabdian dan referensi ilmiah juga merupakan bagian terintegrasi
dalam seminar ini.
b. Pengalaman intelektual bersama
Hal ini dilakukan dengan mensyaratkan mahasiswa untuk mengambil
mata kuliah dengan topik yang hampir sama sehingga mereka mendapatkan
kesempatan untuk bertukar pikiran dan secara kritis menganalisa apa yang mereka
pelajari bersama. Mahasiswa dari beberapa seksi yang berbeda bias berkumpul dan
berdiskusi di luar jam kelas, melakukan tugas secara bersama, dosen juga sering
memberikan tugas kelompok agar mahasiswa bisa belajar untuk bekerja sama.
Beberapa universitas menentukan tema seperti ‘globalisasi’ atau ‘teknologi’ dan
mensyaratkan mahasiswa untuk mengambil beberapa kelas yang merupakan bagian
dari tema yang ditetapkan.
c. Kelompok pembelajaran atau learning communities
Sistem ini mensyaratkan mahasiswa (biasanya mahasiswa tahun
pertama atau kedua) untuk mengambil dua atau lebih mata kuliah bersama.
Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil sekitar 15 mahasiswa, dan mereka
mengambil mata kuliah-mata kuliah tersebut bersama. Seperti metode intelektual
bersama yang disebut di atas (poin b), tujuan kelompok pembelajaran ini adalah
agar mahasiswa bisa belajar berkelompok, termasuk berdiskusi bersama dan
melihat hubungan antara berbagai mata kuliah yang mereka ambil. Berbeda dengan
poin b, dalam kelompok pembelajaran ini, mahasiswa bisa mengambil 2 atau 3 mata
kuliah yang berbeda tetapi mereka melakukannya secara bersama sehingga
terbentuk rasa solidaritas di antara mereka karena mereka secara bersama-sama
berada dalam 2 atau 3 kelas yang sama.
d. Mata kuliah dengan proses penulisan yang intensif
Mata kuliah seperti ini walaupun bisa dilakukan dari berbagai cabang
ilmu, akan tetapi mengintegrasikan kurikulum yang menekankan pada cara-cara penulisan
makalah maupun paper
akademik yang intensif. Mahasiswa disyaratkan untuk menulis draft
dan merevisinya beberapa kali sebelum memberikan hasil akhirnya kepada
dosen. Dosen atau pengajar harus memberikan masukan atau feedback beberapa
kali. Berdasarkan masukan dari dosen, mahasiswa merevisi paper berdasarkan
masukan yang mereka terima. Hal ini akan melatih mahasiswa untuk menulis dengan
baik, dan untuk beberapa mata kuliah bahkan mensyaratkan mahasiswa untuk
memublikasikan tulisan mereka di jurnal ilmiah.
e. Mata kuliah yang mengintegrasikan pengabdian masyarakat atau
keterlibatan dengan masyarakat
Mata kuliah ini bisa dilakukan dari berbagai cabang ilmu, tetapi harus
mengintegrasikan unsur keterlibatan langsung dengan masyarakat. Melalui kerja
sama dengan kelompok masyarakat ataupun organisasi sosial, mahasiswa
dipersyaratkan untuk melakukan interaksi atau berkerja sama langsung dengan masyarakat.
Bentuk-bentuk pengabdian atau keterlibatan dengan masyarakat berkaitan dengan
topik mata kuliah. Biasanya mata kuliah seperti ini juga mensyaratkan mahasiswa
untuk menulis paper yang menghubungkan apa yang mereka pelajari dari buku atau
referensi di kelas dengan pengalaman yang mereka dapatkan dari masyarakat.
Proses refleksi juga penting bagi mata kuliah seperti ini agar mahasiswa bisa
menilai secara kritis apa yang mereka lakukan, bagaimana dampaknya terhadap
masyarakat dan bagi mereka sendiri. Belajar menghadapi kelompok masyarakat yang
berbeda dari mereka dan kemungkinan memiliki pandangan yang berbeda memberikan
kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar langsung dari masyarakat.
f. Pengalaman lintas budaya dan lintas kelompok
Berbagai universitas sekarang mensyaratkan mahasiswa untuk mengambil
mata kuliah yang bertemakan lintas budaya dan lintas kelompok baik kelompok
sosial yang berbeda suku, agama, kelas, maupun nilai-nilai sosial. Tujuannya
adalah agar mahasiswa belajar dari perbedaan dan bisa menghargai perbedaan ini.
Mata kuliah ini sering juga meliputi kuliah di negara lain maupun kuliah yang
mengintegrasikan pengalaman di negara lain (study abroad). Kuliah
semacam ini juga mengintegrasikan penulisan paper, kerja kelompok, maupun
refleksi sebagai bagian dari kurikulum.
g. Tugas akhir, skripsi maupun penelitian akhir
Praktik seperti ini sudah banyak dilakukan di Indonesia. Sistem ini
mensyaratkan mahasiswa untuk menulis dan melakukan penelitian sebagai
persyaratan kelulusan. Tugas akhir ini merupakan kulminasi proses belajar
mahasiswa di perguruan tinggi.
h. Proses magang atau internship
Hal ini juga sudah banyak dilakukan di Indonesia, melalui proses magang
ini mahasiswa bisa menerapkan apa yang telah mereka pelajari di bangku kuliah.
Tidak semua universitas
menerapkan semua tipe HIP yang disebutkan di atas. Gonyea, Kinzie, Kuh, dan
Laird (2008) merekomendasikan agar mahasiswa melakukan paling tidak dua atau
lebih HIP agar mendapatkan hasil yang optimal. Walaupun banyak universitas telah
menerapkan hal ini, sering ada berbagai kendala untuk melakukan dua atau lebih
HIP karena keterbatasan sumber daya, baik secara finansial maupun karena
keterbatasan sumber daya manusia. Perlu diadakan pelatihan yang intensif
terhadap tenaga pengajar agar bisa melakukan HIP secara baik di kelas mereka.
Sumber : Siti Kusujiarti (Department of Sociology, Warren Wilson College, NC)
No comments:
Post a Comment